Bab 33

8.4K 828 24
                                    


"Boleh aku ikut? Aku nggak bawa mobil."

Sebelum Kalya sempat bangkit dari kubikelnya di jam pulang kantor, Radit sudah lebih dulu berdiri di sampingnya. Kalya yang kekesalannya sudah mulai surut, langsung memberi anggukan dan memberikan kunci mobil padanya. Seperti biasanya saat Radit tidak membawa mobil, dia yang akan membawa mobil Kalya.

Jika biasanya saat memakai mobil Kalya mereka akan menuju apartemen Radit lebih dulu dan makan malam di sana sebelum akhirnya Kalya pulang sendiri, maka kali ini Radit memilih langsung menuju apartemen Kalya. Kalya sendiri tidak banyak bertanya, lebih tepatnya mereka memang belum bersuara lagi sepanjang perjalanan pulang. Radit hanya sesekali menggandeng tangan atau merangkul bahu Kalya saat mereka berbaur di keramaian kantornya menuju parkiran, dengan Kalya yang mengikutinya.

Baru satu hari saling mendiamkan, baik Kalya maupun Radit sepertinya merasa canggung. Ini pertengkaran pertama mereka sebagai pasangan, bahkan mungkin sejak pertama kali mereka kenal. Selama berteman, berbeda dengan Bara dan Meira yang tidak jarang berdebat hingga ujungnya bertengkar, Radit dan Kalya tidak pernah mengalaminya. Sehingga pertengkaran ini cukup membuat masing-masing bingung.

Kalya baru saja berbalik setelah menutup pintu kamarnya saat Radit sudah berdiri hanya dua langkah di hadapannya dengan tatapan yang tidak lepas darinya. Membuat Kalya menghela nafas pelan kemudian melangkah mendekat dan melingkarkan lengannya ke bahu Radit untuk memeluknya. Tentunya dibalas Radit dengan pelukan yang lebih erat.

"Maaf." lirih Radit di dekat telinga Kalya.

"I love you, Dit. I really do. Aku nggak perlu yang lain, harusnya kamu tau. Aku nerima kamu nggak buat main-main, aku pegang komitmen aku sama kamu. Kalo kamu nggak percaya, ini nggak akan berhasil. Aku nggak mau hubungan ini bikin kita jadi saling ketakutan. Mending kita bertemen aja kayak dulu. Nggak ada yang tersakiti." Kalya akhirnya meluapkan kekesalannya dengan pelukan yang semakin mengerat, sedangkan Radit terus menggumamkan kata cinta dan maafnya di sela kalimat Kalya. Lengannya bergantian mengusap lembut kepala dan punggung Kalya. Untuk beberapa waktu, mereka berada di posisi yang sama. Hingga perlahan pelukan mereka mengendur lalu merenggang. Namun Radit tidak melepaskan satu lengannya di pinggang Kalya, sedang satunya terangkat untuk merapikan rambut Kalya yang sedikit berantakan dan berakhir mengusap pelan pipinya.

"Maaf ya, Sayang. Aku tau aku berlebihan banget kemarin. Aku tau harusnya aku nggak ngasih makan rasa nggak percaya diriku. Sayangnya kemarin aku nggak bisa kontrol." Kalya mengangguk.

"Please, ini terakhir kali ya. Aneh banget tau nggak kita kalo berantem gini." Kalya menggerutu, namun justru ditanggapi kekehan Radit.

"Itu tandanya kita udah resmi jadi pasangan, Yang."

"Mana diketawain Meira lagi, dia tau aja kalo aku lagi males sama kamu."

Kalya kemudian melepaskan diri dari pelukan Radit. Dia segera menyalakan pendingin ruangan dan lampu karena kamarnya mulai gelap. Sepertinya akan segera turun hujan. Sembari melakukan itu, dia menceritakan sekilas obrolannya dengan Meira. Tentu tidak semuanya, mengingat ada bagian yang perlu disensor. Sedang Radit, seperti biasanya, langsung menghambur ke tempat tidur Kalya. Sepertinya di sana sudah menjadi tempat favoritnya, meskipun berulang kali Kalya protes jika Radit langsung tergeletak di sana dengan baju kerjanya.

"Sama, dong, Bara sama Ryan malah bandingin aku sama Reno yang katanya jelas lebih segalanya dari aku. Bukannya dukung temennya malah disukurin." Kalya memutar bola matanya, antara jengah dengan kelakuan Radit yang sudah berada di tempat tidurnya sekaligus malas karena mereka kembali membawa Reno dalam percakapan. "By the way, kamu jadi ke Jogja? Aku ikut deh kalo kamu mau balik. Tapi nggak cuti."

"Apaan, Mas Reno udah ambil cuti dari kamis sampe senin. Mana bisa aku cuti?!"

"Emang acaranya selama itu?"

"Enggak, katanya hari sabtu. Nggak tau deh mau ngapain."

Kalya beranjak untuk merebah di samping Radit yang telungkup, mengabaikan pakaiannya yang juga belum diganti. Energinya seperti berkurang banyak setelah menumpahkan kekesalannya pada Radit, meski akhirnya dia merasa lega. Mungkin begitulah pertengkaran orang dewasa, meskipun tidak nyaman tapi lebih baik segera dihadapi dan diselesaikan agar tidak berlarut.

Radit bergeser untuk melingkarkan tangannya di pinggang Kalya dan mendekatkan diri mereka. Wajahnya mendekat untuk memberi kecupan di kepala Kalya, turun ke pelipis hingga ke pipinya, lalu kembali menjauh. Membuat desiran halus di tubuh Kalya. Bagaimanapun, mereka dua orang dewasa yang berada di atas tempat tidur yang sama. Sensasi itu mengingatkan Kalya pada obrolannya dengan Meira.

"Dit," panggilan Kalya hanya ditanggapi gumaman oleh Radit sehingga Kalya menoleh padanya dan mendapati Radit memejamkan mata. "Is that okay?" tentu saja pertanyaan membingungkan Kalya membuat Radit membuka mata.

"What is that?" tatapan Radit membuat Kalya salah tingkah hingga dia memalingkan wajah dan memilih menatap langit-langit kamarnya.

"Kata Meira, insecurity kamu bisa jadi karena kita nggak berhubungan seks." meskipun Kalya mengatakannya dengan perlahan dan hati-hati karena dia sendiri gugup, namun bola mata Radit seketika membulat setelah paham maksudnya.

"Yang, nggak usah dengerin Meira!"

"Apa perasaan kita harus dibuktiin sama sex things? Apalagi sebelumnya kamu sexually active kan."

Alih-alih tersinggung karena mendengar kalimat Kalya, Radit yang melihat kegugupan Kalya ditambah semu merah di wajahnya seketika menjadi gemas. Dia tahu, tidak mudah bagi Kalya menyampaikan perasaannya, apalagi membahas hal semacam ini yang memang cukup sensitif dan sangat subjektif.

"Kamu mau?" kali ini pertanyaan Radit membuat Kalya melotot horor padanya, namun kemudian Kalya mendaratkan pukulan di punggung Radit setelah mendapati seringaian geli di wajah Radit. "Ya lagian ngapain dengerin Meira sih?" Radit malah tertawa lepas setelahnya.

"Aku kan cuma konfirmasi aja, biar jelas gitu lho." Kalya membela diri.

"Dengerin ya, Sayang. Kadang sex things buat laki-laki itu nggak ada hubungannya sama perasaan. Dan, ya aku akuin kalo aku berengsek, karena itu yang terjadi sama aku sebelum aku punya kamu. Tapi sama kamu, aku mau mulai hubungan dengan baik, dengan sehat. Aku pengen membangun sebuah hubungan, bukan cuma sekedar menjalaninya aja. Dan pilihanku itu ya aku jalanin kayak gini. Kalo kemarin aku insecure, its totally my bad. Nggak ada hubungannya sama kamu."

Kalya menghela nafas lega setelahnya. Bagaimanapun obrolan ini cukup sensitif. Selain dia cukup canggung membicarakannya, dia juga khawatir Radit tersinggung. Untungnya yang terjadi tidak seperti pikiran buruknya. Sehingga dia pun mengangguk saja.

"Tapi, Yang," lanjutan kalimat Radit membuatnya waspada karena wajah Radit tiba-tiba sudah ada di hadapannya dengan seringaian yang memiliki maksud tertentu. "I think a kiss won't hurt. May I?"

Meskipun Kalya tidak menjawab, namun tidak adanya penolakan ditambah lagi dengan lengannya yang mengalung di leher Radit membuat penyatuan bibir mereka pun tidak terelakkan. Hanya sebentar saja, karena Radit tau pertahanan dirinya tidak sekuat itu. Apalagi mereka berada di atas tempat tidur. Karena itu setelahnya dia segera menuju kamar mandi untuk membersihkan diri sekaligus mendinginkan kepalanya.

Radit tidak berhenti bersyukur karena masalahnya dengan Kalya bisa selesai dengan baik. Apalagi ternyata, beberapa hari kemudian, sumber masalah mereka justru datang ke apartemennya. Ya, Radit tidak menyangka kalau Reno akan datang padanya dan memberikan pengakuan yang membuat Radit makin yakin kalau Reno bukanlah seseorang yang perlu dia khawatirkan, karena dia tidak memiliki perasaan apapun pada Kalya. sehingga Radit bisa lebih tenang saat melihat interaksi mereka nantinya.

***

Selamat Hari Kemerdekaan!!

Seperti hati Radit yang sudah merdeka dari insecure-nya. Semoga ya!

COMFY-VersationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang