Bab 17. Late Gifts

1.3K 226 20
                                    

Elle memilih kembali beraktifitas seperti sedia kala. Bekerja mengurus dapur dan restorannya kembali. Meski perasaannya belum sepenuhnya membaik, Elle beusaha semaksimal mungkin untuk tidak mencampurkan urusan pribadinya dengan pekerjaannya. Elle akan melakukan yang terbaik seperti biasanya.

Sekembalinya Elle ke restorannya, Kelly tidak mengeluarkan batang hidungnya sekalipun di depannya. Sepertinya Kelly malu untuk bertemu dengan Elle. Ya, tentu saja. Mereka akan canggung jika bertemu satu sama lain dan kemungkinan besarnya adalah Elle akan marah besar karena mengingat pertemuan tak terduga keduanya di Jepang.

Yang Elle pikirkan saat ini adalah rencana pernikahan Evan dengan Caroline. Ia memikirkn bagaimana kerjasama yang sudah mereka tanda tangani sebelumnya. Dan Oliver, apa Elle harus menemui Oliver lagi?

Ini menyebalkan. Tapi dari pihak Evan dan Oliver tidak ada yang menghubungi Elle untuk membahas masalah pekerjaan. Elle tidak masalah jika keduanya membatalkan kontrak pekerjaan. Elle hanya ingin kejelasan, karena Evan sudah membayar separuh dari pekerjaannya.

Dengan sangat terpaksa, akhirnya Elle menghubungi Evan dengan mengiriminya sebuah pesan singkat.

:::

Sementara itu, Evan yang sedang berada di rumah Marilyn terlihat sangat sibuk karena wanita tua itu mengirim beberapa perancang untuk membuatkan gaun dan tuxedo yang indah untuk dirinya dan Caroline.

Pria itu berdiri ketika seorang perancang busana mengukur tubuhnya yang kokoh.

"Kau memiliki tubuh yang sangat sempurna, Evan" puji Dimitri, salah seorang perancang langganan Marilyn. "Pasti banyak wanita yang mengejar dan tergila-gila padamu..."

"Tidak diragukan lagi.." ucap Marilyn terkekeh. Ia tahu betul, jika Evan kerap jadi bahan perbincangan ketika dirinya masih aktif saat mengikuti perkumpulan orang-orang penting. "Banyak gadis yang ingin mengenalnya lebih jauh, hanya saja saat itu aku tidak tahu seperti apa idaman Evan. Jadi aku tidak memaksanya ketika Evan menolaknya"

"Jadi Evan, seperti apa wanita idamanmu?" tanya Dimitri menggoda.

"Aku suka dengan wanita yang pandai memasak. Meski begitu, dia akan terlihat seksi dan cantik meskipun adonan tepung atau makanan menempel di wajahnya"

"Rupanya Caroline termasuk salah satu kriteriamu, ya. Masakannya pasti begitu lezat..."

"Uhukkk..." Caroline terbatuk dan berdehem saat mendengarkan pujian Dimitri untuknya. "Sebenarnya aku tidak bisa memasak, nyonya Dimitri..." Caroline tidak akan menyembunyikan kebenaran jika dirinya memang tidak pandai memasak.

"Menarik, Evan pasti sangat mencintaimu sampai-sampai ia tidak peduli lagi dengan kriterianya..."

Caroline menatap Evan malu-malu. Meski ia tahu kebenarannya seperti apa, gelar nyonya Austin setidaknya akan menunjukan siapa pemilik Evan sebenarnya . Dan ia akan berusaha semaksimal mungkin agar pria itu jatuh hati padanya.

Evan tidak menjawab apapun ketika Dimitri mengatakan hal tesebut. Karena ia tahu, apapun yang ia katakan tidak akan merubah apapun. Ia akan tetap menikah dengan Caroline dan menjadikan wanita itu istrinya. Kecuali...

"Apa sudah selesai? Aku akan kembali ke kamarku..." tanya Evan tenang.

"Ya, aku sudah selesai mengukur tubuhmu. Sekarang giliran nona Caroline" kata Dimitri tersenyum.

"Terimakasih, Dimitri..." kata Evan tenang.

Ia berjalan menuju kamar sambil menggulung kemeja putihnya sebatas lengan. Mengabaikan Marilyn yang tengah menatapnya dengan banyak pertanyaan di kepalanya.

Seperti yang biasa, Evan mengunci pintunya dan melarang siapapun untuk masuk ke dalam kamarnya. Tidak lama setelah itu, Evan mengecek ponsel yang sejak tadi ia tinggalkan di kamarnya. Rupanya ia mendapatkan pesan singkat dari seseorang. Seseorang yang sejak beberapa hari ini memenuhi isi kepalanya.

TELL ME SOMETHING I DON'T KNOW (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang