Bab 2

12.5K 1.1K 11
                                    


Kalya membuka lebar pintu kamar kosnya kemudian melangkah masuk diikuti Radit di belakangnya yang membawa tas belanja berisi bahan masakan. Sabtu ini mereka berlima ingin menghabiskan waktu dengan makan, salah satu kegiatan favorit mereka saat berkumpul selain berenang. Berawal dari Kalya yang beberapa kali membawa bekal ke kantor dan tidak sengaja dicicipi salah satu dari mereka, berakhir dengan mereka yang ketagihan masakan Kalya. Meskipun Kalya jago di dapur, tidak semudah itu meminta Kalya memasak untuk mereka. Kali ini keberuntungan bagi mereka karena Kalya dengan sukarela mau merepotkan diri untuk memasak, tentunya masih dalam rangka promosi Kalya dan Ryan menjadi supervisor. Ya, urusan traktir mentraktir belum dianggap selesai oleh mereka, lebih tepatnya oleh Bara yang memang super cerewet. Big box saja tidak cukup, katanya. Ditambah lagi Ryan yang dilarang pacarnya untuk minum, tidak bisa mengikuti permintaan mereka untuk mentraktir di Lexy maupun Wings. Akhirnya makan di kosan Kalya, dengan Kalya yang memasak dan Ryan yang modal bahan, menjadi pilihannya. Karena Kalya sendiri sudah tidak mau lagi keluar uang untuk traktiran.

Seperti biasanya, Radit, yang apartemennya memang paling dekat dengan kosan Kalya yang berada di Tubagus Ismail dan pasar Simpang Dago yang menjadi tempat Kalya belanja, menjadi orang yang kebagian tugas mengantar Kalya sekaligus membawakan belanjaan Kalya yang seabrek. Karena bukan hanya belanja untuk makan-makan mereka, Kalya sekalian mengisi stok kulkas di kosannya. Kosan Kalya memang cukup besar untuk ukuran kamar yang disebut kos-kosan. Hampir mirip dengan apartemen tipe studio dengan dapur yang cukup memadai. Kosan itu sudah ditempati Kalya sejak masih kuliah, hampir sepuluh tahun lalu. Sampai-sampai yang punya kosan begitu perhatian dengan Kalya karna jadi penghuni tetap. Sebenarnya Kalya sudah sangat mampu untuk memcicil rumah atau apartemen sendiri, namun hal itu belum jadi prioritasnya. Dia masih cukup puas dengan menyewa sebuah tempat, karena dia belum tau bagaimana kelanjutan hidupnya nanti. Dengan menyewa, akan lebih mudah baginya memutuskan langkah apapun nantinya.

"Kal, numpang tidur, ya. Masih ngantuk banget gue. Anak-anak juga pasti datengnya nanti siang." Sebelum dipersilahkan, Radit sudah memenuhi tempat tidur Kalya yang memang berukuran single. Sedangkan sang pemilik hanya melirik sambil bergumam.

Radit memang sudah diminta datang ke kosan Kalya jam enam pagi, alasannya tentu agar barang belanjaan yang dicari masih lengkap dan dalam kondisi baik. Lebih dari satu jam belanja, mereka pun baru kembali ke kosan Kalya. Karenanya, wajar saja Radit merasa masih mengantuk karena ini masih cukup pagi baginya.

Kalya menata barang belanjaan dan melanjutkan dengan meracik bahan untuk dimasak hari ini. Karena masih cukup pagi, dia sekalian meracik bahan masakan untuk seminggu kedepan. Food preparation istilahnya, agar di hari kerja nanti Kalya tetap bisa masak tanpa membutuhkan waktu lama untuk persiapannya. Sedangkan hari ini, rencananya dia akan membuat rawon beserta pelengkapnya, ada tempe goreng, telur puyuh juga usus yang akan disate. Kalya juga membeli telur asin dan kerupuk udang yang sudah siap makan. Mengabaikan Radit yang tertidur pulas, Kalya berkutat di dapurnya sendirian hingga semua masakannya hampir siap. Tinggal menunggu rawonnya matang sempurna di atas kompor juga tempe yang siap digoreng. Dia memang sengaja menunda menggoreng sampai teman-temannya datang, agar masih hangat. Benar memang kata Radit, teman-temannya baru akan datang mendekati jam makan siang.

Kalya melirik jam dindingnya yang ternyata menunjukan bahwa waktu duhur hampir tiba. Dia berdecak sebal, padahal dia meminta teman-temannya datang lebih awal agar bisa membantunya terlebih dahulu. Tapi sampai masakannya hampir matang dan jam makan tiba, belum ada satupun yang menunjukkan batang hidungnya. Padahal kosan mereka tidak jauh dari sini, hanya di Taman Sari. Sambil menunggu rawon matang, Kalya memutuskan untuk mandi terlebih dahulu. Saat ke pasar tadi, Kalya memang sengaja tidak mandi.

"Dit.. Dit.. " Kalya mencoba membangunkan Radit dengan mengguncang pelan lengannya, yang dijawab dengan dengungan pelan. "Bangun dulu dong. Aku mau mandi, tungguin masakanku. Barangkali ada yang datang, nanti bukain pintu." Radit kembali menjawab dengan dengungan meski tidak lama kemudian menggeliat bangun. Kalya baru masuk ke kamar mandi setelah memastikan Radit benar-benar sadar.

Saat Kalya keluar dari kamar mandinya, sudah ada Ryan dan Bara di sana. Radit yang sudah menyiapkan baju ganti pun, bersiap memakai kamar mandi untuk membersihkan diri.

"Ini kalo orang lain yang lihat, ngiranya yang enggak-enggak pasti. Lo berdua abis ngapain coba siang-siang gini baru mandi." Celetuk Bara setelah Radit masuk kamar mandi yang dilanjut dengan pekikan karena Kalya mendaratkan cubitannya di lengan Bara.

"Kamu doang yang mikir enggak-enggak. Jelas-jelas abis dari pasar sama masak." gerutu Kalya.

"Iya Kal, kan gue bilang kalo orang lain. Gue mah paham banget." kilah Bara sambil mengusap lengannya yang tidak lagi ditanggapi oleh Kalya karna dia langsung mengambil tempe yang sudah siap untuk digoreng dan membawanya ke depan kompor.

Tepat saat Radit keluar kamar mandi, Meira datang masih dengan muka bantalnya.

"Anjir lah, nggak usah nunjukin gitu kalo habis indehoy, lo!" omel Bara yang ditujukan pada Meira.

"Gue nggak nunjukin, ya, kalo kelihatan kan bukan salah gue." Jawab Meira dengan cengengesan membuat Bara kembali mengumpat sedangkan Ryan di sebelahnya tetap fokus pada ponselnya, sepertinya serius main game karena ponselnya dipegang dengan posisi miring.

"Lo liat Kalya dong, Mei, kriteria istri idaman banget nih. Morning person, jago masak, nikmat banget udah yang jadi lakinya." Radit yang baru keluar kamar mandi ikut nimbrung yang disambut gerutuan Meira dan sorakan Bara, sedang Kalya hanya menanggapi dengan gelengan, sudah biasa mendengar teman-temannya berdebat tanpa ujung. "Mau dibantu apa, Kal?" Radit berkata pelan mengabaikan teman-temannya yang berdebat, posisinya memang berada di dekat Kalya karena posisi kamar mandi di depan dapur mininya.

"Kalo punya kriteria istri kenapa nggak dipake pas cari pacar, Dit?" kata Kalya random, mengabaikan pertanyaan Radit barusan.

Radit malah terkekeh saat mendengarnya. "Beda dong, Kal.." jawab Radit singkat, yang Kalya kira akan ada kelanjutannya.

"Beda gimana? Bukannya punya pacar itu buat jadi istri?"

Radit masih menyeringai disamping Kalya yang masih menggoreng tempe.

"Ada namanya kebutuhan, ada juga keinginan. Punya pacar itu kebutuhan, kalo punya istri itu harus dari keinginan." Jawaban Radit membuat Kalya mengerutkan keningnya.

"Explain please."

"Keinginan punya istri itu akan datang kalo udah ketemu sama the one, Kal. Either itu pacar atau bukan, gue akan punya keinginan jadiin dia istri. Kalo pacar, gue harus nyari, karena gue butuh. You know what I mean. Dan kebutuhan itu, bisa dipenuhi sama siapa aja, replaceable..."

"Don't be a jerk, Dit." sela Kalya.

"I just trying to be honest, Kal. Listen, back to that needs and wants, gue yakin, kalo gue udah nemu seseorang yang gue inginkan, gue hanya akan kepengen dia. Dan dia nggak bisa diganti bahkan kalopun gue harus mengabaikan kebutuhan gue. That's my point. I wont care about the criteria then."

"Okay, make sense. Tapi tetep kedengeran aneh buat aku." jawab Kalya setelah beberapa saat terdiam.

Radit mengangkat bahu, "then it's done."

"Woy, ngapain sih pada bisik-bisik di situ?" seruan Bara membuyarkan diskusi – yang kalau bisa disebut diskusi – antara Radit dan Kalya sekaligus membuat Ryan yang sejak tadi fokus dengan ponselnya mendongak dan menatap Radit dan Kalya bergantian.

"Kepo, lo!" Radit yang menjawab sambil menjauhkan diri dari Kalya dan bergabung dengan yang lain.

Tidak lama, Kalya menyelesaikan urusannya di depan kompor kemudian menyajikannya di meja kecil yang ada di atas karpet tengah ruangan. Keingintahuan Bara pun menghilang tergantikan dengan rasa lapar yang makin terasa karena sudah jam makan siang. Melihat rawon dan teman-temannya yang nampak menggoda dengan penampilan dan aromanya membuat perdebatan tidak penting mereka tadi menguap begitu saja. Apalagi suguhan ini gratis. Rasanya tidak ada yang bisa mengalahkan nikmatnya makan gratis.

COMFY-VersationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang