Bab 9

8.4K 974 37
                                    


"Duduk dulu deh, anak nakal!"

Radit menarik adiknya yang baru saja selesai berkenalan dengan Kalya untuk duduk di sebelahnya. Setelah mengomelinya sebentar karena datang mendadak tanpa kabar, Radit menyuruh Ayi – panggilan adiknya untuk memesan makanan. Tanpa ragu, Ayi menyebutkan beberapa jenis menu hingga membuat Radit tercengang.

"Banyak amat?! Kamu nggak makan berapa hari, Dek?" protes Radit setelah pelayan pergi dari mejanya.

"Ih, Abang. Namanya juga mahasiswa, diajak makan di tempat begini ya mesti dimanfaatkan dong. Cobain yang banyak!" Ayi membela diri sambil mencomot makanan yang ada di hadapan Radit.

"Minta ke Mama buat nambahin uang saku kamu biar nggak malu-maluin!"

"Abang, ih, bawel banget. Ntar Kak Kalya ilfeel loh!"

Radit langsung bungkam mendengar kalimat Ayi. Entah kenapa terselip sedikit rasa tidak nyaman membayangkan Kalya ilfeel padanya. Padahal, ini Kalya. Hanya Kalya, teman dekatnya selama tiga tahun ini. Sama seperti Bara, Ryan, bahkan Meira yang juga sudah cukup tahu dirinya apa adanya. Secara refleks, dia mengangkat pandangannya pada Kalya karena sedikit penasaran dengan responnya. Sedangkan Kalya hanya tertawa kecil saat namanya disebut.

"By the way, aku bukan pacarnya abangmu kok, Yi. Tapi kita bestie!" kelakar Kalya yang disambut tawa Ayi, meski sambil tetap memperhatikan abangnya dan Kalya bergantian.

"I see, I see." Ayi mengangguk-angguk. "I see what you don't see." sambungnya sambil menyeringai dan melanjutkan makan lagi. "Aku tuh lagi pusing mau mulai nyusun TA, Abang, makanya kabur ke sini." Kali ini Ayi menatap Radit, yang dibalas Radit dengan usapan di kepala.

"Kan bisa ngabarin dulu. Kalo Abang nggak sempet angkat telfon gimana coba?"

"Maaf ya, Abang, kan surprise juga jadinya." Alasan Ayi hanya dibalas Radit dengan mengacak rambutnya.

Lahir di tengah orang tua yang ikut larut dalam kesibukan ibukota, membuat Radit dan Ayi terbiasa saling berbagi. Papa dan Mama Radit memang sama-sama menikmati kariernya di luar rumah. Meskipun tidak bisa dibilang menelantarkan anaknya, namun kenyataannya memang waktu mereka berdua lebih banyak dihabiskan di luar. Khas orang tua pekerja, apalagi di ibukota. Radit dan Ayi memang tidak bisa dibilang kekurangan kasih sayang, hanya saja terkadang sedikit merasa kekurangan waktu bersama sehingga perhatian yang diberikan tidak optimal.

Sehingga sedari kecil, mereka berdua berusaha saling melengkapi kasih sayang. Perbedaan usia yang cukup jauh membuat Radit benar-benar berperan sebagai kakak yang mengayomi adiknya. Meskipun sikap usilnya kadang tidak bisa ditahan saat adiknya menunjukkan sikap manja.

"Kamu tuh semester berapa sih, Dek? Bukannya belum mulai semester baru ya?" Radit kembali bersuara setelah makanan pesanan Ayi tiba.

"Itu dia. Kemarin kan aku konsultasi KRS, pembimbing akademik aku minta aku nyoba nyusun usulan TA, soalnya dia liat nilaiku bagus dan katanya aku pasti mampu. Ya aku paham sih, nilai aku kan oke semua."

"Idih! Kalo kamu oke, terus kenapa pusing gini?"

"Dosen aku semangat banget, nawarin aku ambil beberapa tema yang kebetulan dia teliti juga. Sampe siap ngasih rekomendasi dospem juga."

"Bagus dong, kamu nggak usah banyak mikir."

"Emang, biasanya nih, malah mahasiswa yang ngejar-ngejar PA buat ngajuin usulan. Aku malah disodorin. Tapi maksudku, ini kan masih liburan gitu, nanti deh kalo semseter ganjil udah mulai aku pasti semangat kerjain."

"Ya udah, kamu di sini aja dulu. Kamu ambil peminatan apa sih? Kalya tuh, dulu ambil hukum perdata."

Kalya yang awalnya hanya menikmati obrolan kedua kakak beradik sambil makan, mau tidak mau mendongak dan ikut penasaran. Radit memang pernah bercerita soal adiknya yang masih kuliah, karena diawal pertemanan mereka, Radit sempat ikut heboh mencarikan kampus untuk sang adik yang katanya ingin kuliah di Jogja. Namun, Kalya tidak begitu mengikuti kelanjutannya.

COMFY-VersationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang