18. Proses

14 7 0
                                    

Halo halo, 💐💐💖
Gimana puasanya? Udah ada yang bolong belum?🫢

Ayoo terjunn, jangan skip narasi ya^^
-

-

-

-

"Pa, Ian mau pergi ke toko buku,"

Pria dengan kacamata yang bertengger pada batang hidungnya itu melirik sekilas kearah si pemilik suara. Dia menutup koran yang tengah ia baca, "Jangan ngebut. Papa titip buku Mindset."

Adrian tersenyum sambil mengacungkan jempol, "Siap.". Dengan bahasa isyarat Faro meminta Adrian untuk segera pergi. Cuaca yang mendung siang ini sebetulnya membuat Adrian sedikit resah, khawatir terjebak hujan dan pulang terlambat, belum lagi dia harus antar jemput Inara nanti.

Kali ini motor kesayangannya terlihat sangat siap diajak jalan, semoga saja cuaca kembali cerah supaya bisa lebih santai tanpa khawatir terjebak hujan.

Black style Adrian yang simpel itu sangat memikat. Bagaimana tidak? Perpaduan kaos putih, jaket varsity hitam, dan basic pants senada, dan kaki yang berbalut sepatu sneakers, jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya yang kekar, plus aroma mint yang melekat di tubuhnya. 

Lengkap sudah.

Gaya sudah kece, dompet pun sudah aman. Cowok itu menyibakkan rambutnya ke belakang lalu mengenakan helm full face kesayangannya. Dengan kecepatan yang tidak terlalu tinggi Adrian sudah sampai di rumah Inara lima menit lebih cepat dari yang seharusnya.

Setelah memarkirkan motornya, Adrian pun turun dari motor dan berjalan melangkah menuju pintu depan rumah Inara. Seperti biasa, rumah itu selalu terlihat sepi, tapi lebih sepi rumahnya yang seakan tak berpenghuni.

Adrian mengetuk pintu itu lalu membalikkan tubuh untuk membelakanginya. Sebuah sikap yang selalu Adrian terapkan setiap kali datang dan bertamu kepada orang lain, yaitu mengetuk pintu hanya sampai tiga kali dan tidak mengintip ke dalam rumah.

Pintu itu terbuka dan Adrian pun kembali berbalik ke arah menghadap pintu, tepat di depannya saat ini seorang gadis yang tidak terlalu tinggi menatap kearahnya, "Sekarang?"

Adrian tersenyum dan mengangguk, "Langit juga udah cerah, mendukung ya kan?". Inara tertawa kecil sambil memukul pelan lengan Adrian. Mereka pun kini jalan beriringan.

"Nenek masih di rumah sepupu lo, Ra?"

"Iya, tadinya mau gue jemput. Tapi kata dia jangan dulu, soalnya nenek masih harus dirawat."

Sejak Inara mendapat teror, neneknya Inara menjadi mudah panik dan penyakitnya pun lebih sering kambuh. Oleh karena itu mereka memutuskan untuk membawa nenek Inara pergi ke tempat yang jauh dari perkotaan dan juga konfliknya. Beruntung, sepupu Inara menawarkan bantuannya dan sampai saat ini mereka masih bersedia merawat sang nenek.

"Kita do'ain supaya nenek cepat sembuh, ya?"

"Aamiin,"

Angin berembus dengan damai menyapu permukaan kulit kedua insan berparas rupawan itu. Rambut Inara yang dibiarkan tergerai membuat separuh wajahnya terhalang, Adrian dengan lembutnya membantu Inara merapikan rambut.

ADRIAN [ REVISI ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang