Yang mau baca duluan, monggo ke Karyakarsa. Udah sampai bab 32..
Kita termewek-mewek bersama
--------------------------------------------------------------------------
Mungkin tangisku hanya sekejab saja, namun luka ini tidak pernah ada habisnya.
Beberapa kali pertanyaan terus terlontar kepada Zhafir ketika dia ingin menghentikan wawancara singkat ini. Seolah-olah para wartawan yang kini mengelilingi Zhafir sama sekali tidak memahami air mata yang mulai membanjiri kedua pipi. Mereka terus menyerang dengan pertanyaan, sampai-sampai beberapa hal yang tidak sepatutnya dikulik dalam keadaan duka seperti ini, terus mereka lakukan.
"Dengar-dengar kepergiaan tujuan ke Malang soal perjodohan, benar tidak?" tanya salah satu wartawan dengan seenaknya.
Langkah Zhafir yang mulai putar badan untuk menghindari kerumunan wartawan seketika terhenti. Dia melirik tajam ke arah wartawan laki-laki yang seenaknya berbicara demikian. Akan tetapi ajaibnya ekspresi Zhafir bisa dia tangani dengan baik. Wajah tidak suka yang awalnya tergambar jelas, berubah memasang senyum ramah. Boleh jadi wartawan berkata demikian karena mendengar gosip-gosip panas sebelumnya mengenai Aiz. Karena itu tidak sepatutnya Zhafir marah pada wartawan ini. Bukankah orang bertanya karena tidak tahu?
"Alhamdulillah, kepergian tujuan ke Malang kali ini dengan niatan baik, yakni silaturahim. Kebetulan banyak keluarga yang adanya di Malang. Sehingga, memang sudah sewajibnya kita menjaga tali silaturahim."
"Berarti isu soal kedekatan hanya gosip belaka ya, Mas? Karena beberapa bulan lalu, bukankah Aiz sempat kepergok berpergian ke Malang bersama seseorang."
Zhafir tidak bisa berkomentar apapun. Karena itulah kehidupan Aiz. Dan kejadian itu terjadi disaat mereka baru saja selesai memperbaiki hubungan kesalah pahaman mereka. Antara Zhafir, Aneska, dan Aiz.
"Saya tidak berani berkomentar apapun. Sekalipun Aiz adalah sepupu terdekat saya, namun dia juga punya kehidupan pribadi yang tidak sepatutnya kita campuri. Saya aja yang sepupunya tidak berani ikut campur. Kenapa kalian penasaran sekali?"
Sebelah alis hitam Zhafir tertarik tinggi. Dia menunggu respon wartawan tersebut. Namun sayang wartawan yang tadi bertanya kepadanya, seperti terpental dengan kata-kata Zhafir.
Saya saja yang sepupunya tidak berani ikut campur, kenapa kalian penasaran sekali?
"Sekarang begini ya Mas, dan Mbak semuanya, kini kami harap-harap cemas menunggu informasi terupdate dari kondisi musibah ini. Kenapa Mas dan Mbak enggak ikut berdoa bersama kami. Untuk seluruh penumpang agar bisa ditemukan dengan sehat dan tidak kekurangan satu apapun. Mereka-mereka yang menjadi penumpang dalam penerbangan ini, pastinya memiliki keluarga, memiliki orang terdekat yang menunggu mereka kembali ke rumah dengan selamat. Alangkah lebih baiknya, kita sama-sama saling support atas kondisi ini. Bukan malah membuat para keluarga yang menunggu di sini menjadi tidak nyaman."
Nasihat panjang itu Zhafir akhiri dengan membungkuk di depan semua wartawan. Cara Zhafir menjawab, dan bersikap menjadi sorotan lampu kamera. Mereka yang melihat cukup terkagum dengan karakter laki-laki ini. Yang bahkan diketahui memiliki latar belakang luar biasa.
"Bagaimana?" tegur Gen ketika Zhafir sudah kembali ke dalam restoran.
Tepukan pada bahu Gen, disusul anggukan kepala Zhafir, menjadi jawaban yang menenangkan untuk Gen. Dia pikir wartawan akan terus mendesak, dan ingin mengambil gambar serta menyerang Aesha dengan pertanyaan. Namun ternyata semua itu bisa didamaikan oleh Zhafir.
"Terima kasih banyak, Mas."
"Sama-sama. Bukannya kita akan melakukan yang terbaik untuk keluarga, dan orang dicintai?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Passegiatta
SpiritualBerawal dari kabar duka, kupikir inilah awal dari derita. Dimulai dari hilangnya kontak pesawat penerbangan rute Jakarta - Malang, di daerah pegunungan Kawi, mendadak membuat semuanya panik. Termasuk seorang gadis bernama Raesha Azzalfa. Pasalnya k...