Di tempat lain Revan tengah berdiri di sebuah apartemen milik sang kekasih. Lelaki itu khawatir akan telfon dari sang kekasih mengatakan bahwa dia sedang membutuhkan bantuannya.
Tok..tok..tok..
Pintu itu terbuka menampilkan seorang perempuan dengan wajah yang sudah menangis, sang kekasih menatap bingung serta khawatir.
"Sayang.." kata perempuan yang berstatus kekasihnya yang memeluk tubuhnya erat.
"Kenapa? ada apa?" tanya Revan khawatir.
Bukannya menjawab Agatha malah menangis kencang membuat Revan kewalahan, orang yang berlalu-lalang melihat ke arah mereka. Merasa tak nyaman, lelaki itu membawa kekasihnya masuk ke dalam apartemen itu.
"Sakit.." ucap Agatha manja dengan memperlihatkan jari telunjuk yang memerah.
"Kenapa? kok bisa kayak gini?"
"Ta-tadi aku nyoba goreng telur hiks..terus jari aku ga sengaja kena cipratan minyak, jadi kayak gini deh."
Revan hanya menatap sebentar, dan langsung berdiri berjalan kearah dapur. Di ambilnya sebuah kotak P3K. Lelaki itu berjalan ke arah sopa tempat dimana Agatha disana. Dengan telaten lelaki itu mengobati jari telunjuk sang kekasih.
"Sakit pelan-pelan dong."
"Makannya kalo ga bisa masak ga usah sok-sok an masak, telur di teflon sampe gosong kayak gitu." omel Revan.
Agatha hanya mengerucutkan bibirnya, "Bukan ga bisa, tapi belum bisa sayang."
"Mau makan apa? biar aku pesenin." Agatha menggeleng tidak mau, tubuh gadis itu secara tiba-tiba duduk di atas pangkuan Revan.
Revan terkejut, bagaimana tidak dia bukanlah lelaki yang tidak menyukai skinship hanya saja dia sangat menjaga batasan dalam berpacaran.
"Bangun"
"Enggak mau" tanpa aba-aba perempuan itu mencium pipi Revan, wajah lelaki itu terlihat menahan sebuah amarah.
"AGATHA!" teriak marah Revan.
Perempuan yang bernama Agatha itu sangat terkejut karna teriakan dari kekasihnya.
"Apa yang kamu lakuin?" tanya Revan dengan nada yang melembut.
"Cium kamu kenapa? ga suka? kamu kenapa sih setiap aku cium atau skinship sama kamu. Kamu selalu marah?" marah balik Agatha.
"Bukan gitu.."
"Kamu udah ga cinta sama aku, iya? atau ternyata kamu punya cewek lain di belakang aku, iya?" tuduh Agatha.
"Apa maksud kamu? jadi kamu nuduh aku selingkuh?"
"Kamu pikir aku ga tau apa, kamu sering ketemuan sama cewek yang namanya Mentari itu kan. Apa karna cewek itu sikap kamu mulai beda sama aku? atau jangan-jangan kamu punya rasa sama cewek itu, iya? jawab!" beber Agatha.
Revan lelaki itu sudah mengepal tangannya kuat, lelaki itu tidak pandai menahan gejolak amarahnya. Dan satu hal yang dia benci yaitu sebuah tuduhan yang di tunjukkan padanya.
"Terserah lo mikir apa tentang gue, gue capek ngadepin tingkah lo yang kesekian kalinya ga berubah-berubah, gue pergi."
Perempuan itu melotot, ucapan gue-lo di lontarkan oleh kekasihnya menandakan lelaki itu tengah amat marah. Dengan cepat dia memeluk tubuh kekar Revan.
"Jangan pergi, maafin aku. Tadi aku cuma jealous karna tahu ada cewek lain yang deket sama kamu."
Revan hanya diam tanpa mau menjawab perkataan Agatha sama sekali, dengan cepat lelaki itu menghempas kedua tangan Agatha yang melingkar di perutnya dan pergi keluar apartemen sang kekasih.
"Lho..SAYANG! REVAN!" teriak Agatha saking kesalnya gadis itu bahkan menghentak hentakan kaki nya.
"Awas aja lo Mentari, gue bakal kasih lo pembalasan tunggu aja." monolog Agatha.
'Lo ga bisa jauh- jauh dari gue Van, karna selamanya lo bakalan jadi pacar gue.' batin Agatha.
Karna bagi Agatha mendapatkan seorang Revan Ghaza Pradipta merupakan sebuah penghargaan baginya bagaimana tidak lelaki itu sangat loyal kepada kekasihnya, apapun yang dia minta pasti akan di kabulkan oleh lelaki itu. Bagai sebuah temuan tambang emas yang harus dia jaga dari orang-orang yang hendak merebut lelaki itu.
°°°
Di perjalanan pulang Revan hanya diam, dengan tangan yang terkepal kuat di stir mobilnya. Menghadapi sifat dan tingkah kekasihnya memang sering membuat lelaki itu tidak dapat menahan gejolak amarahnya. Mobil hitam itu melewati sebuah toko roti, hati dia tertarik untuk singgah di sana.
Mobil hitam nan mewah itu terparkir didepan toko roti itu, lelaki itu berjalan masuk kedalam. Sudut matanya menelisik setiap roti serta kue yang terpajang rapi di setiap sudut.
Tak lama kemudian Revan keluar dari toko roti dengan sebuah kotak didalam plastik yang lelaki itu bawa dan melenggang pergi.
Setibanya dia di ruang kamar sakit Mentari terlihat dari pintu kaca gadis itu sudah tertidur dengan memunggungi dirinya. Dengan pelan-pelan dia mencoba membuka pintu dan masuk perlahan agar sang empu tidak terusik.Ditaruhnya sebuah kantong plastik yang dia bawa, matanya menatap sekitar ruangan seperti mencari sesuatu tak lama lelaki itu menuliskan sesuatu disebuah kertas yang dia taruh didalam kantong plastik yang dia bawa dan setelahnya dia pergi.
Sebenarnya sejak tadi Mentari sudah terbangun saat dia itu mendengar suara pintu yang didorong masuk, hanya saja gadis itu enggan untuk membalikkan badannya menunggu orang itu pergi lalu dia baru akan memastikan siapa yang masuk tadi.
Sudut pandang matanya menatap pada sebuah kantong plastik diatas meja nakas disamping ranjang yang dia tempati. Tangan itu terulur untuk mengetahui apa isi didalamnya. Sebuah kotak berisikan 4 buah cup cake cokelat dengan secarik kertas didalamnya. Sudut bibir itu tersenyum cantik membaca isi surat yang ditujukan padanya.
"Nangis juga butuh tenaga, setidaknya makan cup cake ini untuk isi kembali tenaga buat lo."
Cup cake cokelat adalah makanan favoritenya karna dulu sang bunda selalu membuatkan untuknya saat kecil, gadis itu memakan cup cake itu dengan perasaan yang campur aduk rasanya berbeda namun dia menyukainya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MENTARI [SEDANG DIREVISI]
Teen Fiction❝𝚃𝚎𝚛𝚒𝚖𝚊𝚔𝚊𝚜𝚒𝚑 𝚞𝚗𝚝𝚞𝚔 𝚜𝚊𝚝𝚞 𝚑𝚊𝚛𝚒 𝚢𝚊𝚗𝚐 𝚋𝚎𝚛𝚔𝚎𝚜𝚊𝚗❞ -𝓜𝓮𝓷𝓽𝓪𝓻𝓲 𝓐𝓷𝓮𝓼𝓴𝓪- ©Glorieux