BAB 14 | Afeksi

34 3 7
                                    

BAB 14 | Afeksi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

BAB 14 | Afeksi

Hari ini hari ketiga Aurora opname. Sahabat-sahabatnya bergantian menjaganya dari siang sampai malam ketika ada yang senggang. Tapi ketika pagi, mereka tidak bisa karena pekerjaan. Sesekali Kiki juga ikut serga menjaga. Dan Saka selalu datang setiap harinya setelah keadaan aman tidak ada sahabat-sahabatnya.

Aurora menyuruh mereka tidak menghubungi Mamanya. Sehingga tidak ada satupun keluarga yang mengetahui jika dirinya opname di rumah sakit. Dia hanya tidak ingin menambahi permasalahan untuk sekarang dan membuatnya dirinya lebih lama sakit.

Pagi ini tidak ada yang menjaga Aurora. Dan kebetulan Saka tidak ada tugas pagi. Kemarin laki-laki itu sudah menghubungi Aurora perihal kedatangannya. Sehingga Aurora bisa mewanti-wanti apabila ada sahabatnya yang datang.

"Selamat pagi nona Aurora," sapa dokter yang menanganinya sambil tersenyum ramah bersama satu  perawat yang membawa peralatan medis. "Bagaimana apakah ada keluhan pagi ini?"

"Sudah lebih baik, dok. Tidak seperti kemarin-kemarin," jawab Aurora sambil memejamkan mata ketika melihat jarum suntik yang dibawa perawat.

Dokter itu pun menganggukan kepala. "Alhamdulillah. Saka pasti senang dengarnya."

"Eh iya dok," jawab Aurora dengan tersenyum malu-malu.

Baru saja dibicarakan si punya nama datang dan membawa sebuah paper bag. Saka tersenyum kemudian berjalan hingga di samping Aurora berbaring. "Keadaan Aurora bagaimana, Mam?"

"Orangnya loh ada di sini, ngapain tanya Mami hm..." jawab dokter wanita tersebut sambil tersenyum.

Sebuah fakta yang mengejutkan. Dokter yang menangani Aurora merupakan Ibunya Saka. Dokter Ajeng Rahayu, atau biasa dikenal dengan dokter Rahayu merupakan dokter spesialis penyakit dalam yang bertugas di rumah sakit tempat Aurora dirawat. Rahayu juga salah satu dokter terbaik di rumah sakit itu.

"Saya sudah baik-baik saja kok, mas. Lagian saya pengen cepet pulang, kangen kontrakan saya, kangen ke gerai mini saya, kangen menghirup udara bebas. Bosan cuma berbaring gini terus," ucap Aurora.

Saka memicingkan matanya. "Gak bohongkan kamu? Atau ini hanya alasan saja agar kamu bisa cepat keluar dari rumah sakit?"

"Ih... gak percaya. Lihat nih saya bisa duduk sendiri sekarang. Sudah terlihat fresh daripada sebelumnya, iya kan dokter Rahayu?" Aurora berbicara sambil mengganti posisi menjadi duduk.

Rahayu tertawa. "Iya sudah sembuh kok, Auroranya Ka. Kamu tenang saja. Yaudah Mami mau lanjut periksa pasien yang lain. Cepat sembuh nak Aurora."

"Terima kasih Dokter Rahayu," jawab Aurora dengan tersenyum.

Sepeninggalan Rahayu Saka duduk di tempat Aurora berbaring menghadap ke arah Aurora yang masih duduk. "Sudah sarapan?"

Aurora menggelengkan kepala. "Belum."

"Kok belum?" tanya Saka sambil mengerutkan dahinya.

"Sampai kapan saya harus makan makanan rumah sakit sih, mas. Gak enak tahu, apalagi pasti dapat bubur. Please saya gak doyan." Aurora memasang wajah kesal bercampur sedih.

Bukannya prihatin, Saka justru tertawa. "Namanya juga lagi sakit, Ra."

"Pengen seblak, Mas. Pesen yang pedes banget gitu, duh... pasti enak banget."

Saka menggelengkan kepala, lalu menarik ujung hidung Aurora. "Ngawur."

Aurora lantas tertawa. Sedangkan Saka berdiri kemudian mengambil sesuatu di paper bag yang tadi dia bawa. Isinya adalah sebuah kotak makan yang di dalamnya terdapat nasi dan lauk ikan pepes. "Kalau ini mau gak?"

"Mau," jawab Aurora dengan mata yang berbinar. Saka pun kembali ke tempat semula. Kemudian menyuapkan makanan yang dia bawa kepada Aurora.

Sejak awal Aurora opname, Saka selalu menyuapi perempuan itu ketika datang tepat jam makan. Alasan awalnya yaitu karena tubuh Aurora masih lemah sehingga tidak kuat untuk makan sendiri. Namun  sampai hari ini, ketika Aurora sudah kuat untuk makan sendiri laki-laki itu masih saja menyuapinya.

"Saya sudah bisa makan sendiri, mas."

Saka tidak menghentikan kegiatannya. "Nanti makanmu sedikit."

Aurora pun pasrah, tetap makan dengan cara disuapi Saka. Ketika kegiatan makannya telah usai, Saka mengambilkannya segelas air putih. Seharusnya setelah dia minum gelasnya diberikan kepada Saka lagi, sekarang pun tangan laki-laki itu sudah mengambang siap mengambil gelas yag Aurora pegang. Namun Aurora tidak memberikannya, perempuan itu justru memegang gelas dengan kedua tangannya. Matanya menatap Saka dengan tatapan penuh pertanyaan.

Saka pun mengalihkan pandangannya dari gelas ke arah mata Aurora. "Ra?"

"Mengapa mas Saka melakukan ini semua? Karena kasihan sama saya, atau karena balas budi?"

❤️❤️❤️

Hari keempat Aurora sudah diizinkan pulang. Ziya dan Winni yang akan mengurus kepulangan Aurora. Sedangkan Denaya tidak bisa ikut karena ada shif jaga. Kini mereka sudah berada di kontrakan Aurora.

"Gue kangen banget ni kasur, astaga..." ucap Aurora sambil membaringkan tubuhnya di kasur dan memeluk guling.

"Makanya jangan sakit,"sahut Winni.

Aurora pun terkekeh pelan. "Siapa juga yang minta sakit, kita gak tahu kapan kita sakit."

"Tapi lo sakit gara-gara lo geblek. Kalau lo bisa jaga pola makan tuh lambung gak akan konslet," ucap Ziya sambil menoyor kepala Aurora.

"Makasih ya gaes, udah jagain gue waktu gue sakit. Gue bersyukur banget deh ada kalian."

Winni dan Ziya pun kompak mengacungkan jempol ke arah wajah Aurora. Perempuan itu pun lantas tertawa, kemudian mendudukan diri. "Andai gue punya pacar pasti ada yang lebih perhatian, ya..."

"Pacar mulu di pikiran lo, siapa suruh putus." Ziya melemparkan bantal kecil ke arah Aurora.

"Balikan sana, Ra," sahut Winni.

"Balikan sama yang mana nih? Tapi sorry gue males membaca buku yang sudah gue baca, dah ketebak endingnya," jawab Aurora kemudian tertawa.

"Eh btw kemarin Denaya curhat tuh. Duh dia gak ada di sini lagi, pasti heboh tu anak kalau curhat."

"Curhat apa, Zi?" tanya Aurora.

Ziya pun mengambil kembali bantal yang dilempar tadi dan diletakkan di pangkuannya. "Kemarin katanya ketemu Saka di mall. Terus Denaya nyapa gitu, disenyumin dong sama Saka. Terus-terus akhirnya mereka makan bareng intinya, cerita lengkapnya nunggu penjelasan Denaya langsung saja."

"Wih... bisa balikan nih," sahut Winni.

Aurora ikut tersenyum meski rasanya malas senyum. Tangannya dingin tanpa sebab. Lalu dia berucap, "bahagia banget deh pasti Denaya, iyakan..."

"Pastilah... Gue heran deh sama dia, susah banget move on-nya. Pasti dok Saka istimewa banget deh. Bertahun-tahun loh gak move on."

"Bener, Win. Kata Denaya seorang Arsaka Dwi Atharwa ialah mantan terindah dalam hidupnya," sahut Ziya.

"Lo kenapa, Ra?" tanya Winny melihat Aurora yang terdiam.

"Eh ngantuk gue, keknya obatnya ada efek ngantuknya deh biar gue istirahat"

❤️❤️❤️

Ditulis, Exsalind
17 Mei 2022

Follow IG aku sangat boleh loh gaes
Usernamenya Exsalind

Terima kasih sudah membaca cerita absurd ini... Love sekebon💜💜💜

Jumpa Rasa [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang