Chapter 21

772 61 7
                                    

- 𝓣𝓱𝓮 𝓓𝓸𝓬𝓾𝓶𝓮𝓷𝓽𝓪𝓻𝔂 -

Renjun berlari secepat yang ia bisa. Bahkan melewati dua anak tangga sekaligus, ia tampak tidak masalah. Dibukanya pintu kamar mereka satu per satu, dan mengumpat pelan kemudian karena tidak menemukan Mark Lee di salah satu ruangan itu.

Ia lalu memasuki kamar ketiga, berjalan tanpa ragu ke arah ransel teman-temannya yang ada di bawah meja. Oke, sekarang ia bingung yang mana ransel Mark dan Haechan. Mereka memiliki ransel yang sama persis, hanya berbeda di gantungan kunci saja. Yang satu gantungan kuncinya adalah rantai kecil dengan salib kayu yang juga sangat kecil di ujungnya. Sedangkan yang satunya lagi, gantungan kunci boneka teddy bear mini.

Renjun membongkar asal ransel bergantungan kunci teddy bear. Dan isinya cukup berantakan, sudah pasti punya Lee Haechan. Karena itulah Renjun mengabaikannya, yang ia cari adalah ransel milik Mark.

Menurut Giselle yang datang bersama Jisung dengan Haechan di punggungnya, inhaler milik Haechan ada di dalam ransel Mark. Dan Renjun ditugaskan untuk mencari benda itu, sekaligus sang pemilik ransel yang saat ini mencari sepupunya entah ke mana. Ia tidak tahu keadaan sepupunya bagaimana saat ini.

Oh, kalau saja Mark tahu, lantai bangunan itu mungkin akan bergetar saking kencangnya langkah kaki Mark berlari. Sebenarnya, Renjun dan rekannya yang lain juga baru tahu kondisi kesehatan Haechan. Hanya Giselle yang tahu, itu pun tidak ia jelaskan secara terperinci.

Meskipun begitu, hanya dua kata dari mulut Giselle yang panik, mengatakan bahwa "asmanya kambuh", itu sudah menggemparkan mereka.

Renjun berlari keluar kamar tanpa ingat untuk menutup pintunya. Dengan mengabaikan tatapan heran dua orang petugas yang ada di lorong, Renjun menaiki tangga lantai tiga, tergesa-gesa. Naas, ia kehilangan keseimbangan dan terjatuh di anak tangga.

Tentunya Renjun merasakan sakit, terutama bagian lututnya. Tetapi, lelaki itu memilih untuk mengabaikan denyutan nyeri pada kakinya, dan bersiap untuk bangkit berdiri, menyerahkan inhaler di tangannya yang akan membantu Haechan mengatasi penyakit asmanya.

"Eh?!" Renjun melebarkan matanya, kemudian menelan ludah susah payah.

Ia masih berlutut di anak tangga, dan tidak berani mendongak apa lagi bangkit berdiri. Sebab di hadapannya, tepat di depan matanya yang menunduk, Renjun dapat melihat sepasang kaki.

Benar-benar kaki. Penuh luka dan memar, membiru, dan dihinggapi lalat. Renjun menahan napas, sekaligus menahan rasa ingin buang air kecil yang tiba-tiba berotasi di sekitarnya. Sebulir keringat dapat ia rasakan mengaliri lehernya.

Demi Tuhan. Renjun tidak hanya melihat kaki yang kotor dan busuk, tetapi juga helaian kain yang menutupi sebagian besar anggota tubuh itu. Seseorang tengah berdiri di hadapannya, seseorang yang mengenakan bawahan sarung batik, sarung batik yang mirip seperti yang diceritakan oleh sang kekasih via ponsel.

Renjun mengatur napas, berusaha tetap tenang selayaknya sesosok makhluk yang hanya berdiam tanpa ingin pergi dari hadapannya. Ia berusaha menjernihkan pikiran dan mengesampingkan rasa takut.

"Ayo, baca baca, g*blok!" Renjun memaki diri sendiri di dalam hati. "Karaniya metta sutta.. Apa ya... "Ketakutan sekarang menguasainya.

Ia memejamkan mata erat, sialnya ia lupa ayat tersebut.

"Si-siapa pun kamu.. saya engga mau mengganggu. Kalaupun saya ada salah disini, saya meminta maaf. Tolong pergi." Renjun membuka mata, dan kaki itu belum juga hilang, hanya seekor lalat yang terbang sebentar kemudian kembali hinggap. "Saya memang ga tau penderitaan kamu. Tapi saya janji, akan melakukan pelimpahan jasa atas nama arwah disini, saya akan melimpahkan pahala dari kebajikan yang dilakukan nanti untuk semuanya, supaya kamu dan yang lain bisa tenang di perjalanan menuju ke Surga.."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 04 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Documentary || NCT Dream X AespaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang