Sudah 1 minggu yang lalu Mentari sembuh dari sakitnya, kini gadis itu melakukan aktivitas sehari-harinya yaitu bersekolah. Saat ini jam pelajaran terakhir tengah berlangsung beberapa siswa terlihat ada yang tengah tertidur karna mata pelajaran sastra inggris yang begitu membosankan.
Sedangkan Mentari gadis itu sesekali menengok kearah luar jendela melihat cuaca yang saat ini tengah mendung, terlebih lagi teman disampingnya yaitu Fani tidak berangkat karena sakit membuat gadis itu merasa bosan dan jenuh.
Tak lama terdengar bel pulang berbunyi bersamaan dengan berakhirnya mata pelajaran terakhir. Setelah mengucapkan salam dan perginya guru kemudian disusul oleh beberapa siswa langsung berlari keluar kelas untuk pulang. Dan sialnya hari ini Mentari harus melaksanakan piket hariannya, oleh karena itu dipastikan pasti dia pulang terlambat.
Hingga 20 menitan berlalu gadis itu terlihat tengah berlari menuju halte depan sekolah untuk menunggu bus. Keadaan sekolah sudah mulai sepi di tambah dengan cuaca sore itu begitu gelap karena awan yang mendung. Tak lama terdengar tetesan air hujan yang mulai turun dengan lebat, perempuan itu bingung sekaligus cemas memikirkan bagaimana cara dia pulang nantinya terlebih ponsel miliknya mati karena habis baterai.
Sebuah sepeda motor berhenti tepat dihadapannya, gadis itu memicingkan matanya hingga sorot pengendara itu ikut menatap balik. Seorang lelaki dengan seragam yang sama dengannya terlihat basah kuyup itu sedang berdiri disebelah kirinya. Saat lelaki itu membuka helm yang melekat dikepalanya detik kemudian Mentari langsung mengenali sosok lelaki disampingnya itu.
Mereka berdua duduk bersampingan dengan jarak yang sedikit menjauh, sebenarnya Mentari ingin menyapanya terlebih lelaki itu telah berbuat baik kepadanya, namun dia urungkan karena perasaan canggungnya yang lebih besar.
***
Revan telah selesai latihan basket untuk perlombaan antar sekolah yang akan diadakan 1 minggu lagi. Lelaki itu sengaja pulang terlambat untuk berlatih lebih lama. Merasa sudah cukup akan latihan yang dia lakukan lelaki yang mengenakan seragam tanpa dikancingkan itu mulai mengemasi tas hitam milik dia yang berada di tepi lapangan dan berjalan menuju parkiran belakang sekolah. Disaat hendak memakai helm dikepalanya rintik hujan mulai turun dengan deras mau tak mau lelaki itu dengan cepat menjalankan sepeda motornya pergi dari sekolah namun hujan itu kian deras terlebih lagi dirinya tidak membawa jas hujan atau jaket membuat seragam yang masih melekat di tubuhnya kian basah.
Pada akhirnya Revan memutuskan untuk berteduh di halte depan sekolah menunggu sedikit reda baru dia akan pulang. Sebenarnya dari awal dia tidak menyadari ada seorang siswi yang berseragam sama sepertinya tengah duduk sendirian disana, hingga kedua kontak mata mereka saling bertatapan. Akan hal itu lelaki itu baru menyadari kehadiran gadis itu, seorang gadis yang cukup dia kenal. Namun dia enggan untuk sekadar menyapa, lebih memilih untuk duduk yang tak jauh dari gadis itu berada dengan mata yang terpejam sebentar.
Sebuah cairan keluar dari hidung lelaki itu tanpa Revan sadari, mata remaja 18 tahun itu terbuka mendapati tubuhnya disadarkan oleh seseorang didepannya dengan sebuah sapu tangan yang disodorkan padanya. Kedua alis itu berkerut, ada apa dengan gadis itu? kenapa dia menyodorkan sapu tangan kepada dirinya?
"Huft..aku kira kamu pingsan, kamu mimisan dan ini aku ada sapu tangan bisa kamu pakai buat bersihin darahnya." ucap Mentari lega mendapati lelaki itu tidak pingsan.
Lelaki itu baru tersadar saat melihat darah yang keluar dari hidung dia telah menetes pada kerah seragam putihnya yang lumayan banyak. Mau tidak mau Revan menerima sapu tangan itu untuk membersihkan darah yang keluar dari hidungnya.
"Kamu kenapa bisa mimisan? kamu sakit?" tanya gadis itu dengan raut wajah yang tersirat kekhawatiran.
"Gak papa, cuma kecapekan aja."
"Ini aku ada air bisa kamu gunakan buat minum atau gak kamu buat bersihin darahnya gak papa. Itu airnya masih baru kok." kata Mentari dengan memberikan sebotol air mineral yang masih baru.
"Makasih" setelah menerima itu mereka kembali dengan saling berdiam satu sama lain.
"Oh iya..tentang kejadian kemarin makasih banyak ya udah tolongin aku. Maaf jadi ngrepotin kamu." ucap Mentari memecahkan keterdiaman mereka.
Revan hanya mengangguk pelan, "Lo udah baikan?"
"Udah kok sekali lagi makasih banyak Revan."
"Gak papa"
Hujan itu kian belum juga reda hanya rintikan kecil tak seperti semula, lelaki itu langsung berdiri dengan memakaikan helm nya lagi dan menatap balik Mentari yang sedang melihat kearahnya.
"Lo gak balik?"
"Oh itu lagi nunggu bus, soalnya handphone aku mati jadi gak bisa hubungi atau pesen ojek online."
Lelaki itu terlihat menaikkan satu alisnya dan berjalan untuk menaiki sepeda motornya. Pergerakan lelaki itu tidak lengah dari perhatian Mentari.
"Naik!"
"H-hah?" bingung Mentari
"Naik atau gue tinggal!" seru Revan
"T-tapi nanti...."
"Cepetan!" kata Revan sedikit berteriak dengan tak sabaran.
Bagaimana tidak lelaki itu sudah cukup sabar menghadapi lemotnya gadis itu, dia merasa kedinginan sebab seragam yang dipakai telah basah dan gadis yang dia tawarkan tumpangan malah mengulur-ulurkan waktunya.
Karena bentakan itu juga mau tidak mau gadis itu menurut, dan langsung naik di bocengan sepeda motor itu. Sebenarnya dia merasa tak nyaman namun apa boleh buat.
Sepeda motor itu berjalan menyusuri jalanan ibukota dengan diiringi oleh rintikan hujan, mereka berdua saling diam Mentari yang sibuk dengan pikirannya dan Revan yang sibuk dengan jalanan.
"Kamu gak kedinginan?" tanya Mentari namun lelaki itu tidak menjawab pertanyaan darinya.
"Revan kamu gak dingin?"
"Kamu gak bawa jas hujan emangnya?"
"Lainkali dibawa biar kamu ga kehujanan."
"Baju kamu basah banget, kalo kamu sakit gimana?"
Rentetan pertanyaan dari Mentari membuat Revan pusing mendengarnya, bagaimana tidak meskipun dia memakai helm namun telinganya dapat menangkap jelas pertanyaan yang dilontarkan untuknya.
"Emangnya kenapa kalo gue sakit? ada masalah buat lo?" tanya Revan balik.
Skakmat! Mentari langsung terdiam saat mendengar perkataan Revan. Benar juga apa yang dikatakan lelaki itu, lagipula siapa dirinya beraninya dia khawatir dengan sosok lelaki didepannya.
Motor yang dikendarai Revan sampai di rumah Mentari, gadis itu terlihat begitu diam padahal disepanjang perjalanan dia begitu cerewet menanyakan rentetan pertanyaan.
"Emm..mau masuk dulu?" tawar Mentari.
"Ga usah, mo langsung cabut aja."
"Yaudah aku masuk duluan ya, makasih udah anterin." lelaki itu mengangguk sebagai jawabannya.
"Revan...kamu jangan kecapekan nanti sakit." cicit Mentari.
Meskipun terdengar lirih namun Revan dapat mendengar dengan jelas perkataan itu, tanpa sadar sudut bibir itu tertarik untuk tersenyum. Matanya menatap sebuah pintu yang telah tertutup menandakan sang pemilik rumah sudah memasuki rumahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MENTARI [SEDANG DIREVISI]
Fiksi Remaja❝𝚃𝚎𝚛𝚒𝚖𝚊𝚔𝚊𝚜𝚒𝚑 𝚞𝚗𝚝𝚞𝚔 𝚜𝚊𝚝𝚞 𝚑𝚊𝚛𝚒 𝚢𝚊𝚗𝚐 𝚋𝚎𝚛𝚔𝚎𝚜𝚊𝚗❞ -𝓜𝓮𝓷𝓽𝓪𝓻𝓲 𝓐𝓷𝓮𝓼𝓴𝓪- ©Glorieux