- 𝓣𝓱𝓮 𝓓𝓸𝓬𝓾𝓶𝓮𝓷𝓽𝓪𝓻𝔂 -
Setelah kegiatan berkeliling itu, mereka memutuskan untuk mandi dan sarapan. Tentunya mereka makan di kamar masing-masing, karena tidak ada ruang makan lagi di tempat itu. Andai saja kondisi lantai empat masih baik, akan lain ceritanya.
Sebenarnya Chenle sudah mematangkan rencana. Untuk konsumsi mereka akan membeli bergantian atau mungkin memasak, dengan bahan-bahan yang dibeli di sana. Tetapi rupanya para petugas sangat senang direpotkan. Selain memasak untuk makanan para pasien dan petugas, mereka menambah porsi lagi kali ini, untuk sebelas orang mahasiswa yang menginap di sana.
Sudah memasuki pukul 10 pagi, mereka sibuk masing-masing sekarang. Hari pertama ini hanya diisi dengan Script Breakdown⁶, reading dan pengambilan potongan-potongan klip untuk sinematografi. Jadi minimal hanya butuh Mark dan Jaemin yang mengerjakannya. Meski begitu, Chenle turut ikut membantu mereka.
Ketiganya sudah mengambil banyak rekaman random untuk transisi. Saat ini mengambil shot di luar gedung, merekam area sekitar. Hal ini cukup membuat jengkel Haechan karena Mark selalu menyuruhnya pindah, agar tidak masuk ke dalam frame. Haechan sedang sibuk bersama Renjun, dengan laptop milik Ningning di tangannya. Mereka sedang duduk di kursi tunggu dekat pintu utama bangunan.
Kamera yang sebelumnya ditempelkan Jisung tersambung dengan jaringan bluetooth ke laptop Ningning. Ia dan Renjun memantau rekaman langsungnya. "Ini kayanya butuh ditingkatkan saturasinya aja deh."
"Tapi bukannya sinar mataharinya jadi ga terlalu fokus?" Renjun berkomentar, mengundang tawa kecil Haechan.
"Lo mau persawahannya lebih disorot kan? Ini urusan sawahnya dulu, kalau sinar mataharinya lain lagi. Tenang aja nanti gue benerin lagi pencahayaannya."
Renjun mengangguk mantap. Haechan memang sangat bisa diandalkan dalam urusan seperti ini. Jika semisal ia bukan sepupu Mark pun, Mark Lee pasti akan tetap menyeret Haechan ke dalam tim. Apalagi effortnya cukup tinggi. Ia sengaja membeli komputer baru, yang masih belum ia apa-apakan di dalam kamarnya. Demi untuk pekerjaan Dernier Travail ini.
Benar kata Mark, tim mereka sepertinya sangat sempurna. Meskipun saat ini mereka masih memiliki waktu luang, tidak ada satupun yang bersantai. Semua sibuk dengan keperluan pembuatan film dokumenter ini.
"Tolong carikan obat maag, kamu liat itu, salah satu pasien maag nya kambuh." Karina mengatakannya dengan nada panik, meskipun sedikit berkerut kening, merasa tidak terbiasa dengan kata ganti 'kamu' dalam naskah yang ditulis Winter.
"Obat maag? Cuma ada yang tablet, ga ada yang sirup. Gapapa kan?" Jeno menjawab dengan serius, matanya fokus pada kertas di tangannya. "Lo yakin salah satu pasien sini ada yang maag?" Akhirnya Jeno bertanya pada Winter yang memantau mereka dengan senyum cerahnya.
"Maag itu penyakit yang banyak diderita. Kalaupun ga ada nanti kita bisa tunjuk salah satu. Toh mereka cuma harus akting megang perut. Mereka cuma gila, ga bodoh." Winter tertawa geli, sepertinya berteman dengan Giselle membuatnya tertular mulut pedas gadis itu.
Karina tertawa mendengarnya. "Gokil sih, kita punya pendongeng handal disini," candanya yang disambut tawa keras dari kedua temannya.
Mereka saat ini duduk di kursi yang ada di depan meja resepsionis. Sedang latihan script dan dipantau langsung oleh penulisnya. Meskipun sambil bercanda, mereka melakukannya dengan baik. Winter bahkan puas dan bangga sekali dengan kedua temannya.
Di sisi lain, Ningning dan Giselle tengah ada di dalam kamar para perempuan. Kamar itu cukup berantakan, terutama ranjang Giselle. Beberapa alat make up yang ia beli khusus berserakan di atas ranjang. Juga beberapa stel pakaian yang menggantung pada satu set hanger, ada di dekat ranjangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Documentary || NCT Dream X Aespa
FanfictionMereka hanya sebelas orang remaja yang berniat menyelesaikan tugas akhir dari sebuah Akademi Film, tempat mereka menuntut ilmu perfilman. Sayangnya, tugas ini sungguhan akan menjadi akhir dari segalanya. NCT Dream X Aespa Misteri ; Sedikit Horror