Aaron baru akan kembali lagi ke rumah sakit pagi harinya. Dia di luar bersama dengan anak buahnya. bahkan tidur di mobil karena harus mengobati lukanya setelah memukul El. Tangannya sampai ikut terluka. Rosiana akan khawatir melihat itu.
Dia juga meminta kepada anak buahnya untuk mencari keberadaan teman-temannya El. Sebab dia masih tidak terima perlakuan pria itu yang terus melakukan teror terhadap Rosiana. Pengakuan istrinya memang mengejutkan bagi Aaron. Sebab selama ini, Rosiana yang tidak pernah terbuka dengannya mengenai teror gila itu.
Semenjak dia tahu kalau pelaku utama adalah keluarga besarnya Afyla. Dia pasti akan membela Rosiana apa pun yang terjadi. Benar kata orangtuanya juga, bahwa Rosiana punya ketakutan tersendiri yang tidak diceritakan.
Dia pulang untuk mandi, dan membersihkan lukanya lagi. Kemudian sarapan dan kembali ke rumah sakit. Bibi juga masih di sana menjaga Rosiana. Memang ini agak keterlaluan baginya. Melihat istrinya yang hamil, tapi sudah disiksa dengan mental yang luar biasa.
Sampai di rumah sakit, dia memerintahkan asistennya untuk pulang istirahat. Tidak perlu mengerjakan pekerjaan rumah lagi karena semalaman telah menjaga Rosiana.
Pria itu sedang melihat istrinya sarapan. Dia menghampiri Rosiana dan duduk di sebelah wanita itu. "Udah baikan?"
Rosiana mengangguk sambil makan. "Mas kenapa nggak ke sini semalam?"
"Aku ada pekerjaan."
"Tapi pergi begitu aku cerita."
Dia menyentuh tangan istrinya. "Udah, kamu lanjut makan saja!"
Tangan Rosiana terasa dingin, Aaron mencium punggung tangan istrinya. Sebesar itu cintanya pada wanita yang sedang duduk di brankar, dengan perut yang sangat besar. Sebentar lagi akan melahirkan. Rosiana ditatapnya dengan iba.
Ada perasaan bersalah sekaligus tidak ingin kehilangan wanita ini. Aaron menyayanginya sepenuh hati. Tidak mau kalau pernikahannya berakhir dengan Rosiana. Walaupun awalnya dia anggap kalau Rosiana akan jadi pemuas nafsu. Tapi ternyata perasaan itu tumbuh menjadi kuat. Aaron tulus menyayangi wanita ini. Rasa cintanya tumbuh karena diperlakukan layaknya suami pada umumnya.
"Kenapa tangan kamu dibungkus perban?" tanya Rosiana sambil menyentuh tangan pria itu.
Dia hanya tersenyum. "Mama bentar lagi pasti datang."
"Mas, aku tanya kenapa tangan kamu di perban?"
Aaron kemudian berani mengakui itu. "Aku hampiri El sama keluarganya."
"Kenapa Mas lakukan itu?"
"Kamu istriku, aku berhak membela kamu. Apa pun yang terjadi sama kamu, harus aku bela. Tidak ada celah bagi kamu untuk disakiti. Aku nggak sudi lihat kamu diperlakukan seperti itu."
"Tapi kan aku nggak apa-apa, Mas?"
Tidak apa-apa bagaimana? Sedangkan Aaron setengah gila menghadapi istrinya yang dengan perasaan tidak keruan seperti itu. Setiap kali mereka bertemu, Rosiana selalu bahas perceraian. Sedangkan Aaron merasa perceraian adalah hal yang menjijikkan. Dia tahu Rosiana pernah tersentuh, bukan wanita suci lagi. Tapi tidak seharusnya wanita itu terus membahas dirinya yang tidak pantas dicintai. Sedangkan Aaron bisa terima itu semua. Dia menyayangi Rosiana lebih dari apa pun.
Dia mencium punggung tangan istrinya lagi. "Makan saja, Ochi. Jangan banyak tanya mengenai ini."
Istrinya cemberut. Aaron menyentuh perut wanita itu. "Anak Papa baik-baik saja di sana? Mama lagi bandel soalnya."
"Enak aja. Aku tetap kasih mereka makan."
"Tapi kamu nggak kasih mereka waktu bareng sama papanya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Pilihan Kedua (21+)
Lãng mạnFOLLOW SEBELUM BACA!!! BIJAK DALAM MEMILIH BACAAN 21+ Konten khusus dewasa. Aaron selalu ditinggalkan oleh istrinya untuk bekerja. Semenjak Afyla menjadi seorang model fashion. Wanita itu sibuk dengan kariernya. Sementara Aaron yang menjadi suami m...