Chapter 19

1K 129 24
                                    

Sambil Hoshi berusaha memastikan bahwa Woozi dalam keadaan baik, Taeri, dengan cepat meraih pistol yang tergeletak di sampingnya.

Dengan tangan bergetar karena rasa sakit dan kemarahan, dia mengarahkan pistol itu ke Hoshi.

"Ini semua akan berakhir di sini!" teriak Taeri, menarik pelatuknya.












DOR!















Namun, tembakan itu meleset, nyaris mengenai dinding di belakang Hoshi. Suara ledakan memenuhi ruangan, menggema di antara dinding yang dingin dan kaku.

Hoshi terkejut oleh suara tembakan itu, kemudia ia berbalik dan melihat Taeri dengan pistol masih mengarah padanya.

"Kau gila, Taeri!" seru Hoshi, marah sekaligus ketakutan.

Hoshi dengan cepat melangkah maju dan menyerang Taeri lagi, kali ini dengan lebih waspada. Hoshi tidak akan membiarkan Taeri melukai Woozi lagi.

"Jika kau ingin berperang dengan senjata itu, maka aku akan membunuhmu dengan tangan kosong!" seru Hoshi, matanya penuh dengan determinasi.

Pertarungan kembali memanas, dengan Hoshi berusaha mengalihkan perhatian Taeri dari Woozi yang terbaring lemah. Satu-satunya tujuan Hoshi sekarang adalah melindungi kekasihnya, tidak peduli apa pun yang terjadi.

Taeri terus berusaha mengarahkan pistolnya, berulang kali menarik pelatuk dan melepaskan tembakan ke arah Hoshi. Setiap peluru yang ditembakkan meleset, menghancurkan dinding di sekitarnya dan menambah kekacauan dalam ruangan.

Sementara itu, Woozi dengan segenap tenaga yang tersisa, berusaha untuk bangkit. Rasa sakitnya membuatnya terhuyung, tetapi semangatnya tidak pudar. Melihat Hoshi berjuang melawan Taeri, Woozi tahu ia tidak bisa hanya berdiam diri.

"Aku gak akan membiarkanmu menyakiti Hoshi!" teriak Woozi, mengumpulkan keberanian.

Dengan penuh semangat, Woozi berhasil melepaskan ikatan di tangannya, berlari menuju Hoshi. Begitu sampai, Woozi mengalihkan perhatian Taeri dengan sebuah serangan mendadak, mendorong tubuhnya dengan sekuat tenaga ke arah Taeri, sehingga pistolnya meleset.

"Sekarang, Hoshi!" seru Woozi.

Hoshi tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Dia menyerang Taeri dengan serangan beruntun, membebaskan Woozi sepenuhnya.

Dengan kekuatan gabungan mereka, Hoshi dan Woozi berjuang melawan Taeri, memastikan bahwa dia tidak memiliki kesempatan untuk melukai mereka lagi.

"Bersama-sama, kita bisa menghentikannya!" Hoshi berteriak, memberi semangat kepada Woozi, dan keduanya menyerang Taeri dengan semangat yang menyala-nyala, bertekad untuk mengakhiri pertarungan ini selamanya.

Dengan kerjasama yang solid, Hoshi dan Woozi mulai melancarkan serangan bertubi-tubi ke arah Taeri. Setiap serangan mereka mengarah tepat sasaran, melemahkan Taeri yang sebelumnya sangat agresif.

Woozi, meskipun masih merasakan efek dari penyiksaan sebelumnya, mampu memberikan pukulan kuat yang membuat Taeri terhuyung.

"Kau gak akan bisa menyentuh kami lagi!" teriak Woozi, dengan semangat yang membara.

Akhirnya, setelah beberapa serangan balasan, Hoshi dan Woozi berhasil melukai Taeri. Dia terjatuh ke lantai, mengerang kesakitan, wajahnya penuh dengan darah.

"Kau gak bisa memenangkan ini. Jika saja kau menyerang kami tepat setelah perjodohan itu, kau pasti bisa menang. Sayangnya kau terlambat, aku dan mate-ku sudah solid sekarang." bisik Hoshi, menatap Taeri dengan tajam.

Taeri kini tak berdaya dan hanya bisa menatap mereka berdua dengan tatapan penuh kebencian.

"Ini belum berakhir." geram Taeri, tetapi tubuhnya terlalu lemah untuk melanjutkan pertarungan.

Hoshi dan Woozi saling bertukar pandang, merasakan kemenangan di antara mereka, tetapi kesadaran bahwa ancaman belum sepenuhnya sirna.

Hoshi merasakan amarah yang membara di dalam dirinya saat melihat Taeri tergeletak tak berdaya. Kenangan masa lalu yang menyakitkan, pengkhianatan dari ibu tirinya, dan luka yang ditinggalkan di hati Hoshi membuatnya tak bisa menahan diri.

Dalam sekejap, Hoshi mengambil senjata tajam yang tergeletak di dekatnya.

"Ini untuk semua yang kau lakukan padaku, orangtuaku, dan mate-ku." ucap Hoshi, suaranya bergetar dengan emosi.

Dengan gerakan cepat, dia menusukkan linggis itu ke arah dada Taeri, menembus kulit dan menambah derita pada pengkhianatan yang sudah cukup lama ditanggungnya.

"AAAAAAAAAKKKKKKKKHHHH!!"

Teriakan Taeri menggema di ruang itu, tetapi tak ada lagi belas kasihan dalam hati Hoshi yang harus menghadapi pengkhianatan dari keluarga sendiri. Hoshi terus menyerang Taeri, setiap tusukan adalah bentuk balas dendam yang terpendam.

"Rasakan semua rasa sakit yang kau berikan padaku!" katanya dengan suara dingin, saat Taeri terkulai, darah mengalir deras dari lukanya.

Dalam sekejap, semua amarah dan rasa sakit yang telah menggerogoti Hoshi terluapkan. Taeri tak mampu melawan lagi, dan dengan satu tusukan terakhir, dia benar-benar tak berdaya. Hoshi berdiri di atas tubuh Taeri yang tak bernyawa, merasakan kombinasi antara kepuasan dan kehampaan.

"Kini, semuanya telah berakhir." bisik Hoshi, sebelum berbalik dan mengabaikan tubuh kakak tirinya yang tergeletak, seolah mengubur semua luka yang telah ditimbulkan oleh pengkhianatan tersebut.

Setelah menuntaskan balas dendamnya, Hoshi berbalik dan menghampiri Woozi yang masih berada di tempatnya sedang tertegun dengan apa yang baru saja terjadi. Ketegangan yang menyelimuti ruang itu perlahan-lahan menghilang, digantikan oleh kesunyian yang berat.

"Hoshi... Apa yang baru saja kau lakukan?" Woozi memanggil dengan suara bergetar, tidak tahu harus berkata apa.

Hoshi menatapnya, matanya yang keemasan kini dipenuhi dengan rasa campur aduk.

"Aku gak bisa membiarkan pengkhianatan ini terus berlanjut." jawab Hoshi dengan nada suaranya yang datar, namun menyimpan banyak emosi.

"Aku gak akan membiarkan siapa pun menyakitimu lagi." imbuhnya.

Woozi merasakan gelombang rasa takut dan haru sekaligus. Dia melangkah mendekat, mencoba memahami perubahan mendalam yang terjadi dalam diri Hoshi.

"Tapi... apakah ini cara yang benar?" kata Woozi.

"Gak ada cara yang benar ketika seseorang mengkhianati keluargaku. Dia gak akan pernah bisa bertemu dengan kita lagi." kata Hoshi, napasnya masih terengah-engah dari pertarungan.

Woozi merasakan kesedihan merayap di hatinya, "Tapi dia masih bagian dari keluargamu, Hoshi. Mengapa kau harus mengorbankan dirimu untuk membalas dendam?" ujarnya lembut, berusaha mengingatkan Hoshi tentang nilai-nilai yang lebih tinggi.

Hoshi menggelengkan kepala, matanya menyala dengan tekad.

"Dia bukan bagian dari keluargaku lagi. Dia bukan siapa-siapaku sekarang. Aku sudah memilih untuk melindungimu, gak peduli apa pun yang terjadi." kata Hoshi.

Dengan berat hati, Woozi mengangguk. Dia tahu bahwa Hoshi telah berjuang melewati batas-batas yang belum pernah dia bayangkan.

"Terima kasih, Hoshi. Kita harus pergi. Kita gak aman di sini." kata Woozi, mencoba menarik perhatian Hoshi dari kegelapan yang baru saja mereka hadapi.

Hoshi menatapnya lalu menghela napas dalam-dalam, "Kau benar. Kita perlu pergi sebelum seseorang menemukan kita di sini." katanya.

Mereka berdua melangkah keluar dari tempat itu, berusaha meninggalkan semua kenangan pahit dan kegelapan yang baru saja mereka alami.

Di luar sana, malam mulai mendekat dan saat mereka berdua melangkah menuju kebebasan, ada perasaan bahwa meskipun bayang-bayang masa lalu masih membayangi, mereka berdua bisa menghadapi apa pun yang datang selanjutnya—bersama.

To be continued...
Jangan lupa komen dan vote-nya

SEVENTEEN : Code Three | SoonHoon ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang