Chapter 10

337 46 0
                                    

- 𝓣𝓱𝓮 𝓓𝓸𝓬𝓾𝓶𝓮𝓷𝓽𝓪𝓻𝔂 -

Sebanyak empat batang lilin aroma terapi dinyalakan, kemudian diletakkan di masing-masing nakas kamar itu. Kamar milik para perempuan sedang kedatangan sukarelawan yang tadi mengantar mereka dari kamar sebelah, setelah Chenle membubarkan mereka karena suasana yang berubah.

Jeno dan Jaemin bertukar pandang, memastikan tugas mereka telah selesai. Meskipun mereka tahu keempat gadis itu tidak tidur, tetapi setidaknya mereka tidak bergumam ketakutan lagi. Mereka larut dalam pikiran masing-masing, memaksa tidur dan melawan perasaan takut yang kadang mencuat di benak mereka.

"Lilin ini bisa nenangin kalian. Jangan mikir aneh-aneh, istirahat aja," perkataan Jeno yang mabuknya sudah semakin menghilang itu tidak disahuti sama sekali. Hanya Winter yang mengangguk pelan sebagai tanda terima kasih.

Jeno kemudian berjalan dengan ringisan pelan karena pusing, menuju pintu yang sedari tadi terbuka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jeno kemudian berjalan dengan ringisan pelan karena pusing, menuju pintu yang sedari tadi terbuka. Jaemin menyusulnya tanpa berucap apa pun. Menghampiri sakelar lampu agar teman-temannya bisa tidur tenang dengan hanya lampu di atas keempat nakas yang menyala.

"Jangan!" Tapi suara bergetar Karina menahan pergerakan Jaemin, tepat sebelum ia menekan sakelar lampu. Jaemin menoleh ke arah gadis itu, sepertinya ia yang paling jelas terlihat ketakutannya. "Lampunya nyalain aja."

Melihat teman-temannya yang lain tidak protes, bahkan Giselle, Jaemin mengangguk. Ia mendekati Jeno yang sudah menunggunya di depan pintu.

"Kalau ada apa-apa panggil kita aja," kata Jaemin sebelum menutup pintu kamar mereka.

Ia dan Jeno kemudian menuju kamar masing-masing. Jaemin sempat memeriksa keadaan kamar Chenle, Jeno dan Renjun. Sepertinya Jisung dan Chenle sudah membereskan sampah yang sebelumnya berserakan. Sekarang tinggal istirahat, meskipun akan sedikit sulit. Tetapi Jaemin sudah lega setelah memastikan Renjun tidak pucat pasi lagi seperti sebelumnya.

Namun tampaknya belum habis. Saat memasuki kamarnya, Jaemin menemukan satu ranjang kosong. Mark harus tiduran di atas ranjang Haechan kali ini, menemani anak itu yang entah kenapa menjadi yang paling syok diantara mereka.

Jaemin memberi kode melalui gerakan kepala pada Mark, namun Mark mengangkat telapak tangannya, memberi isyarat agar Jaemin menunggu. Ia melirik sepupunya yang memeluk erat lengan kirinya. Ranjang itu seharusnya hanya untuk satu orang, tetapi Haechan terlihat tidak masalah karena Mark juga tidak terlalu besar untuk menemaninya malam itu.

"Belum tidur?"

Haechan bahkan tidak berani menutup matanya. Jika ia memejamkan mata sebentar saja, bayangan rekaman kamera yang mengarah ke pintu dapur, selalu terlintas di kepalanya. Sejujurnya ia sedikit trauma, padahal hanya dari kamera.

The Documentary || NCT Dream X AespaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang