BAB 18. Menguatkan Cinta

5.4K 312 5
                                    


"Mas, kapan kita rencana ke rumah Tante?"

Aaron menoleh ke istrinya yang bertanya itu sambil makan. Kedatangan Dahlia beberapa waktu lalu meminta uang tidak diceritakan oleh Aaron kepada istrinya. Rosiana tidak tahu kalau keluarga itu berusaha mengusik. Namun, Rosiana masih tetap memikirkan keluarga yang sebenarnya sudah membuang wanita itu.

Dengan berat hati Aaron menyimpan rahasia itu karena memikirkan istrinya yang hamil. "Nggak usah pulang, Ochi."

"Aku kangen Tante."

"Nggak ada kangen segala. Makan aja!" dia menjawab dengan ketus lantaran sang istri pasti ngotot ingin pulang.

Tapi waktu Aaron masih fokus pada tayangan televisi, Rosiana masih tetap makan di sebelahnya. "Kalau nggak ada waktu buat anterin aku, nggak apa-apa. Aku pakai taksi saja nanti."

"Bukan nggak mau anterin."

Aaron mematikan televisi. Rosiana berhenti memakan cemilannya dan menatap Aaron dengan tatapan elangnya yang malas. "Kenapa dimatiin?"

"Aku mau ngomong."

"Tentang?"

Pria itu menghela napasnya dengan panjang. Kemudian dia menatap Rosiana dengan intens. "Berhentilah pulang! Berhenti juga untuk bertanya tentang keluarga kamu itu. Bukan karena aku nggak mau antar kamu pulang atau apa. Tante Dahlia, datang ke kantor beberapa waktu lalu untuk meminta uang. Dia minta uang untuk biaya hidup kamu selama ini."

Rosiana meletakkan makanannya di atas meja. "Kenapa begitu?"

"Marah aku cerai sama Afy."

"Mas juga kan bisa pertahankan Kak Afy. Nggak mesti bercerai."

Wanita itu masih terlalu memikirkan bagaimana jasa Afyla. Tapi lupa bagaiman perbuatan jahat wanita itu kepadanya di masa lalu. "Ochi, aku nggak mau bahas dia."

"Tapi kan keluargaku jadi berantakan kalau Mas cerai."

"Siapa yang peduli? Aku sendiri nggak mau bahas itu sama kamu. Karena tahu kalau kamu akan belain Afy mati-matian. Sementara hatiku udah mati sama dia. Itu yang perlu kamu catat sebenarnya, bukan memikirkan Afy. Tapi hati aku, sebagai suami kamu yang harusnya kamu jaga juga perasaannya. Bukan cuman kakak kamu."

Ucapan Aaron memang terdengar tegas kepada istrinya untuk memastikan kalau dia tidak akan pernah mau diajak pulang ke rumah orangtuanya Afyla. "Mas beneran nggak mau antar aku pulang?"

"Aku kecewa, Ochi. Kalau kamu berani keluar dari rumah ini dan menuju ke sana sampai kamu melahirkan. Aku pastikan aku layangkan surat cerai juga ke kamu. Nggak peduli kamu sama anak-anak mau hidup bagaimana."

Rosiana mundur dari tempat duduknya menatap Aaron dengan ngeri. "Mas?"

"Aku udah bilang, jangan pernah ungkit Afyla di sini. Aku bilang begini biar kamu ngerti."

"Tapi mereka keluarga aku, Mas."

"Keluarga yang bahkan tahu kamu diperkosa? Tahu kamu dijadikan budak nafsu sama, El. Keluarga yang tahu kamu hamil anaknya El tapi mereka aborsi, keluarga yang kamu puji itu jadikan kamu seperti orang yang nggak lebih dari sampah, Ochi."

Emosinya Aaron memuncak ketika Rosiana menyebutkan keluarga itu adalah orang yang mengabaikan semuanya. Bahkan Aaron tahu tentang masa lalu Rosiana dengan El. Yang tidak lain adalah mantan adik iparnya. "Jelasin ke aku, pria mana yang nggak sakit hati kamu ajak untuk ke rumah yang bikin kamu menderita? Kamu merasa kalau mereka keluarga satu-satunya. Sedangkan aku posisinya suami kamu, Ochi. Paham nggak gimana rasanya jadi aku? Kalau kamu bisa buat hati aku luluh, aku kasih kamu pulang. Tapi mau sampai kapan pun, El nggak akan aku maafin. Termasuk keluarga besar itu."

Pilihan Kedua (21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang