Chapter 17

296 48 0
                                    

- 𝓣𝓱𝓮 𝓓𝓸𝓬𝓾𝓶𝓮𝓷𝓽𝓪𝓻𝔂 -

"Stand by.. slate in!" Suara Mark yang sedang berada di puncak fokusnya pun terdengar lantang. "Audio!"

"Speed," sahut Jisung dengan suara beratnya.

"Slate 318, scene 12, shot 2, take 1." Chenle sudah siap dengan clapper board yang clap nya terbuka, menandakan mereka akan merekam beserta sound original juga.

"Camera!"

"Roll," balas Jaemin yang berhadapan dengan kameranya.

"Action!" Aba-aba Mark diiringi dengan suara benturan sesama kayu, clapper board di tangan Chenle.

Chenle kemudian berlari ke sudut kamar salah satu pasien ibu-ibu, yang hanya tiduran di atas ranjang kecilnya, sambil memejamkan mata.

Karina dan Jeno masuk ke frame dengan membawa satu troli, yang bagian atasnya sudah kosong, pertanda seolah-olah mereka telah mengantarkan makanan ke kamar yang lain. Jeno meraih satu nampan dan meletakkannya ke atas nakas yang ada di samping ranjang.

"Cue!"

"Bu.. sarapannya udah sampai." Karina tersenyum mendekati pasien yang sudah di briefing susah payah itu. Pasalnya si ibu-ibu ini selalu terlihat bergetar seperti menggigil kedinginan.

"M- makasih.. hehehe..." jawab ibu-ibu itu tanpa bangkit dari rebahannya, dengan tawa kecil di akhir.

Mark menepuk dahinya dengan mata terpejam, tetapi kemudian Winter yang berdiri di sampingnya, memberi isyarat jempol padanya. Winter sepertinya tidak masalah, ini wajar karena yang mereka hadapi adalah pasien dengan gangguan kejiwaan. Tampak sangat natural di matanya.

Winter kemudian berkutat dengan pena dan kertas di tangannya. Ia menghampiri Chenle dan mereka berdiskusi tentang scene berikutnya, yang akan direkam sore nanti. Winter memang bertanggung jawab dalam mengurusi pencatatan adegan mana yang sudah direkam, atau akan direkam, namun masih di bawah pengawasan Mark. Winter hanya bertugas untuk menyampaikannya kepada Chenle yang kemudian menuliskan informasi adegan pada clapper board.

"Mark, gue barusan selesai baca naskahnya. Lo beneran mau improv adegan kebakaran itu?"

Mark yang tadinya fokus dengan ponsel, terkekeh mendapati Haechan yang sudah menunggunya di lorong lantai 3, setelah mereka menyelesaikan beberapa shot sebelumnya. "Iya. Itu kan highlight nya. Cuma kita bedain sama cerita aslinya. Di sini kan ceritanya ada Jeno sama Karina yang lagi buat penelitian, jadi dari sudut pandang mereka."

Haechan mengangguk paham. "Kalo gitu pakai CGI kan?"

"Absolutely. Gue berani ambil itu karna gue tau lo bisa." Mark menepuk pundak Haechan. "Jangan terlalu dipikirin. Dan inget, kalau ada apa-apa bilang. Gue ga tau apa yang lo rasain disini sampai-sampai baru sekarang bisa reading full script."

Haechan kemudian menyingkirkan tangan Mark dari pundaknya. Ia tidak ingin melanjutkan obrolan ini. Haechan tidak ingin Mark mengetahui detail mimpi-mimpi menyeramkan yang menimpanya itu.

Mark hanya diam saat sepupunya berlalu pergi tanpa mengucapkan apa pun. Diperhatikannya Haechan yang punggungnya semakin menjauh hingga hilang saat menuruni tangga menuju lantai dua.

The Documentary || NCT Dream X AespaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang