Plan B

147 25 4
                                    




🕛









Sudah sepekan berlalu sejak Jaemin mengetahui tentang dirinya yang dijadikan bahan taruhan oleh Yuta, dan sudah sepekan ini Jisung lelah berpikir; mencari cara, agar rencananya kembali berjalan.


Di sela-sela berpikir, Jisung juga makin sering mengalami kambuh penyakitnya. Kadang sakit luar biasa, kalau boleh dikata.


Sekarang, dia hanya berpegangan pada satu rencana cadangan. Rencana yang melibatkan seseorang yang sangat dikenalnya di masa depan. Seseorang yang mungkin bisa menghentikan Jaemin menikahi orang yang disebutnya dengan panggilan Ayah.


Namun, meski dia sudah menyusun rencana, dia tidak bisa begitu saja mengatakannya kepada Jaemin. Berkali-kali diurungkannya karena Jaemin terlihat agak lebih bahagia akhir-akhir ini.


Yah, meski kadang dia pulang lalu mengomel tentang Yuta dan kawanannya.


Seperti saat ini, sosok Appa-nya itu sedang sibuk memasak makan malam dan mulutnya juga sibuk mengomel.


"Masih belum habis dipikir, bagaimana Yuta Sunbae menurut saja apa yang mereka suruh? Astaga?!"


Jisung hanya tersenyum kecut, karena sebagian dari permasalahan ini adalah salahnya. Dia melewatkan episode taruhan itu dalam membaca kejadian yang akan datang.


"Apa aku serendah itu di mata mereka?"


"Sudah, jangan dipikirkan lagi," reda Jisung.


Jaemin berbalik, menatap Jisung yang tengah menatapnya lamat-lamat. "Tch! Kau tahu apa?" sindirnya.


"Aku dari masa depan. Aku tahu segalanya."


"Psh! Tahu segalanya? Tetapi kenapa kau tidak tahu soal taruhan itu? Atau kau malah sengaja memintaku mendekati Yuta agar—"


"Na Jaemin?" potong Jisung, "tidak semua hal yang terjadi ada di dalam genggamanku. Banyak momentary act yang kau lakukan dan akhirnya mengubah masa depan."


Jaemin mengerutkan dahinya. "Apa itu momentary act? Kenapa harus dihubungkan dengan apa yang kulakukan?"


"Haaa..." Jisung berbaring, menatap langit-langit kamar. "Intinya, sekarang apa kau masih menyukai Yuta?"


Jaemin terdiam, dia tidak mau menjawab karena jujur saja, dia masih menyukai si Pemuda Jepang itu dan merasa kalau permintaan maafnya tempo hari itu sangat bersungguh-sungguh.


Tetapi di lain sisi, dia merasa gengsi. Mau taruh di mana harga dirinya jika dia tetap mengejar Yuta padahal sudah begini nasibnya?


"Jawabannya tinggal iya atau tidak," ujar Jisung, memecah kesunyian.


Jaemin mendengus sebal. "Tidak," jawabnya, "aku masih punya harga diri."


Jisung tersenyum miris. Dia pun menutup mulutnya untuk beberapa saat ke depan sampai Jaemin selesai memasak dan mereka makan malam.


Kalau sudah bicara tentang gengsi, Jisung sudah tidak bisa berkutik lagi, karena dia tahu Appa-nya itu sangat keras kepala.









🕛









Setelah makan malam, Jaemin menyuruh Jisung duduk di hadapannya lalu menatapnya dengan cermat.


"Apa?" tanya Jisung setengah khawatir.


"Apa yang terjadi di masa depan jika aku tidak bersama Yuta sekarang?"


18 || SUNGJAEMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang