Chapter 05

378 57 4
                                    

- 𝓣𝓱𝓮 𝓓𝓸𝓬𝓾𝓶𝓮𝓷𝓽𝓪𝓻𝔂 -

Chenle memperhatikan rute maps pada ponselnya. Setelah ini, mereka harus melewati perjalanan satu jam lagi. Ternyata tempat itu cukup jauh dari bandara, dan keluar dari ibukota provinsi.

Meskipun sempat ditantang Mark, tetapi ia tidak menyesali keputusannya untuk membeli dua mobil sekaligus di sana. Sudah ia duga tempat itu jauh dari pusat kota, mereka membutuhkan mobil jika sewaktu-waktu ingin membeli keperluan di kota.

Chenle maklum, tempat itu menampung pasien sakit jiwa. Jiwa mereka butuh ketenangan, udara yang sejuk tanpa kebisingan kota. Semakin menarik saja bagi Chenle. Meskipun saat ini jalanan yang ia lalui kiri kanan hutan, tetapi jalanannya sangat mulus. Tidak terlalu sepi juga karena ada beberapa mobil yang melewati. Kebanyakan mobil angkutan berat.

Dua buah Toyota Alphard itu terus menyusuri jalanan yang membelah hutan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dua buah Toyota Alphard itu terus menyusuri jalanan yang membelah hutan. Jeno diminta Chenle untuk mengemudikannya, memimpin perjalanan. Ia duduk di depan dengan Winter, Giselle dan Renjun di kursi penumpang. Mobil kedua di belakang, melaju dengan cepat tetapi tanpa berniat membalap.

Mark mengemudikannya dengan tenang meski Haechan cukup tegang disampingnya. Ia seperti terkena jet lag padahal mereka terbang hanya dua jam, itu pun ia bolak-balik tidur. Di belakang, Jaemin dan Jisung berbagi earphone, dengan Jaemin yang heboh bernyanyi dan Jisung yang diam memejamkan mata. Di belakang lagi, Ningning dan Karina tampaknya sedang bergurau, asik sendiri.

"Masih pusing?" Mark menyentuh pundak Haehcan tanpa menoleh, mata dan tangan kanannya fokus mengemudi melewati tikungan.

"Udah mendingan," jawab Haechan dengan lemas.

Mark melirik sebentar. "Nanti di sana langsung minum obat."

Haechan tidak menanggapi. Ia melihat sekeliling. Tidak ada satupun rumah penduduk, atau mini market. Atau apa pun itu yang disebut bangunan. Hanya ada pepohonan.

"Gue harus ke toilet," ucapnya tiba-tiba.

"C'mon, Haechan. Kenapa baru sekarang? Di pesawat tadi toilet sebagus itu padahal." Mark menggapai ponsel yang ada di dashboard, mengecek lagi maps di sana.

Gawat, jalanan hutan ini perlu sekitar 3 km lagi yang harus dilewati. Satu-satunya pilihan adalah membiarkan Haechan menyelesaikan urusannya di pinggir jalan.

"Gue kan ga bisa nentuin harus kebelet jam segini jam segitu, Mark Lee." Haechan tampak kesal, entah pada sepupunya atau diri sendiri.

"Wait, just hold on." Mark menekan klakson lama. Memberi isyarat pada mobil di depan.

Beruntungnya Jeno peka. Ia menghentikan laju mobilnya dan turun. Mark menghentikan tepat setelah ia menyalip mobil mereka. Ningning dan Karina serentak berteriak, kaget dengan Mark Lee yang menginjak rem tiba-tiba. Jisung pun membuka mata, melihat sekeliling yang masih terdapat rindangnya pepohonan.

The Documentary || NCT Dream X AespaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang