24. Berpisah sakit, bersama lebih menyakitkan

3.6K 242 13
                                    

Rosiana duduk di pinggir kolam sambil membaca buku. Pikirannya menuju kedua orangtuanya yang sudah lama meninggal. Melahirkan tanpa ditemani oleh orangtua, bahkan ketika dia menikah pun orangtuanya sudah tidak ada. Begitu banyak yang ingin Rosiana ceritakan. Dunia yang terasa berhenti begitu saja mendapati hidupnya yang berantakan.

Banyak cerita duka yang ingin Rosiana bagi. Hidupnya tidak baik-baik saja semenjak orangtuanya meninggal. Banyak kisah yang membuat dia harus berusaha kuat meskipun ditempa berkali-kali. Disalahkan oleh orang yang selama ini mengasuhnya. Hidup di dalam keluarga yang terus menyalahkannya sampai sekarang semenjak menikah dengan Aaron.

Padahal dari awal dia telah menolak pernikahan ini terjadi. Tapi sekarang justru semua orang menyalahkannya. Meminta agar Aaron kembali pada Afyla seperti dulu lagi. Rosiana disalahkan karena Afyla yang seperti ini.

Dari dulu, Rosiana menganggap kalau dia akan memberikan anak saja kepada Aaron lalu akan diceraikan.

Sekarang pikiran itu lewat kembali.

Semakin hari dia disalahkan dan dianggap wanita murahan karena tidak mendengar ucapan dari keluarga itu. Sedangkan dia memiliki mertua yang selalu mendukungnya. Dalam hal apa pun jelas kalau Rosiana kalah dari Afyla. Wanita itu pintar dan berprestasi, sementara Rosiana hidup dari dulu ditanggung oleh Aaron.

Mungkin benar, kalau dia akan pergi meninggalkan suaminya begitu dia melahirkan nanti. Memberikan anak seperti yang diminta oleh keluarga suaminya. Merasa nyaman saat ada di sisi suaminya. Tapi merasa hancur ketika ada orang lain yang berusaha untuk membuat dia tersingkir dari keluarga itu.

Ia juga tahu kalau Aaron tak banyak menuntut, tidak ada yang perlu dikhawatirkan lagi. Akan tetapi bagaimana dengan pihak keluarganya Afyla yang terus menyudutkan Rosiana.

Memiliki rumah mewah dan juga nyaman, tapi hatinya yang tidak tenang saat ada di sini.

Tak banyak yang Aaron mau selama dia menikah. Melayani suaminya, apa pun kebutuhan pria itu. Menyiapkan setelan kerja untuk suaminya. Sarapan dan juga melayani suaminya di ranjang. Mungkin dia akan dianggap sebagai wanita yang murahan. Pernah tidur dengan sepupunya sendiri.

Rosiana terkejut ketika melihat piring di depan wajahnya dan lengan kekar itu dia perhatikan. Saat dia menoleh, Aaron di sebelahnya. "Kenapa bengong di sini?"

Seketika dia menutup buku dan tersenyum saat mengambil makanan itu dari suaminya. Aaron duduk di sebelahnya dan menyentuh perutnya. Pria itu manis, Rosiana tidak munafik kalau dia jatuh cinta dengan suaminya. "Aku cuman santai aja."

"Aku beliin sus buah kesukaan kamu. Jangan banyak bengong! Kasihan twins kalau mamanya sedih."

Ia hanya berdoa agar diberikan kesehatan dan bisa melahirkan dengan normal meskipun mengandung dua anak sekarang ini. Dia memakan apa yang dibawakan oleh suaminya tadi. "Mas kenapa cepat banget pulangnya?"

"Nggak apa-apa, tadi cuman ingat kalau kamu pengen makan ini. Jadi langsung cariin dan pulang."

Dia tersenyum, makan dengan pelan. Walaupun sebenarya ada yang mengganggu pikirannya. Tapi Rosiana tetap merasa kalau suaminya selalu setia di sisinya.

Aaron mencium pipinya. "Aku selalu kangen sama kamu."

Dia menahan tangis saat pria itu memperlakukannya dengan manis. Dia menyandarkan tubuhnya di kursi tempatnya santai sekarang. Sambil membiarkan Aaron menyentuh perutnya. Bagi Aaron, bayi di dalam kandungan Rosiana adalah hasil cinta mereka berdua yang kuat. Memiliki perasaan yang sama-sama saing cinta sampai membuat Rosiana itu hamil.

"Jangan melihatku dengan tatapan kosong seperti itu, Ochi. Aku sudah berusaha untuk jadi suami yang ada di sisimu setiap hari."

Dia terkejut saat suaminya berkata demikian tapi tidak menatapnya. "Mas."

"Aku tahu kamu selalu saja berpikiran yang buruk. Akhir-akhir ini kamu banyak diam. Mama sering tanyain kondisi kamu. Semenjak kamu memintaku untuk kembali ke Afyla. Di saat itu juga aku sadar. Kalau perilakumu selama ini berubah. Aku pikir kita sudah sama-sama saling mengerti. Tubuh kita bisa saja menyatu, tapi tidak dengan hatimu."

"Tapi aku nggak bisa begini, Mas."

"Apa yang kamu pikirkan? Aku hanya ingin di sisimu sampai kapan pun. Waktu itu, dia meminta kita untuk menjalin hubungan. Setelah aku tahu dia yang berkhianat saat kami masih bersama. Itu tidak bisa diberikan maaf lagi. Tidak ada yang salah dengan jatuh cinta kita. Kamu tidak pernah merebutku dari siapa pun. Yang salah adalah dia, menyatukan kita saat kita tidak sama-sama siap. Tapi begitu aku sadar, kalau kamu yang mencintaiku. Aku ingin berjuang untuk kamu. Memang aku pernah mencintai orang terdekatmu. Bukan berarti kamu terus merasa bersalah. Andai bukan dia yang berkhianat, aku tidak mungkin di sisimu. Bahkan semua orang telah menjadi saksi kalau yang menginginkan ini terjadi adalah dia."

Rosiana menyentuh pipi suaminya ketika Aaron menatapnya dan mengatakan hal seperti itu. "Rasanya sakit."

"Kalau kamu menganggap bahwa hubungan kita ini tidak akan berjalan dengan baik, aku bisa apa? Kalau bertahan saja kamu tidak bisa, apalagi alasanmu tidak mau mempertahankanku adalah karena orang yang pernah ada di masa laluku adalah orang terdekatmu sendiri."

"Aku bisa berbagi, Mas. Aku capek, mungkin waktu itu aku selalu berpikir bahwa aku menang. Aku pernah egois dan mengatakan kalau aku adalah orang yang jatuh cinta denganmu. Tapi tidak lama kemudian, aku merasa kalau akhirnya aku sadar bahwa aku tidak bisa memilikimu, Mas."

"Andai semudah itu melepas seperti yang kamu katakan. Aku sudah melepaskanmu dari awal. Karena berjuang sendirian juga tidak akan ada gunanya."

Keadaan menjadi hening. Rosiana hanya bisa terdiam mendengar ucapan dari suaminya. Pria itu tidak lagi menyentuh perutnya. Tapi hanya menatap Rosiana dengan intens.

Dia berulang kali mendengar kata yang baik dari suaminya. Tapi tidak ada satu pun kalimat yang membuat Rosiana bisa bertahan untuk berada di sisi suaminya. "Kalau kamu memang ingin pergi setelah ini. Aku persilakan, tapi jangan berharap aku akan melihatmu lagi, Rosiana."

"Mas?"

"Aku akan menemanimu sampai melahirkan. Mulai hari ini, kita tidak perlu lagi bertegur sapa. Aku hanya akan memantau kehamilanmu. Setelah melahirkan, tinggalkan bayi itu di sini. Kamu boleh pergi semaumu. Aku tidak akan jatuh cinta lagi dengan siapa pun. Andai aku tahu kamu yang paling menyakitkan, Rosiana. Aku pastikan tidak akan mau untuk menuruti keinginan Afyla. Aku pasti memilih hidup sendirian."

Rosiana berusaha menelan salivanya ketika dia berusaha untuk mengatakan sesuatu. Tapi rasanya tercekat di tenggorokan. Sakit sekali mendengar ucapan dari Aaron mengenai hubungan mereka.

"Kamu tinggal saja di sini. Aku akan tinggal sama Mama. Terserah tentang apa maumu, Ochi. Aku menyerah mempertahankanmu."

Aaron berdiri, tapi Rosiana tidak bisa berkata apa-apa. biasanya saat marah, Aaron akan teriak-teriak. Tapi kali ini, Aaron berkata dengan lembut. Tapi itu membuat Rosiana langsung menderita dengan kalimatnya. Memang tidak banyak yang bisa dilakukan oleh Rosiana saat ini.

Dia ke kamar dan melihat suaminya berkemas. Dia akan ditinggalkan oleh suaminya.

Pakaiannya dimasukkan ke dalam koper. Lalu saat pria itu menutupnya. Rosiana menatap suaminya dengan sedih. "Baik-baik di sini, ya!"

Rosiana menggigit bibir bawahnya. Baru saja dia merasa bahagia dibawakan makanan oleh Aaron. Tapi sekarang justru akan ditinggalkan. Salahnya juga yang tidak bisa menenangkan hati suaminya.

"Aku nggak bisa bertahan untuk orang yang nggak mau diperjuangkan. Kalau di dalam pikiranmu saja masih terlintas tentang berpisah itu sakit. Tapi bersama jauh lebih menyakitkan. Aku pastikan hubungan kita tidak akan berjalan dengan baik sekalipun aku berjuang."



Kira-kira kalau kalian di posisi Rosiana yang terus disalahkan dan merasa tertekan, apa yang kalian lakukan? 

Pilihan Kedua (21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang