04. Kita Teman

51 11 13
                                    

Hai hai, Petir apa kabar?
Mau Tasa kasih visualnya di sini, gak? Buat bayangan siapa itu Adrian, dan rekan-rekannya.

Vote komen janlup, Petir kalau nggak ngasih kelewatan kejam sih🥺

Selamat membaca.

***


Ya Tuhan, setidaknya jauhkanlah Adrian dari seseorang yang selalu berteriak dari luar rumah hanya untuk menemuinya. Pagi-pagi sekali, Adrian sudah dibuat kesal oleh seseorang yang sekarang masih berteriak, memanggil-manggil namanya dari bawah sana.

"IAN, BANGUN! AYO JOGING! MUMPUNG HARI MINGGU."

Adrian beringsut, duduk sebentar mengumpulkan nyawa.

"ADRIAN! KALAU BELUM BANGUN AKU MANJAT KE BALKONMU, YA!"


Adrian loncat dari kasur, dasar makhluk pengganggu! Dia mencari siapa yang sudah berani berteriak padanya di waktu sepagi ini, jam tiga dini hari.

"Irsyad? Ngapain joging jam segini, heh? Kamu kira ini jam lima subuh?" yang berteriak adalah Irsyad-teman 'geng' sekaligus teman sebangkunya-Adrian bersungut-sungut, cukuplah Om Juned yang melakukan itu, jangan tambah personil lagi.

"Hehe, Gak apa-apa kali, joging jam segini lebih sehat, udaranya masih bersih," laki-laki itu dengan polosnya bersedekap dada, menyuruh Adrian turun, "Kalau gak turun, aku yang naik."

"Sebentar," ogah-ogahan Adrian ganti baju, bodoh amat rambut kusut, siapa juga yang mau berkeliaran jam segini selain satpam? Di melangkahi anak tangga perlahan, jika terburu-buru Bi Euis bisa terbangun dan mencari asal suara, nanti panjang juga urusannya kalau harus izin dulu, Irsyad keburu masuk rumah teriak-teriak.


"Akhirnya keluar juga, lama banget siap-siap doang." Adrian mendelik sinis, itu kan salahnya datang tanpa kabar. Mereka berlari di sekitar taman dekat perumahan, udaranya memang betulan masih bersih, sejuk, segar saat dihirup. Daun-daun dipenuhi embun, mata juga menjadi sehat melihat yang hijau-hijau, tidak salah joging jam segini, Irsyad ada benarnya walau lebih banyak salahnya.

"Aku sengaja ngajak joging jam segini. Kata Om Juned, kamu jarang olahraga sekarang gara-gara belajar, jadi aku memutuskan untuk bawa kamu keliling taman jam tiga subuh. Gimana, enak, kan?" Adrian mengangguk, berterima kasih karena sudah mengajaknya 'jalan-jalan' pagi ini, siang nanti Adrian belum boleh keluar rumah, masih banyak tugas yang harus diselesaikan.

Mereka berdua berbincang cukup lama, hingga adzan mulai berkumandang, mereka pergi ke masjid terdekat untuk menunaikan shalat subuh. Irsyad pamit untuk pulang setelah shalat, dia lupa jika hari ini dia harus pergi jualan ke Car Free Day (hari bebas kendaraan bermotor, atau bisa disebut Pasar Minggu).

Masih banyak teman Adrian yang lain, mereka juga memiliki kesibukannya masing-masing. Tenang, mereka tidak seheboh Irsyad, mereka adalah definisi 'walaupun berbeda tetapi tetap satu jua' jika sudah berkumpul. Ada Bintang si emosional, Fariz si kalem, Cakra si 'raja buaya', dan Khandra si ceplas-ceplos, mereka semua paket komplit.

***


Pagi tadi, Faro memang pulang ke rumah, tetapi hanya untuk mengambil barang-barang keperluannya selama diluar kota, setelah itu pamit pada orang rumah. Tidak lebih. Adrian sebetulnya tidak sekaku itu dengan Faro, justru saat masih kecil mereka adalah 'sahabat', tapi, semenjak kematian orang-orang yang ia cintai, sifatnya jadi berubah 180 derajat.

Adrian, Bi Euis, dan Om Juned menatap kepergian Faro hingga tubuh pria gagah itu tak tampak lagi oleh penginderaan.

"Tuan tidak akan lama, Den. Paling lama satu bulan, seperti biasanya," Adrian mengangguk, itu bukan masalah, dia tidak keberatan mau berapa lama Papanya pergi, ada ataupun tidak, keinginannya tetaplah kewajiban. Besok sekolah, dan hari-hari seterusnya akan berjalan seperti biasa, tidak akan ada yang berubah.

Tapi kali ini, Adrian merasa tidak enak.


***


"Waduh, kayaknya kita bisa ngumpul lebih sering, bro! Bokap lo gak akan ngasih peraturan ketat lagi," itu Khandra, si ceplas-ceplos yang selalu menjadi sasaran empuk Bintang-alamat dimarahi jika omongannya nyelekit. Irsyad menjitak kepalanya, itu tetap tidak sopan kawan, empat pasang mata langsung menatapnya sinis, tidak suka.

"Gak usah didengar omongan Khandra, Ian. Biasa, kamu tahu dia, kan?" Adrian tidak sakit hati, ucapan Khandra memang tidak salah, malah sebenarnya Adrian senang, bisa sedikit lebih bebas keluar, menghabiskan waktu bersama anak-anak Lione. "Sore ini kumpul, yok? Suka banget kalau udah mulai membahas misi, aku juga udah lebih siap daripada tahun lalu," Irsyad nyengir lebar, menepuk pundak Bintang berusaha meyakinkan.

"Di rumahku aja, biar sekalian belajar," semua spontan menoleh, itu ide yang bagus, jarang-jarang mereka main ke rumah satu sama lain, hitung-hitung silaturahmi.

"Oke, rapat di rumah Adrian jam empat sore, fix! Jangan ada yang kabur, atau ngeles, karena kali ini sanksinya lebih berat."

"Emang apa sanksinya?"

"Jaket almamater gak boleh dipakai selama tiga puluh hari, dihitung dari jadwal rapat yang absen sampai ke rapat berikutnya,"

Serempak mereka mengaduh, Cakra mencak-mencak, peraturan itu jelas mengancam dirinya yang selalu bolos rapat karena sibuk PDKT sama cewek-ceweknya.

Adrian menatap Bintang, begitu pun sebaliknya, mereka tertawa. Ini adalah keluarga.

"Kenapa lah Bapak kite ni kejam sangat?"


Sampai jumpa di bagian 05!
Siyu Petir!


ADRIAN [ REVISI ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang