Chapter 15

1K 135 25
                                    

Di tengah kekacauan emosionalnya, Woozi berusaha menyesuaikan diri dengan kehidupan barunya di apartemen Hoshi.

Setiap sudut ruangan ini mengingatkannya pada saat-saat menyakitkan yang telah ia lalui, tetapi sekaligus juga memberikan rasa aman yang aneh.

Suatu malam, ketika suara hujan mengetuk lembut di jendela, Woozi duduk di sofa, berusaha merenungkan keadaan hidupnya. Pikiran tentang pulang ke rumah selalu menghantuinya, tetapi setiap kali dia mencoba membayangkannya, wajah ayahnya yang dingin muncul di benaknya.

"Kenapa aku gak bisa melupakan semuanya?" gumam Woozi pada diri sendiri.

Hoshi masuk ke ruangan dengan langkah tenang dan matanya tajam meneliti Woozi.

"Kau sedang merenung? Gak ada gunanya meratapi masa lalu." kata Hoshi, nada suaranya cenderung menyebalkan.

Woozi menatapnya, perasaan frustrasi bercampur dengan kerinduan untuk kembali ke kehidupan yang lebih sederhana.

"Aku hanya... berpikir tentang bagaimana bisa semuanya berakhir seperti ini." jawab Woozi pelan.

"Berhenti memikirkan itu. Itu hanya akan membuatmu semakin lemah. Kau harus menerima tempatmu sekarang. Kau adalah milikku, dan gak ada yang bisa mengubah itu." potong Hoshi, melangkah lebih dekat.

"Milikmu? Tapi aku gak merasa seperti itu." Woozi mengulang kata itu dengan rasa pahit.

Hoshi mengerutkan kening, mendekat dan menatap dalam-dalam ke mata Woozi.

"Jika kau gak mau menerimanya, maka kita akan membuat semua hal ini lebih sulit untukmu." kata Hoshi.

Woozi merasakan ketakutan menyelimuti dirinya, tetapi dia juga ingin memperjuangkan haknya.

"Aku gak bisa terus hidup dalam bayang-bayangmu yang gelap itu, Hoshi. Aku ingin menjadi diriku sendiri!" kata Woozi.

Hoshi terdiam sejenak, kemudian mengangkat sudut bibirnya dalam senyuman yang menyeramkan.

"Biar aku beritahu tentang sesuatu, Woozi. Dalam hubungan ini, gak ada tempat untuk menjadi 'dirimu sendiri.'" kata Hoshi.

Kata-kata itu membuat Woozi merinding. Dia merasa terperangkap dalam jaringan yang dibuat oleh Hoshi, dan setiap upayanya untuk melawan tampaknya sia-sia. Namun, dalam hatinya, dia tahu bahwa dia tidak bisa menyerah begitu saja.

"Jika kau berani melawan lagi, maka kau harus siap menghadapi konsekuensinya." kata Hoshi, suaranya menegaskan bahwa dia benar-benar serius.

Woozi merasa ada sesuatu yang gelap menyelubungi hubungan mereka, dan dia harus menemukan cara untuk merebut kembali hidupnya. Dia hanya bisa berharap ada jalan keluar dari semua ini, meski saat itu terasa sangat jauh.

•••

Beberapa hari berlalu sejak perdebatan sengit itu, dan Hoshi mulai menunjukkan sikap yang lebih aneh dari biasanya.

Terkadang, Hoshi terlihat sangat dingin seperti ada sesuatu yang mengganggu pikirannya. Woozi yang sebelumnya merasa tertekan, mulai merasa penasaran.

"Hoshi, apakah ada yang gak beres?" tanya Woozi pada suatu sore, saat Hoshi duduk di ruang kerjanya, tampak tenggelam dalam pikirannya.

"Gak ada yang perlu kau khawatirkan." jawab Hoshi dengan suara datar, mengabaikan tatapan khawatir Woozi.

Namun, Woozi merasa ada sesuatu yang lebih. Keterasingan Hoshi membuatnya curiga. Dia ingin tahu apa yang disembunyikan Hoshi.

Ketika Hoshi pergi ke luar untuk beberapa urusan, Woozi merasa terdorong untuk menjelajahi ruang kerja Hoshi, yang selama ini dilarang untuk dimasukinya.

SEVENTEEN : Code Three | SoonHoon ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang