Bab 19

8.3K 942 58
                                    


Suara dering telepon menggema di dalam mobil Radit yang pintunya baru saja tertutup. Asalnya dari ponsel Kalya. Kalya yang baru saja akan memasang seatbelt mengurungkan niatnya dan langsung mengambil ponsel yang ada di sling bag-nya. Nama ibunya terpampang di sana. Radit yang akan menyalakan mesin, menundanya dan memilih membuka sedikit kaca jendela mobilnya.

"Halo, Ibu."

"Aya, sudah di rumah, Nak?"

"Belum, Bu. Ini baru mau jalan pulang. Gimana, Bu?"

Setelah selesai mengikuti acara resepsi pernikahan Naufal, beberapa sepupu Kalya berinisiatif mengajak menghabiskan malam dengan menikmati Bandung di malam hari. Kalya yang diminta mencari tempat, mengusulkan sebuah resto di daerah Dago Pakar sebagai pilihannya. Ke sanalah mereka akhirnya, dan baru membubarkan diri setelah jam menunjukkan pukul sembilan malam.

"Oh, Aya nyetir sendiri?"

"Enggak, Bu. Ini.. sama Radit. Temen Aya yang tadi siang nemenin ke acaranya Mas Naufal."

Para sepupu Kalya kembali ke hotel dengan memakai mobil yang disewa dari hotel, sedangkan Kalya masih diantar Radit seperti tadi pagi. Radit memang diajak ikut serta oleh para sepupu lelaki Kalya, sepertinya Radit yang memang seorang social butterfly tidak sulit membangun obrolan yang menyenangkan di antara mereka. Sehingga dalam waktu singkat saja, mereka sudah seperti teman lama yang baru bertemu lagi. Saat berpisah tadi pun, beberapa dari mereka sempat bertukar kontak dengan Radit.

"Ah iya, tadi Bude-mu tanya juga sama Ibu. Kok Aya nggak jadi datang sama Arjuna. Tapi yaweslah. Ngomong-ngomong Radit ini siapa? Aya belum pernah cerita ya sama Ibu?"

"Udah, kok, Bu. Radit ini yang apartemennya suka Aya pake berenang sama Meira dan yang lain. Radit juga yang Aya kemarin ceritain kalo ternyata adiknya mahasiswanya Ibu."

Kalya melirik Radit canggung, agak aneh membicarakan orang di depan orangnya. Apalagi Radit memandanginya dengan santai sambil tangannya bersandar ke roda kemudi di hadapannya. Entah suara Ibunya terdengar lagi atau tidak. Namun, jika melihat situasi di parkiran ini tidak sesepi saat Kalya berada di kamar Radit, sepertinya Radit tidak mendengarnya.

"Oalah, Kakaknya Ayi tho. Yawes kalo gitu Aya hati-hati ya pulangnya. Sampaikan terima kasih Ibu sama Radit sudah temenin Aya seharian ini."

"Iya, Bu." Kalya mengucap salam kemudian memutus sambungan telepon dengan Ibunya. "Ibu bilang terima kasih sama kamu karena udah temenin aku seharian."

Senyum Radit terbit saat mendengarnya.

"Tolong bilangin Ibumu, kalo Radit nggak keberatan nemenin anaknya setiap hari." Balas Radit yang dihadiahi Kalya dengan decakan dan pukulan pelan di lengannya. "Kok Aya mukanya jadi merah gitu sih?" Radit semakin menggodanya.

"Radit, ih! Udah cepetan jalan, kaburu ngantuk aku."

Kalya membuang pandangannya ke jendela, berharap Radit berhenti menggodanya. Karena entah kenapa, jantungnya mulai bertingkah saat menghadapi Radit yang seperti itu. Menunggu beberapa saat dan tidak mendapati suara mesin yang menyala, Kalya kembali menatap Radit. Sepertinya langkah yang salah, karena Radit yang menatapnya dalam membuat Kalya semakin salah tingkah.

"Dit.."

"Kal.."

Mereka bersuara bersamaan. Kali ini Radit mengubah posisinya jadi menghadap Kalya dengan sisi tubuh menempel di sandaran kursinya tanpa melepaskan pandangan pada Kalya.

"Aku kemana aja sih, Kal? Kenapa baru sadar kalo yang selama ini aku cari tuh ada di kamu?"

Meski jantungnya berdetak tidak biasa, namun Kalya juga merasa geli karena yang membuatnya salah tingkah adalah Radit. Teman yang selama ini selalu dekat dengannya, yang selalu mudah saja mendapatkan pasangan. Ini bahkan sudah hampir dua bulan sejak Radit mendekatinya, dan Kalya belum juga memberinya jawaban.

COMFY-VersationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang