3. Perpisahan Dengan Afyla

9.9K 429 8
                                    

Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta.


Mereka mengantarkan berangkatnya Afyla ke San Francisco untuk hari ini. 

"Kabari aku kalau sudah sampai." Pria itu memohon kepada istrinya yang amat dia cintai. Peneman terbaiknya untuk saat ini.

Rosiana adalah wanita kedua yang dipilihkan langsung oleh Afyla hanya karena pemuas nafsu semata. Andai saja orangtuanya tahu bahwa dia menikah lagi. Tentu saja Aaron akan dicibir habis-habisan oleh orangtuanya karena menikah dengan dua wanita sekaligus saat permasalahan soal anak belum terselesaikan.

Tatapannya Afyla juga terlihat teduh. Wanita itu selalu saja mengabarinya. Aaron yang memegang kedua tangan istrinya. "Aku berangkat, ya."

"Beneran harus kabari aku kalau udah sampai."

"Ya, Mas. Aku pasti kabari kok."

Aaron menarik wanita itu tidak ragu menciumnya di depan umum. Saking sayangnya kepada Afyla karena tidak mau kehilangan juga.

"Hehehe, tuh inget di belakang juga ada istri."

Aaron sampai lupa soal itu karena di sini dia akan berpisah dengan istrinya. Satu tahun, ke Fransisco. "Aku pasti nyusulin kamu, Afy."

"Boleh, kabari aku kalau kamu ke sana, ya. Aku pasti senang sekali dikunjungi kamu."

"Ya, kamu hati-hati, sayang."

Afyla pergi dengan tiga orang lainnya yang menemani selama perjalanan ke sana. Kepergian Afyla memang sangat berat bagi Aaron. Meskipun ini bukan pertama kalinya. Tapi istrinya dikenal oleh dunia bahwa dia adalah model untuk fashion ternama. Pulang mengajak istri keduanya ke rumah yang ditempati oleh Rosiana.

Tahu jika istrinya adalah wanita yang cerdas, tahu juga kalau Rosiana hidup di sana hanya menumpang. Tapi bukan berarti dijadikan pelampiasan semata.

"Ochi, hari ini Mama ke rumah."

"Terus?"

"Aku bingung harus jelasin ke Mama kayak gimana lagi soal kakak kamu. Aku pernah program hamil sama dia. Tapi pas mau dilaksanakan, dia sibuk. Orangtuaku selalu bertanya kepadaku."

 "Kak Afy pernah diajak ke dokter kandungan untuk ikut program apa gitu?"

"Sering, dikasih jalan pintas ini. Pas mau pelaksanaan dia sibuk. Terus yang bikin aku patah semangat ada beberapa."

Rosiana meliriknya ketika mereka sedang ada di dalam mobil sekarang. Masih menunggu beberapa menit sampai waktu itu kemudian tiba. Lalu dia wanita itu berkata. "Apa?"

"Tiga surat pernyataan tidak bisa memiliki anak, Ochi. Kadang aku ketawa sama diri sendiri. Kenapa nafsu ada kalau emang nggak bisa punya anak. Kadang ngeluh juga kenapa harus ada ini itu semuanya kalau aku nggak bisa punya anak. Beruntungnya Afy selalu ngasih semangat. Tiap dia telat datang bulan, dia selalu beli test pack dengan harapan bahwa dia hamil. Nggak lama kemudian, dia datang bulan setelah cek. Aku ngasih harapan dia dia juga soalnya."

Dia tidak ragu cerita kepada Rosiana karena memang dekat dengan wanita ini sebelum menikah bahkan sampai menikah dengan Afyla pun mereka tetap dekat. Tapi Aaron tetap merasa diri asing setelah dia menikahi wanita ini juga. "Aku pernah dengar kak Afy juga cerita pengen punya anak, Kak."

"Alasan dia pergi ke luar negeri itu ada beberapa. Salah satunya karena dia mau menghindar dari pertanyaan teman-temannya. Orang yang datang ke acara pernikahan kami rata-rata sudah gendong anak semua. Tapi kalau dia ditanya, pasti bakalan diam. Dia sering curhat. Apalagi kalau kami pergi ke sebuah acara gitu misal. Dia gendong anak temanku, pasti ditanya dia kapan punya. Apa itu nggak menyakitkan?"

"Aku nggak akan komentar, Kak. Tapi semoga kakak sama Kak Afy juga bisa diberikan ketabahan biar rumah tangganya berjalan dengan lancar."

"Ochi, tahu kan kamu aku nikahi karena apa?"

Wanita di sebelahnya mengatakan iya.

Meskipun hati kecilnya Aaron sakit sekali mengetahui hal itu terjadi pada Afyla. Tapi karena Afyla yang meminta ini hanya sementara. Aaron yang mencintai istrinya dengan sangat, tidak mau kalau menikah lagi dengan wanita mana pun sampai dipilihkan Rosiana untuknya.

"Ochi, gimana tanggapan kamu?" tanya Aaron pada wanita itu dengan sangat pelan.

 "Maksudku, apa setelah satu tahun nanti kamu akan membenciku? Kita sudah saling kenal sejak lama. Kamu aku anggap adik ipar yang paling baik. Tapi terjebak dengan pernikahan seperti ini ... maksudku tentang kita tidur bersama."

Aaron sampai gugup mengatakannya. Karena walaupun dia hindari, itu pasti akan terjadi kalau dia akan menyentuh Rosiana. Mau dihindari atau tidak, namanya suami istri pasti akan saling menyentuh satu sama lain. Yang akan terjadi itu juga sudah pasti kalau mereka berdua akan melakukannya. Aaron tidak munafik, tubuhnya Rosiana yang terlihat menggoda sekali. Dia juga sangat cantik, jauh lebih cantik dibandingkan dengan Afyla. Aaron mengakui akan hal itu.

Sampai di rumah yang diberikan untuk istri keduanya. Aaron yang sudah ada di dalam rumah itu dan sedang disiapkan minuman oleh istrinya waktu Aaron mengikuti sampai dapur. Wanita itu dari belakang pun tetap terlihat cantik. "Ochi, aku mau bilang sesuatu." Ujarnya ketika Rosiana sedang menuangkan es batu ke dalam gelas jus yang dibuatkan itu.

Wanita yang kemudian menyibakkan rambutnya ke belakang telinga setelah menyerahkan minuman kepada Aaron duduk di seberang dengan Aaron. "Aku mau ngomong sama Mama kalau kita menikah."

"Kakak tahu risiko, kan?"

"Hmm, jelas tahu."

"Lalu kenapa nekat?"

Aaron tidak ingin kalau mamanya nanti salah sangka dia kumpul kebo dengan seorang wanita kalau Afyla pergi. "Mau bilang sama Mama aja kalau kita ini sudah menikah. Biar nggak dikira kumpul kebo, Ochi. Mama lambat laun juga bakalan tahu. Lebih baik ngaku daripada nggak sama sekali."

"Terus alasan kakak apa nanti kalau mau ngaku? Kakak nggak selamanya nikah sama aku." Aaron diam, benar juga yang dikatakan oleh Rosiana kalau mereka berdua menikah hanya sesaat saja. Tidak untuk selamanya. Maka dari itu dia harus bisa untuk mengerti dengan situasi seperti ini.

Rosiana ada benarnya juga mengatakan hal barusan kalau dia tidak boleh gegabah mengambil keputusan.

"Intinya aku mau jujur aja, Ochi. Nggak bisa bohong sama Mama. Apa pun yang terjadi, Mama adalah Mama. Maka aku harus ngomong jujur kita suami istri. Dan kita bakalan tinggal bareng, tidur bareng ... satu lagi ... hubungan suami istri."

Rosiana diam. "Kita tunggu kabar baik-baik saja dari Afyla. Kita lakuin itu, Ochi. Kamu istriku." Dan benar saja ucapan itu mencelus begitu saja dari mulutnya Aaron kalau dia ingin menyentuh Rosiana.

Istrinya diam, tidak mengatakan kata-kata sepatah pun.

"Ochi, kamu nggak mau?"

"Bukan begitu."

"Terus?"

"Datang bulan."

Aaron diam, sesaat kemudian istrinya bertanya. "Kak, berapa jam Jakarta ke San Francisco?"

"Tergantung, tapi biasanya lebih dari dua puluh jam."

"Berarti nunggu kabarnya besok aja ya?"

"Ya. Ochi, kalau kita berhubungan, apa kamu siap?"

Rosiana mengangguk. "Aku istrinya kakak juga."

"Kamu jangan khawatir, kamu sudah tahu sendiri aku nggak bisa kasih anak."

"Jangan bilang begitu, yang nentuin bukan manusia. Sekalipun dokter bilang kakak nggak bisa punya anak. Kalau takdir kakak berbeda gimana?"

"Nggak usah dipikirkan, tergantung nanti. Kamu mau program atau gimana. Kalau Afy nggak mau program, aku pilih kamu. Tapi tunggu persetujuan Afy dulu. Soalnya kan ini sementara."

"Kakak beneran mau nikah sementara?"

"Sebenarnya nggak, Ochi. Mauku selamanya. Entah sama kamu dan Afyla. Tapi aku nggak bisa kekang kamu, aku mencintai Afyla. Kalau ada pria yang dekati kamu. Bilang kamu nggak punya suami, aku nggak apa-apa. Bisa lepasin kamu kalau kamu temukan kebahagiaan nantinya." Aaron berkata seperti itu karena kasihan juga kalau Rosiana memenuhi nafsunya Aaron saja.

Pilihan Kedua (21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang