Chapter 01

618 57 1
                                    

- 𝓣𝓱𝓮 𝓓𝓸𝓬𝓾𝓶𝓮𝓷𝓽𝓪𝓻𝔂 -

Suara derap langkah kaki terdengar sangat cepat. Seseorang berlari tak tentu arah di sebuah lorong yang gelap. Ia seperti dikejar oleh sesuatu yang menyeramkan. Dari caranya bernapas, sudah pasti orang itu sangat panik dan ketakutan.

Sesekali ia menoleh ke belakang, berharap makhluk yang ada di belakangnya berhenti mengejar. Namun naas, ia seperti tersandung sesuatu yang tidak bisa dia lihat sebelumnya, keras dan dingin. Ia terjatuh di lantai yang kotor berdebu. Tangisnya semakin pilu saja.

"To- tolong..." suaranya sangat lirih. Sepertinya kakinya terkilir. Ia meringis menahan perih dan melihat ke belakang lagi.

Napasnya tercekat di tenggorokan. Walaupun ruangan tersebut gelap dan berkabut tebal, ia melihatnya, sesuatu tak kasat mata yang sebelumnya menghalangi langkahnya. Ialah sebuah kepala dibungkus kain putih. Wajah terbungkus itu tidak jelas, namun dua cahaya mata yang samar berhasil membangkitkan rasa takutnya.

Tidak bisa. Ia tidak bisa berdiri. Seolah ada batu besar yang menindihnya. Namun demikian, ia tetap memaksakan pergerakannya. Meski dengan merangkak sekalipun.

"Tolong, hiks." Tangannya berpegangan pada dinding lorong yang ada di samping. Tangan yang penuh dengan darah segar.

"PARK JISUNG!!!"

- 𝓣𝓱𝓮 𝓓𝓸𝓬𝓾𝓶𝓮𝓷𝓽𝓪𝓻𝔂 -

Seperti diberi sengatan listrik, Jisung tersentak kaget. Matanya memerah dan berkaca-kaca. Napasnya memburu dan keringat mengalir di pelipisnya. Ia seperti habis olahraga berjam-jam.

Nyatanya, ia baru saja terbangun dari tidur yang dibumbui mimpi buruk. Tapi entah kenapa, mimpi itu, suara perempuan minta tolong dan terisak, seperti sangat nyata. Jisung masih mengingatnya dengan jelas. Sayangnya karena lorong itu sangat gelap, Jisung tidak dapat mengenali wajah perempuan dalam mimpinya.

Ia mengedarkan mata ke segala penjuru kelas. Hampir semua orang yang masih diam di kelas, mengelilinginya. Mereka menatap Jisung dengan kebingungan.

"Kamu gapapa?" Salah satu dari mereka mendekati, menyerahkan sebotol air mineral yang masih bersegel.

Jisung mengangguk pelan, menerima botol itu. Ia menenggak setengah air mineral, membasahi tenggorokannya yang kering setelah melalui tidur siang yang panjang.

Melihat Jisung sudah berekspresi datar seperti biasa, teman-teman sekelasnya pun kembali fokus pada kegiatan mereka. Tidak peduli. Kecuali perempuan si pemilik air mineral dan seorang laki-laki dengan kamera analog yang mengalungi lehernya.

"Lo mimpi apa su? Sampai harus dipanggil kenceng kaya tadi." Lelaki itu meletakkan satu pack tisu kecil di atas meja Jisung. "Untung pita suara gue aman."

"Lupa," jawab Jisung tanpa menoleh dan segera meraih tisu itu, mengusap keringat di wajahnya.

"Udah, jangan diinget lagi. Lebih baik kita beres-beres sekarang. Mark sama Chenle pasti nungguin." Perempuan berwajah manis itu kembali ke tempat duduknya, tepat di belakang Jisung.

Sebagian murid lain sudah keluar. Ada juga yang sepertinya tidak berniat untuk beranjak, demi wi-fi gratis di kelas. Jisung pun mengemasi barang-barang miliknya. Mengenakan hoodie yang ia letakkan di sandaran kursi, kemudian menghabiskan air mineral pemberian teman sekelasnya.

The Documentary || NCT Dream X AespaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang