Chapter 18

298 42 1
                                    

- 𝓣𝓱𝓮 𝓓𝓸𝓬𝓾𝓶𝓮𝓷𝓽𝓪𝓻𝔂 -

Karina membalut tangan Jisung dengan kasa yang diambil diam-diam oleh Renjun dan Chenle sebelumnya. Ia meringis melihat Jisung mengernyit, baru merasakan perih setelah cukup lama luka itu menghiasi tangannya. "Lo harus kidal buat sementara waktu," titah Karina.

Jisung hanya mengangguk. Ia kembali memejamkan mata, dan mengistirahatkan tubuhnya. Seperti biasa, tenaganya selalu terkuras jika habis berkomunikasi dengan makhluk ghaib. Dan malam ini, jin terkuat yang pernah ia temui, sudah dapat menyebabkan luka di telapak tangan kanannya.

"Aku lagi bacain komposisi shampoo punya Giselle di depan wastafel. Terus tiba-tiba dia selesai mandi, dan cepet-cepet pakai bathrobe. Tapi bukannya nyamperin aku, dia malah menghentak-hentakkan kakinya. Terus kaya silat gitu.. hiks." Winter masih bercerita dengan di kelilingi teman-temannya. Ia sempat terisak dan Ningning segera sigap menenangkan gadis itu.

"Aku teriak pas dia senyum lebar ke arah aku. Aku udah tau dia pasti dirasuki. Tapi dia balas teriak dan lampu kamar mandi tiba-tiba mati. Aku langsung geser pintu kaca di bilik shower dan kaca itu yang menghalangi. Dia hampir lari ke arah aku sambil mau cekek, hiks. Ku pikir dia udah sadar pas mulai tenang. Dia nangis, terus kubuka pintu bilik shower tapi dia malah lempar botol shampoo yang sebelumnya ku pegang, ke cermin. Aku langsung lari ke pintu dan dia lari ke ujung bilik shower. Dia kaya marah gitu sambil matanya liat ke atas. Dan untungnya kalian bisa dobrak pintunya yang ga bisa dibuka juga dari dalam.."

Semuanya mendesah frustasi. Merasa tidak enak karena Winter harus mengalami hal seperti ini, dua kali dalam dua hari. Mentalnya mungkin mulai terguncang dan ia tengah menstruasi. Dalam kepercayaannya, jika perempuan menstruasi terdapat batasan dalam melafalkan ayat-ayat suci dan beribadah, yang mana itu lah salah satu upaya melindungi diri dari mereka yang ghaib.

"Winter, maaf..." di ranjang lain, Giselle yang menangis di pelukan Haechan akhirnya buka suara. Ia sudah sadar beberapa menit yang lalu, dan langsung meraung memeluk Haechan. "Maaf..."

Mark yang juga ada di sampingnya, hanya bisa mengelus pundak gadis itu. Tidak ada yang bisa disalahkan diantara mereka. Keduanya tentu sama-sama tidak ingin hal ini terjadi.

"Mending sekarang kalian istirahat, tidur. Urusan kaca kamar mandi biar gue yang ngomongin ke petugas." Chenle pun membubarkan teman-temannya yang semula berkerumun.

"Makan dulu Gie," ajak Haechan pada Giselle yang memang belum menyentuh makan malamnya sama sekali. "Mark, suapin."

Mark berdecak saat Haechan memberi isyarat. Ia ingin menanyakan banyak hal pada Jisung dan dilema harus lebih dulu yang mana. Menenangkan Giselle atau menanyakan pada Jisung. Namun rupanya Haechan membantunya untuk memilih opsi pertama.

"Ngomong-ngomong petugas.. apa mereka ga denger ya suara ribut-ribut kita di sini?"

Tiba-tiba ucapan Renjun menimbulkan ribuan tanda tanya di benak masing-masing dari mereka. Karena memang patut dipertanyakan. Benar, seperti mustahil para petugas tidak menyadari kejadian-kejadian yang menimpa mereka. Bahkan juga tidak ada pertanyaan saat setiap kali waktu makan, selalu ada tiga orang yang lebih dulu menjemput troli. Entah para petugas memang tidak curiga, atau berpura-pura tidak menyadari apa-apa.

"Bodoamat lah, yang penting sekarang udah aman," tanggapan Jaemin yang memang khas Na Jaemin sekali. "Kaya nya harus ada yang jaga malam lagi deh," sambungnya kemudian.

The Documentary || NCT Dream X AespaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang