9. Tak Canggung

12.8K 433 4
                                    


Kembali ke tanah air. Rosiana tidak malu lagi melayani nafsunya Aaron. Pernikahan bukan lagi soal paksaan. Bagi Aaron ini pernikahan sesungguhnya. Tidak jadikan Rosiana sebagai budak seks semata. Jauh dari apa yang diharapkan oleh Afyla mengenai pernikahan ini. Mungkin kalau wanita itu keberatan. Maka Aaron tidak akan pernah peduli soal istrinya marah atau tidak mengenai Aaron yang sentuh Rosiana dengan perasaan yang ada di hatinya.

Siapa yang bisa melarang jika perasaan itu timbul? Semua kebutuhan selama jadi suami istri dipenuhi oleh Rosiana.

Hal yang paling diinginkan oleh Aaron dari dulu adalah disiapkan sarapan, atau dibuatkan bekal ke kantor. Sekalipun hanya nasi goreng, dia sudah bahagia. Rosiana mampu menyentuh hatinya dengan cara berbeda.

Ia pun meminta istri keduanya mengubah sudut pandang mengenai dirinya yang merupakan seorang ipar sekarang jadi seorang suami.

Aaron tidak ragu jika harus mengakui dia menyayangi Rosiana.

Mungkin terbilang cukup cepat, perasaan tidak pernah tahu kapan akan dimulai jatuh cinta. Yang dirasakan oleh Aaron pada Rosiana juga sangat nyata. Dia justru merasa kalau ini suami istri yang sesungguhnya. Pulang bekerja, air sudah disiapkan, makan malam sudah siap. Istrinya berdandan di rumah.

Yang dicari Aaron dalam rumah tangga adalah teman yang bisa diajak mengobrol yaitu istrinya. Jadi setiap pulang bekerja bisa dia ajak sang istri untuk duduk berdua, menghabiskan waktu berdua dan cerita banyak hal. Tidak peduli tentang jabatan juga dengan karier sang istri.

Walaupun sebenarnya dia bangga terhadap Afyla. Tapi kebahagiaan yang dia dapatkan dari Rosiana jauh dari apa yang dia dapatkan selama lima tahun menjadi suami dari Afyla.

Kotak nasi yang disiapkan setiap paginya. Diingatkan oleh Rosiana untuk dibawa ke kantor. Air minum yang dipastikan di dapatkan dari rumah juga. Ada potongan buah di dalam kotak nasi sebagai cuci mulut.

Pandangan orangtuanya pun terhadap Rosiana tidak terlalu buruk. Malah didukung bersama dengan Rosiana dibandingkan pertahankan Afyla.

Aaron juga cerita kepada orangtuanya kalau Rosiana punya gangguan mental yang sangat tinggi yang harus diobati. Semua bisa dimaklumi oleh orangtuanya. Bahkan di hari ini adalah jadwal psikoterapi untuk Rosiana. Diantar langsung oleh mamanya Aaron.

Menurut kabar yang dia tahu bahwa sebenarnya Rosiana trauma terhadap kehamilan. Sementara Aaron menginginkan anak. Aaron juga sudah cerita kepada orangtuanya apa yang terjadi pada Rosiana. Tidak membuat orangtuanya menuntut untuk menceraikan meski wanita itu adalah bekas orang lain.

Beruntungnya orangtua juga tidak permasalahkan masa lalunya Rosiana.

Yang dihargai oleh orangtuanya Aaron adalah kuatnya mental Rosiana ingin sembuh. Sampai harus ke psikiater untuk penyembuhan. Sementara Rosiana pasti punya tekanan yang teramat sangat kuat. Tapi dia tetap ingin terlihat baik-baik saja.

Sore hari Aaron pulang lebih cepat dibandingkan biasanya.

Kalau Aaron boleh jujur. Dia bahagia setelah pulang dari bulan madunya, merasakan bulan madu yang begitu indah ketika di Maladewa dengan Rosiana.

Wanita itu mau memberikan anak meskipun tahu kalau Aaron punya kekurangan, dia mau untuk melakukan program untuk memiliki bayi. Yang Aaron hargai adalah tentang sang istri yang ingin sembuh. Tetap mau berjuang dengannya.

Begitu ia membuka kemejanya di dalam kamar, dilihatnya istri keluar dari kamar mandi. "Mas, airnya sudah siap. Mau mandi sekarang?"

"Ya."

"Aku sudah siapin baju di tempat biasa, ya. Handuknya juga."

Aaron bahagia, sangat bahagia mendengar sambutan itu dari istrinya. Ia mengambil gantungan baju dan menaruh kemejanya yang barus aja di buka untuk digantung sebelum dicuci. Dia mendekati Rosiana dan cium kening istrinya. "Apa ada perkembangan?"

"Ya, Mas. Aku dibawa keliling di rumah sakit. Aku diajak untuk lihat berapa orang yang keguguran, aku dijelasin kalau aku harus ikhlas."

Aaron pegang kepala istrinya. "Aku yakin kamu bisa terima itu. kalau nanti kita punya anak, kamu bisa tenangkan diri juga."

Rosiana mengangguk pelan, tapi Aaron begitu senang kalau istrinya mau lakukan apa pun untuknya. Bahkan sang orangtua juga sangat percaya kalau Aaron bisa didik Rosiana jadi lebih baik. Masa lalu adalah masa lalu yang tidak perlu lagi dilihat oleh Aaron. Tidak perlu lagi dilirik oleh Aaron.

"Masak apa malam ini?"

"Aku bikin steak tempe."

"Hah? Emang bisa?"

"Bisa, maaf kalau makanan kamu sekarang ala anak kos semua, ya. Aku juga masak sayur kok. Nggak ada daging, aku kurangi daging. Kita makannya jarang aja, yang penting sayur tetap jalan, Mas."

"Ya udah, tapi kalau kamu nggak repot. Aku pengen sarapannya bubur kacang hijau yang sering kamu bikin, Sayang."

"Suka?"

"Banget, aku suka kalau kamu yang masak."

"Aku harus stok kacang hijau sekarung berarti, ya."

Tidak seperti di awal pernikahan. Rosiana juga sudah bisa diajak untuk bercanda sekarang ini. Aaron malah suka kalau istrinya tidak canggung. "Hmm, harus stok yang banyak. Tiap hari aku bakalan sarapan itu soalnya."

Rosiana menyengir. "Pasti aku bakalan ke supermarket. Beli yang satu karung. Buat stok, bila perlu halaman belakang kita tanam kacang hijau."

Aaron menertawakan ucapan istrinya. Memang Rosiana lebih muda, tapi dia senang kalau Rosiana bisa ceria. Tidak seperti di awal pernikahan yang terlihat tertekan. "Sayang, apa kamu bahagia?"

"Bahagia."

"Peluk dulu!"

Rosiana menurutinya. Meskipun ia belum mandi. Tapi Rosiana memeluknya dengan ikhlas dan sangat erat. "Hmmm, boleh main?"

"Boleh dong."

"Tapi Bibi belum pulang di bawah tuh."

Rosiana tersenyum. "Nanti malam aja."

"Boleh, tapi Sayang. Hmm dokter bilang kamu ada kemungkinan mengandung?"

"Besar kemungkinan. Asal aku nggak trauma sama janin. Nggak stres, itu ada buku perkembangan hasil pemeriksaan aku bisa Mas cek kok. Mama juga bilang begitu kalau aku mungkin lebih cepat sembuhnya. Katanya kalau trauma sama kehamilan, disuruh hamil lagi kalau udah tenang, Mas."

"Apa kamu sudah tenang?"

"Aku tenang, Mas. Asal kamu terima bayi itu."

"Aku mengharapkan itu, Sayang."

Tidak ada panggilan nama lagi dari Aaron untuk istrinya. "Ya udah aku mandi aja kalau gitu. Nanti makan malam, terus setelah makan malam kita nonton drama yang kamu suka. Aku nggak sibuk malam ini."

"Apa Mas udah coba untuk telepon Kak Afy?"

"Hmm, jangan harap bisa telepon dia kalau dia nggak telepon duluan."

"Aku nggak mau Mas lupa aja."

"Nggak, sayang."

Baru saja Aaron hendak pergi. Tapi dia sudah ditahan oleh istrinya. "Mas beneran bakalan terima bayi kita kalau aku hamil, kan?"

"Pastinya."

"Aku cuman nggak mau kalau nanti dia disia-siakan sama orangtuanya seperti kakaknya digugurkan sama Bapaknya dulu. Yang cekoki obat untuk gugurin kandungan."

Tangannya Aaron lemas, mendengar pengakuan dari Rosiana mengenai janinnya yang digugurkan. Jadi, artinya Rosiana tidak trauma terhadap kehamilan semata. Tapi juga karena aborsi secara paksa. Bukan Rosiana yang mau seperti yang dikatakan oleh Afyla.

Makin ke sini, makin benci dengan ucapan Afyla yang merendahkan Rosiana. "Kamu nggak aborsi secara sengaja?"

"Nggak mungkin sejahat itu. Kalau bisa pergi, mending pergi aja, Mas. Daripada bunuh nyawa tidak bersalah."

"Sayang, kamu pasti baik-baik saja. Aku yang minta sekarang ke kamu. Aku yang berharap kamu kasih anak ke aku. Kita sama-sama lalui, Sayang. Kamu hamil, mau apa pun pasti aku turuti. Tapi kamu harus sembuh dulu, karena Mama bilang kalau kejadiannya kamu trauma kehamilan, besar kemungkinan kamu baby blues, aku khawatir."

"Aku ngerti, Mas. Terima kasih kamu udah mau ngertiin aku, Mas." 

Pilihan Kedua (21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang