Exordium

992 80 6
                                    




🕛









Delapan belas menit sudah berlalu bagi seorang pemuda bernama Jisung untuk menunggu di tempat yang sudah sangat familiar untuknya.


Tempat di mana ia tengah menanti hasil dari pemeriksaan kondisi tubuhnya; lorong Rumah Sakit Eunpyeong.


Lorong dengan tiga poliklinik spesialis untuk penyakit yang berbeda. Lorong yang memiliki banyak persamaan dengan rumah sakit lainnya; lantai marmer dengan dinding yang bergradasi sama pucatnya, langit-langitnya terbuat dari kotak-kotak polistiren yang diletakkan di atas bingkai seperti kisi-kisi, dan cahaya dari lampu terlalu terang untuk matanya setelah menunggu sekian lama.


Menurutnya, cahaya lampu itu cukup abrasif, mungkin itu menjadi salah satu penyabab dari sakit di kepalanya saat ini.


Ia menoleh ke sekeliling, mungkin untuk yang ke delapan belas kalinya. Di sekitarnya, ada sekiranya lebih dari dua puluh orang. Sebagian dari mereka mungkin pasien yang sebenarnya, selebihnya mungkin adalah keluarga yang turut menemani.


Hal kecil yang sangat klasik namun kenapa bisa memunculkan iri di hatinya?


Jujur saja, dia juga ingin ditemani saat ini, juga di saat jadwal-jadwal pemeriksaan yang sebelumnya. Tetapi semesta tidak membuat skenario impiannya menjadi nyata dengan mudah. Tentu saja.


Dibesarkan oleh single parent yang sibuk bekerja untuk menghidupi mereka berdua, itu saja sudah lebih dari cukup untuk membuat Jisung meredam rasa iri di hati.


Menepis realita yang sangat picisan itu, ia segera mengubah genre pikirannya dengan membayangkan hal apa saja yang berkaitan dengan angka delapan belas di kehidupannya.


Jisung mengangkat jari telunjuknya saat menemukan satu hal; mempunyai delapan belas lembar kartu Power Rangers edisi spesial. Kemudian jari tengahnya ikut terangkat saat ia teringat akan delapan belas t-shirt berwarna hitam polos miliknya. Setelah itu, jari manisnya ikut terangkat seperti kedua saudaranya saat ia teringat adanya delapan belas pigura foto yang terpajang di dinding rumahnya.


Giliran jari kelilingkingnya yang terangkat, sedikit ragu karena ia menyadari kalau ini adalah ke delapan belas kalinya ia mendatangi tempat ini.


"Tuan Ahn Jaehyo?"


Seorang perawat memanggil nama seseorang, yang tentu saja bukan namanya. Jisung kembali meringsek di kursinya sambil terbatuk kecil yang teredam di balik masker wajahnya.


Beberapa orang melirik sinis kepadanya, sebagian lagi mengabaikan karena terlalu sibuk dengan ponsel mereka.


Demi Tuhan, ini sudah tahun 2022. Apa batuk kecil karena gatalnya tenggorokan yang teredam di balik masker masih menjadi masalah yang besar?


Dia memang sakit, tetapi apa mereka tidak melihat kalau ia tengah menunggu di antrian poli spesialis yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan masalah pernafasan?


Dia memang memakai masker, tetapi itu dipakainya sebagai topeng untuk menutupi separuh dari wajahnya yang selalu terlihat pucat, mungkin lebih tepatnya menyedihkan.


"Tuan Lee Hansung?"


Lagi, nama seseorang dipanggil, Jisung hampir saja bangkit berdiri sebelum akhirnya ia menyadarai kalau yang diserukan itu bukan namanya.


"Lama... lama... ugh! Lama sekali!"


Ia menggumam kesal berulang kali seiring dengan kaki kanannya yang tidak bisa diam; menghentak dengan irama cepat di lantai namun lirih hampir tidak terdengar decitannya.


18 || SUNGJAEMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang