Sepanjang acara makan siang bersama dengan Revan dan kawan-kawan membuat rasa canggung terlebih lagi gadis itu duduk diantara Revan dan juga Fajar. Rasanya ia ingin menghilang dari permukaan bumi saja. Terlebih banyak siswa lain yang menatap tak suka tak lupa dengan ucapan-ucapan yang menyakitkan.
"Lo mau?" tawar lelaki di samping kirinya kepada Mentari.
Gadis itu lantas menggeleng tak mau. Ia kembali terfokuskan akan nasi goreng seafood di hadapannya.
"Fan bilang sama temen lo, santai aja kita ga gigit kok." canda Daffa.
Fani yang mulai peka akan rasa tidak nyaman Mentari yang mencoba meminta pertolongannya agar cepat-cepat pergi dari sini.
"Gara-gara lo ya, temen gue takut." sahut Fani.
Dan ya seperti yang kita tahu pertikaian antara Daffa dan juga Fani terulang lagi. Laksana yang berada di antara mereka berdua bahkan pusing mendengarnya.
"Kenapa?" tanya Revan mengerti akan rasa tak nyaman perempuan disampingnya karna dirinya membuat dia mencoba bertanya.
"Hem? ga papa kok."
Detik kemudian Revan berdiri berjalan menjauhi mereka berlima. Sedangkan Fajar, Daffa, dan juga Laksana hanya terbengong. Ada apa dengan dia?
"Napa tuh temen lo? ngambek ya?" tanya Fani.
"Bukan urusan lo" jawab Daffa yang kemudian berlari mengikuti Revan yang sudah lebih dulu di ikuti oleh Fajar yang sedari tadi diam.
Sedangkan Laksana hanya mendengus malas karna ya sudah pasti dirinya yang harus membayar semua makanan yang dimakan teman semprulnya.
"Kita balik ke kelas yuk." Fani hanya mengangguk iya dan lantas ikut meletakkan kembali mangkok bakso ke atas meja.
"Gue sekalian bayarin ya makasih." teriak Fani.
Laksana hanya bisa diam, apa-apaan gadis itu bukan siapa-siapa nya tapi dengan seenak jidat mengatakan begitu.
Di kelas
" Tar mau tanya, tadi cowok yang tiba-tiba berdiri siapa?"
"Namanya Revan, kenapa?"
"Oh..tadi gue lihat kayaknya sempet tuh cowok ngajak ngomong lo ye?"
"H-hah enggak kok." bantah Mentari.
Fani memicingkan matanya tak percaya karna dia yakin orang yang bernama Revan itu sempat berbincang sedikit sebelum akhirnya dia pergi.
"Kamu juga kok bisa kenal sama Daffa?"
"Siapa sih yang ga kenal sama tuh cowok yang mulutnya lemes banget, gue kenal udah lama sejak kecil karna dulu dia tetangga samping rumah."
Mentari syok karna penjelasan Fani, jadi ini alasan mengapa temannya Fani sangat tidak menyukai orang yang bernama Daffa.
"Jangan bilang kayak gitu nanti kamu dapet karma akhirnya jadi suka sama Daffa gimana?" goda Mentari.
"Hih amit-amit kaga sudi gue sama dia, meskipun cuma dia lelaki di dunia ini."
Mentari hanya tertawa pelan melihat tingkah Fani yang terlalu berlebihan akan sumpah serapahnya. Bel pulang terdengar lebih awal, semua murid berhamburan keluar, Fani dan Mentari yang awalnya sedang berbincang pun terhenti.
"Mau pulang bareng Tar?"
"Enggak, makasih Fan..aku mau nunggu bus di halte depan aja, kalau gitu aku duluan ya."
"Iya hati-hati."
"Kamu juga hati-hati bawa motornya."
Di dalam bus Mentari duduk sendiri dengan menatap arah kaca jendela. Merasa bosan jika harus pulang terlalu cepat, gadis itu berinisiatif untuk turun di taman kompleks seraya berjalan-jalan sebentar. Sebelum itu dirinya menyempatkan untuk membeli minuman di supermarket terdekat karna cuaca yang cukup panas.
Gadis itu duduk di bangku panjang yang berada di bawah pohon yang rindang. Angin sepoi-sepoi berhembus membuat Mentari merasa sejuk. Sudah lama ia tak merasakan kebebasan untuk keluar rumah walaupun untuk sekedar jalan-jalan. Di kejauhan terlihat seorang wanita yang kerepotan dengan bawaan belanjaan yang lumayan banyak. Melihat itu hati Mentari tergugah untuk membantu wanita itu.
"Hosh hosh..Ibu aku bantu bawain belanjaannya boleh? aku rasa ibu sedikit kerepotan." tawar Mentari setelah berlari mengikuti langkah wanita itu.
"Aduh jadi merepotkan kamu, makasih ya."
"Enggak kok bu."
Diperjalanan menuju rumah ibu itu, Mentari hanya diam. Betapa terkejutnya gadis itu saat menatap sebuah rumah besar nan mewah dihadapan dia saat ini.
"Ayo mari masuk."
Mentari hanya berjalan patuh di belakang wanita itu."Makasih cantik sudah bantu in belanjaan saya."
"Sama-sama bu, aku pamit pergi dulu."
"Jangan dong, ayo mampir dulu ini sudah waktunya jam makan siang kamu pasti lapar. Ayo masuk jangan sungkan." cegah wanita itu.
"Tapi bu..." belum sempat menolak tangan Mentari sudah lebih dulu di tarik untuk masuk kedalam rumah besar itu.
Dari luar rumah sudah menakjubkan apalagi di dalamnya. Tak henti-hentinya gadis itu merasa kagum melihat setiap sudut ruangan rumah itu.
"Kalau boleh tahu nama kamu siapa cantik?"
"Mentari bu."
"Cantik sekali persis kayak orangnya, sekolah di Nusa Bangsa ya?" puji wanita itu.
"Iya bu" jawab Mentari dengan malu-malu.
"Kamu kenal anak yang namanya Revan ga?"
"Revan? maksud ibu Revan Ghaza Pradipta?" tanya Mentari pelan.
"Iya Revan Ghaza, dia itu anak ibu tahu. Kamu kenal?" kata wanita itu excited.
Mentari terkejut untuk kesekian kali, bagaimana bisa dia harus bertemu dengan ibu dari lelaki itu? baru saja dia bertemu bahkan duduk di samping lelaki itu sekarang dia harus bertemu ibu dari lelaki itu, rasanya dunia sangat sempit.
"Kenal sih enggak bu.. tapi semua siswa di sekolah pasti tahu Revan dia kan cukup famous karna sering ikut olimpiade."
"Kalau kayak gitu kamu harus kenalan dan juga panggil saya bunda seperti teman-teman Revan lainnya."
Gadis itu hanya tersenyum canggung, hingga sebuah bunyi pintu terbuka di ikuti dengan derap kaki membuat Mentari menoleh kearah asal suara.
"Ngapain lo disini?"
KAMU SEDANG MEMBACA
MENTARI [SEDANG DIREVISI]
Teen Fiction❝𝚃𝚎𝚛𝚒𝚖𝚊𝚔𝚊𝚜𝚒𝚑 𝚞𝚗𝚝𝚞𝚔 𝚜𝚊𝚝𝚞 𝚑𝚊𝚛𝚒 𝚢𝚊𝚗𝚐 𝚋𝚎𝚛𝚔𝚎𝚜𝚊𝚗❞ -𝓜𝓮𝓷𝓽𝓪𝓻𝓲 𝓐𝓷𝓮𝓼𝓴𝓪- ©Glorieux