18: Malam yang Dingin [REVISI]

67 29 16
                                    

  Suara mobi berhenti dengan gerbang rumahnya yang terbuka membuat Mentari yang tengah belajar untuk ulangan besok teralihkan.

"Itukan mobil ayah." saat mengetahui mobil ayah dia yang terparkir dihalaman rumah, gadis itu lantas turun dari kamarnya yang berada di lantai dua.

Pintu masuk utama terbuka bertepatan dengan Mentari yang sudah berdiri tak jauh dari sana, dari dekat terlihat ayahnya masuk bersamaan dengan seorang wanita.

"Jadi ini rumah kamu sayang." tanya wanita itu dengan nada yang menjijikkan.

"Iya sayang, dan ini nantinya akan menjadi rumah kamu."

"Beneran mas? makasih sayang." detik kemudian perempuan dengan baju yang sangat minim itu memangutkan bibir mereka.

  Kegiatan kotor mereka tak lepas dari pandangan Mentari yang memandang jijik mereka. Menahan rasa benci akan sosok ayahnya sangat sulit bagi Mentari.

"AYAH!" teriak Mentari lantang.

  Kegiatan mereka terlepas, Surya memandang anaknya penuh amarah sedangkan wanita itu hanya menatap sinis tanpa rasa bersalah sedikitpun.

"Beraninya kamu meneriaki saya hah! dimana sopan santun mu, Anes!"

Tangan gadis itu terkepal, "Jadi ini simpanan ayah? tcih...wanita penghibur." entah dari keberanian mana gadis itu lantang mengucapkan kalimat itu.

  Wanita itu terbelalak, "Jadi ini anak kamu yang gak tau sopan santun itu mas?" kata Laras memanasi perdebatan antara ayah dan anak itu.

"Anes! jaga ucapan kamu! dia istri ayah dan kamu harus hormat padanya."

"Apa aku gak salah denger tadi? ayah suruh aku hormat sama wanita penghibur itu?" tanya Mentari ulang.

  Surya berjalan menuju Mentari dan kemudian menampar gadis itu dengan cukup keras bahkan tubuh itu sampai terhuyung jatuh ke lantai.

"Sudah mas kasian dia, mungkin anak kamu belum terbiasa dengan kehadiran aku. Jadi tidak apa-apa." kata Laras.

  Jika ada perlombaan drama mungkin saja wanita itu akan juara dengan akting murahannya itu. Mentari yang mendengar itu tersenyum tipis.

"Mas pergi ke kamar dulu ya," kata Surya meninggalkan Mentari dan wanita bernama Laras itu.

  Wanita itu berjongkok menyamakan tingginya, tangannya terulur untuk menarik rambut Mentari kebelakang.

"Perkenalkan saya Laras dan saya istri baru ayah kamu, nama kamu Mentari kan saya tidak perduli mau kamu ingin menghormati saya atau tidak itu bukan urusan saya."

"Yang terpenting saya hanya menginginkan harta ayah kamu itu saja."

"Stt..dasar murahan."

  Laras hanya tertawa tipis, cengkaraman tangannya dirambut gadis itu semakin keras. "Dengarkan ini baik-baik...kalau kamu masih ingin tinggal disini bersikap baik lah kepada saya paham?" cengkraman rambut itu dilepaskan dengan kuat.

   Mentari menatap kosong pandangan didepannya, gadis itu menangis setelah susah payah untuk menahannya. Dengan tertatih dia mencoba untuk berdiri berjalan menuju kamarnya.

MENTARI [SEDANG DIREVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang