Bab 21. One Step Closer

1.2K 210 28
                                    

Caroline menyisir rambutnya yang indah dengan tenang. Ia menatap dirinya di dalam cermin. Seolah sedang mempertanyakan kekurangan yang ada pada dirinya.

Jika boleh dijabarkan, Caroline cantik dan menawan. Ia juga bisa mendapatkan pria manapun yang ia inginkan. Sialnya, Caroline hanya tertarik dengan satu pria yang sudah mengisi hatinya secara tidak terduga.

Ya, Austin Evan adalah pria yang tidak pernah ia sangka-sangka akan menjadi calon suaminya saat ini. Berawal dari kecerobohan keduanya, membuat Evan dan Caroline dipertemukan olih takdir. Sehingga mereka diharuskan untuk menikah dalm waktu yang cukup singkat.

Tentu saja, pernikahan tidak pernah tersirat sedikitpun di kepala Caroline. Karena pernikahan baginya adalah sebuah malapetaka untuknya. Bagaimana tidak, kau akan terikat oleh seseorang dan tidak bisa melakukan apapun yang kau sukai setelah menjalin hubungan yang bernama pernikahan. Caroline sulit untuk menerimanya. Ia bahkan pernah berjanji pada dirinya jika ia tidak akan menikah untuk seumur hidupnya. Ia akan menghabiskan waktunya seorang diri dengan bersenang-senang tanpa ada ikatan semacam pernikahan.

Namun, bertemu dengan Evan merubah segala pandangannya tentang pernikahan yang tadinya buruk menjadi indah dalam sekejap. Caroline rela melakukan apapun agar dirinya bisa bersama dengan pria bernama Austin Evan. Termasuk mengambil Evan dari wanita bernama Elle Mcbroom, dulu.

Caroline tidak memungkiri, ketika ia melihat tunangan Evan dulu, dirinya sempat terpesona. Bukan hanya parasnya yang cantik, tapi keahlian memasaknya patut di acungi jempol. Wanita itu bahkan menekuni karirnya dengan sungguh-sungguh. Termasuk memilih berhubungan jarak jauh dengan pria sempurna seperti Evan.

Caroline adalah sekretaris Evan untuk waktu yang bisa dibilang cukup lama. Sehingga cukup baginya untuk mengetahui latar belakang Evan dan kekasihnya saat itu.

Tertegun memandang cincin pemberian Miriam membuat Caroline tersenyum sambil menurunkan sisirnya.

"Seharusnya tidak ada yang perlu kukhawatirkan bukan?" gumamnya Caroline.

Sejujurnya ia merasa kecewa dan marah ketika mendengar pernyataan Evan padanya jika dirinya telah berciuman dan tidur bersama wanita itu. Membayangkan semua itu saja sudah membuat harga diri Caroline terinjak-injak. Bagaimana bisa Evan melakukan hal ini padanya. Sementara dirinya yang menginginkan sentuhan Evan saja begitu sulit untuk mendaptkannya.

Caroline memang disisi Evan namun hanya nama wanita itu yang senantiasa memenuhi pikiran Evan. Caroline juga tidak buta, jika pria itu masih memiliki perasaan yang sama besarnya seperti sebelum wanita itu memutuskan untuk meninggalkan dengan Evan.

Caroline menatap ponselnya yang sengaja ia matikan sejak terakhir kali ia dan Evan bertemu. Ia tahu, pria itu pasti akan berusaha mati-matian untuk membuatnya membatalkan pernikahannya.

"Anggap saja ini hukumanku padamu, Evan. Karena kau mengatakan hal yang cukup mengejutkan untukku..." gumam Caroline datar namun tenang.

:::

Belum sampai hari Caroline mematikan ponselnya. Tiba-tiba Evan muncul di hadapannya dengan tak terduga.

"Kau—bagaimana kau bisa tahu jika aku.." Caroline terbata, namun akhirnya ia mencoba mencoba tenang.

"Aku tahu kau kau melakukannya dengan sengaja, Carol..."

"Aku tidak mengerti makudmu, Evan"

"Jelas kau sangat mengerti, Carol!" geram Evan setengah mendesis. "kau mematikan ponselmu agar aku tidak bisa menghubungimu, bukan?"

"Kau terlalu berlebihan Evan"

"Sungguh?" tatapan Evan berubah sinis. "Apa kau terganggu dengan pengakuanku padamu?"

TELL ME SOMETHING I DON'T KNOW (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang