- 𝓣𝓱𝓮 𝓓𝓸𝓬𝓾𝓶𝓮𝓷𝓽𝓪𝓻𝔂 -
Winter keluar dari ruangan tempatnya beribadah setelah sebelumnya membereskan mukena. Ia sengaja meninggalkan mukena di tempat itu agar tidak perlu membawa ke sana kemari lagi nanti. Mengingat ia melakukan ibadah lima kali dalam sehari.
Ia terkejut ketika menemukan Park Jisung bersandar di dinding luar ruangan. Lelaki itu masih menunggunya. Sebenarnya Winter sedikit takut dengan Jisung hari ini. Ia aneh. Tatapan matanya yang tidak tertebak itu sesekali menajam, melihat ke sana kemari seolah menatap kesal seseorang.
Tanpa berkata apa-apa, Jisung menegakkan tubuhnya dan berjalan mendahului Winter. Winter hanya menggeleng pelan. Dasar, menunggu tapi kemudian meninggalkan. Untungnya lelaki itu berjalan santai, sehingga Winter tidak perlu berlari untuk mengimbangi langkah mereka.
Saat menuruni tangga menuju lantai dua, seorang petugas laki-laki dengan kain lap dan pembersih kaca di tangannya, melewati mereka. Tersenyum ramah dengan sedikit menundukkan kepala. Winter membalasnya, berbeda dengan Jisung yang tampak acuh.
"Jadi nanti kita bisa tempel kamera di sudut-sudut gitu." suara Chenle dari arah belakang terdengar semakin mendekat.
"Gue juga mau naruh di luar, buat rekam matahari terbit." Kali ini suara Jaemin yang menyahut.
Winter dan Jisung berbalik badan, menemukan Chenle dan Jaemin yang mengobrol sambil berjalan. Mereka baru saja dari lantai dasar. Tanpa bertanya, dua gelas plastik dengan kepulan asap kecil di tangan mereka sudah menjawab, keperluan kedua lelaki itu pergi ke lantai satu.
"Oh, kalian abis dari mana?" Chenle menyapa keduanya. Jarang sekali ia menemukan Winter hanya bersama Jisung. Bahkan mungkin ini pertama kalinya.
"Habis sholat maghrib di atas," jawab Winter.
Sedangkan Jisung berlalu tanpa mengucapkan apa pun. Ia masuk ke dalam kamar. Menyisakan tatapan bingung ketiga temannya. Tapi kemudian mereka memakluminya. Jisung si anti sosial yang penyendiri itu, sangat sulit diajak berkumpul-kumpul.
"Lo mau?" Jaemin menawari Winter minuman yang ada di tangannya. Kopi hitam dengan aroma yang wangi.
"Makasih, aku ga minum kopi," tolak Winter.
"Yah, gue basa-basi aja sih. Lo kan emang pantesnya minum susu formula buat balita."
Jaemin dan Chenle tertawa bersamaan. Winter melipat tangannya di dada. Pura-pura kesal meskipun ia sedikit tersinggung. Tapi tidak masalah. Ia tahu Jaemin hanya bercanda.
Suara tawa mereka sedikit menggema di lorong. Tanpa sadar sepasang mata tengah memperhatikan sampai ketiganya memasuki kamar masing-masing.
- 𝓣𝓱𝓮 𝓓𝓸𝓬𝓾𝓶𝓮𝓷𝓽𝓪𝓻𝔂 -
Tetesan embun pagi masih terlihat pada jendela kaca salah satu kamar di lantai dua bangunan itu. Sepertinya matahari masih sedikit malu untuk menyapa. Hanya sedikit sinar matahari yang tampak.
Karina memaksa tubuhnya untuk bangun. Ia melakukan peregangan seadanya. Kemudian menyadari tidak ada air putih di atas nakas. Ah ya, ini bukan kamar di rumahnya. Biasanya, saat bangun pagi nakasnya sudah tersedia nampan berisi air putih dan potongan roti atau apa pun itu untuk sarapan. Selama beberapa minggu ini, Karina harus terbiasa dengan tanpa adanya asisten rumah tangga yang menyiapkan sarapannya.
Ia melihat ke arah ranjang teman-temannya. Giselle masih tertidur pulas, dan Ningning sudah membuka matanya. Tetapi gadis itu masih tiduran dengan fokus pada ponsel. Lumrah, bangun tidur langsung bermain ponsel.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Documentary || NCT Dream X Aespa
FanfictionMereka hanya sebelas orang remaja yang berniat menyelesaikan tugas akhir dari sebuah Akademi Film, tempat mereka menuntut ilmu perfilman. Sayangnya, tugas ini sungguhan akan menjadi akhir dari segalanya. NCT Dream X Aespa Misteri ; Sedikit Horror