The Stubborn One

293 44 18
                                    




🕛









Sepasang manik rubah mengerjap lambat saat sinar matahari jatuh tepat di kelopaknya. Perlahan kedua netranya terbuka, ingin menyapa suasana tetapi hanya buram yang bisa ditangkapnya.


Geraman kecil terdengar dari bibir yang mengerucut, ringisan lirih menyusul setelahnya.


Setelah berhasil menajamkan pandangan, Jisung menoleh ke sisi kanan dan mendapatkan sosok Jaemin yang tertidur dengan pulas, meski posisinya sangatlah tidak nyaman.


Ia mengulas senyum tipis seraya menyingkirkan handuk kecil yang masih menempel di dahinya. "Selamat pagi, Na Jaemin," sapanya setengah berbisik.


Sebenarnya Jisung ingin sekali bangkit duduk, tetapi kepalanya masih terasa sangat berat dan dadanya masih sedikit nyeri. Ia pun menyerah dan kembali berbaring. Mendesah berat, ia sungguh tidak tega melihat Appa-nya saat ini.


Beberapa saat dihabiskannya untuk terdiam, Jisung akhirnya mendengar gumaman lirih yang berasal dari Jaemin.


Senyum yang tidak kalah dengan cerahnya matahari pagi ini langsung menyapanya.


"Kau masih demam," ujar Jaemin sambil menempelkan telapak tangan di dahi dan leher Jisung. "Masih ada bubur dan telur phitan, mau sarapan sekarang?" tanyanya seraya mencoba bangkit berdiri.


Jisung menggeleng. "Kau tidak bersiap untuk sekolah?" Ia balik bertanya.


"Ini masih jam enam. Hoaaam!" Jaemin menguap lebar sambil merenggangkan kedua tangannya ke atas. "Sarapan sekarang lalu minum obatmu, oke?"


Tidak menjawab, Jisung mengiyakan dan membiarkan Jaemin untuk menyiapkan sarapannya. Meski tidak ada nafsu untuk makan, tetapi dia tahu kalau dia harus meminum obatnya, terutama aspirin.


Ah! Aspirin!


Jisung melirik Jaemin yang tengah menuangkan bubur ke dalam mangkuk, lalu dengan susah payah, ia akhirnya bisa bersandar pada headboard ranjang. "Apa kau membeli aspirin untukku?" tanyanya kemudian.


"Ya," sahut Jaemin. "Walau aku tidak tahu untuk apa kau memerlukannya, tetapi aku tetap membelikannya untukmu." Ia membawa nampan berisi semangkuk bubur dan sepiring kecil telur phitan yang sudah diirisnya kecil-kecil. "Apa kau bisa sendirian di rumah? Atau aku harus meminta izin dari sekolah untuk tidak masuk hari ini?"


"Tidak, kau harus sekolah," tolak Jisung seraya menerima uluran mangkuk dari Jaemin. "Aku bisa sendirian, aku bukan anak kecil," tambahnya kemudian.


Jaemin mendesis sinis. "Kau anak kecil yang nakal. Sangat nakal dan keras kepala! Siapa yang menurunkan sifat itu kepadamu, hm?" omelnya. "Kau memakan es krimku lalu pergi bermain hujan-hujanan. Apa itu namanya bukan anak kecil?"


"Aku hanya ingin menjemputmu pulang."


Helaan nafas panjang berhembus dari bibir Jaemin. "Benar, aku belum bertanya soal itu."


"Soal apa?" tanya Jisung tanpa menoleh dari mangkuk buburnya.


"Soal kenapa kau bersikeras menyuruhku pulang."


Ada hening sejenak; Jisung sibuk menyantap buburnya, sementara Jaemin mencermati ekspresi Jisung yang kelewat datar saat ini.


"Andy," panggil Jaemin, memecah keheningan.


Jisung mengangguk sebagai balasan.


"Apa yang kau maksud tentang 'aku membacanya dan semuanya berubah'?"


18 || SUNGJAEMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang