"Ngapain lo disini?" tanya Revan dengan nada terkesan ketus.
Mentari dibuat kelimpungan sendiri untuk menjawab rasanya sulit, "I-itu.."
"Yaampun sayang, masuk-masuk bukannya salam malah kayak gitu. Ayo sini kita makan siang bersama."
"Revan mau ganti baju dulu, bun." setelah mengatakan begitu Revan langsung pergi menuju kamar tidurnya.
"Maaf ya sayang, Revan emang gitu sama orang yang belum kenal." kata wanita yang bernama Nesya .
"Iya ga bun, wajar aja."
Di meja makan
Makan siang dilakukan secara khidmat hanya dentingan sendok dengan piring yang terdengar. Sedari tadi Nesya menatap bergantian kearah Revan dan juga Mentari dengan tatapan yang memiliki niat terselubung.
"Ekhem..Revan kenalin ini Mentari tadi dia bantuin bunda bawain belanjaannya bunda tahu, pas bunda kerepotan di jalan."
Sebal dengan respon anaknya yang acuh tak acuh membuat wanita itu terlihat kesal.
"Revan! kamu denger ga sih bunda bilang?""Hem"
"Kamu itu nyebelin banget sih, kok bisa bunda punya anak satu modelan patung kayak kamu." geram Nesya.
"Revan sudah selesai." ucapnya meninggalkan Mentari dan Nesya yang masih di meja makan.
"Anak itu benar-benar, maafin sikap Revan ya sayang." Mentari hanya tersenyum tipis andai saja dia menolak permintaan wanita didepannya sudah pasti ia tidak akan berada di rumah ini.
"Oh iya Mentari rumah kamu dimana?"
"Ada di perumahan xx."
"Jauh juga kok kamu bisa ke sini? naik apa tadi?"
"Tadi Mentari pengin jalan-jalan aja di taman kompleks dekat sini, pas Mentari duduk ga sengaja lihat bunda yang kesusahan bawa barang belanjaan, jadi Mentari ga tega."
Penuturan dari gadis di depannya membuat Nesya tersenyum, dia merasa bahwa Mentari anak yang terbilang sangat tulus.
"Kamu baik banget sih...makasih ya sudah bantu bunda tadi."
"Sama-sama bun, bunda juga baik sama Mentari." kata Mentari dengan senyum.
"Aduh sudah fix ini cocok banget." gemas Nesya melihat senyuman manis dari Mentari.
"Cocok apa bun?" bingung Mentari.
"Cocok jadi menantu bunda, hahaha." ujar Nesya dengan bercanda Mentari lantas kaget semoga saja Revan tidak mendengar candaan bundanya. Namun salah Revan yang ternyata masih berdiri di anak tangga mendengar jelas apa yang di bicarakan oleh mereka berdua.
°°°
Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul empat sore, sedari tadi ia menemani Nesya membuat cookies. Mentari merasa dirinya harus pulang sebelum matahari terbenam.
"Bunda..Mentari ijin pamit pulang, sudah sore nanti ayah nyariin." Mentari terpaksa harus beralasan ayahnya, meskipun kenyataannya ayahnya tidak pernah perduli dengannya sedari kecil.
KAMU SEDANG MEMBACA
MENTARI [SEDANG DIREVISI]
Ficção Adolescente❝𝚃𝚎𝚛𝚒𝚖𝚊𝚔𝚊𝚜𝚒𝚑 𝚞𝚗𝚝𝚞𝚔 𝚜𝚊𝚝𝚞 𝚑𝚊𝚛𝚒 𝚢𝚊𝚗𝚐 𝚋𝚎𝚛𝚔𝚎𝚜𝚊𝚗❞ -𝓜𝓮𝓷𝓽𝓪𝓻𝓲 𝓐𝓷𝓮𝓼𝓴𝓪- ©Glorieux