- 𝓣𝓱𝓮 𝓓𝓸𝓬𝓾𝓶𝓮𝓷𝓽𝓪𝓻𝔂 -
Jeno dan Karina mungkin baru pertama kali menjadi instruktur senam. Tetapi mereka tampak profesional dan sangat natural. Apalagi mereka sengaja menyiapkan LCD yang besar di depan, sehingga kedua aktor mereka tidak melakukan banyak kesalahan.
Para pasien di belakang mengikuti setiap gerakan Jeno dan Karina di depan. Meskipun kedua anak itu sesekali tertawa, sesuai arahan Mark sang sutradara, tetapi para pasien tampak tidak terganggu, dan tetap fokus senam.
Jaemin yang menanggungjawabi cover shot dari Renjun, adalah yang pertama menyadari itu. Ia memperhatikan sekitar halaman luas bangunan itu. Jisung fokus dengan boom pole mic nya, Chenle di sampingnya sedang menyiapkan clapper board untuk shot berikutnya.
Ia kemudian berpamitan pada Renjun untuk menghampiri Haechan yang terdiam bersama Giselle. "Chan, nanti colour grading dari kamera Renjun tolong dinaikin ya. Padahal kita di luar ruangan, tapi cahayanya masih kurang oke."
"Iya," jawab Haechan sekenanya.
Ia kemudian menghampiri Jeno dan Karina yang baru saja selesai dengan adegan senam pagi. Haechan menyerahkan dua botol air minum untuk keduanya.
"Wah, makasih Haechan." Karina menyambutnya dengan senang hati. Ia tengah menyeka keringat dengan tisu.
"Alright good job guys. Kalian bisa istirahat dulu." Suara Mark dari pengeras suara terdengar. "Kita pindah shot di dalam ruangan."
Dan kali ini ia hanya perlu Jaemin, Renjun selaku kameramen, dan Chenle selaku clapper board dadakan. Juga Winter yang membantu Mark memantau monitor. Dan terakhir Jisung selaku pengatur suara. Sisanya tidak diperlukan.
"Jangan biarin Haechan sendiri," peringat Mark pada Giselle.
"Siaaap, udah 99 kali lo bilang gitu ke gue!" Giselle menjawab dengan jengkel.
Mark tertawa dan menarik hidung Giselle gemas. Kemudian berlari kecil menyusul teman-temannya untuk masuk. Mereka akan mengambil rekaman kegiatan belajar para pasien itu. Sesuai jadwal, mereka akan diarahkan untuk mengembangkan kemampuan dalam keterampilan kerajinan tangan, olahraga, desain atau kegiatan seni lainnya.
"Bukan stylist gue disini, tapi baby sitter Lee Haechan!" sindir Giselle yang ia tahu mampu didengar oleh Mark.
"Habis ini Karina mau dipakein topi kan? Kalau gitu gue iket rambutnya ya?" Ningning menghampiri Giselle dan berbicara tergesa-gesa. Bahkan belum sempat Giselle menjawab, gadis itu sudah melangkah pergi ke lantai dua.
"Chan, gue mandi dulu. Ayo naik," ajak Giselle pada Haechan yang hari ini lebih banyak diam. Ia sesekali menoleh dengan tatapan was-was ke arah dapur yang tertutup.
"Lo duluan aja, gue mau berjemur di luar. Matahari pagi masih ada." Haechan berbalik badan, kembali keluar bangunan itu.
Dengan kekesalan yang semakin meningkat, Giselle berjalan menaiki tangga. Betapa sulitnya menjadi seseorang yang ada di tengah-tengah Haechan dan Mark. Di satu sisi ia harus menuruti Mark, demi kebaikan Haechan. Tapi di sisi lain, Haechan tidak memikirkan kebaikan untuk dirinya sendiri.
Giselle mendapati sosok Jeno di lantai dua, yang baru saja keluar dari kamarnya dengan rambut basah, lengkap bersama handuk di lehernya. Pemandangan ini semakin merusak mood Giselle.
Yah, para lelaki memang biasanya hanya membutuhkan kurang dari lima menit untuk mandi. Dengan celana training panjang dan tanpa atasan, Jeno melangkah acuh meskipun ia menyadari Giselle menatap tajam ke arahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Documentary || NCT Dream X Aespa
FanfictionMereka hanya sebelas orang remaja yang berniat menyelesaikan tugas akhir dari sebuah Akademi Film, tempat mereka menuntut ilmu perfilman. Sayangnya, tugas ini sungguhan akan menjadi akhir dari segalanya. NCT Dream X Aespa Misteri ; Sedikit Horror