Bab 22

473 111 11
                                    

Malam .... Masih ada yang nungguin cerita ini?

Btw sisa 4bab lagi ya, untuk bab-bab yg sebelumnya pernah diposting. Nanti nextnya bab baru yang saat ini hanya dikaryakarsa aja..
Dikaryakarsa udah sampai bab 44 gaes. Kalian enggak pernasaran gimana kelanjutannya?

Gasss ke karyakarsa gak sih...

Gasss ke karyakarsa gak sih

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


--------------------------------------------------


Aku tidaklah sekuat yang kalian harapkan. Namun tidak juga serapuh seperti yang kubayangkan.

Dirawat. Mau tidak mau, suka tidak suka, Aesha hanya bisa pasrah ketika disisinya ada Shafa sedang mengecek kondisi Aesha selepas gadis itu dibawa dari rumah ke rumah sakit.

Dalam pikirannya Aesha tidak mengingat kapan orang-orang membawanya ke sini. Yang tersisa hanyalah ketika dia bersandar nyaman pada bahu Nada, tantenya itu. Setelah itu dia tidak mengingat apapun. Hingga setelah berada dalam ruang kamar perawatan ini, dengan segala wangi khas rumah sakit, perlahan-lahan dia mulai sadar kembali.

Dan ternyata di sekitarnya sudah cukup banyak pihak keluarga yang mengkhawatirkan dirinya. Terutama Nada. Perempuan itu terlihat menangis ketika Aesha menatapnya dengan ekspresi sedih.

"Kan udah mbak bilang, jaga kesehatan."

Sambil terus melakukan pengecekan, Shafa tidak henti-henti menasihati adik sepupunya itu. Walau nada bicaranya terdengar jenaka, selayaknya seorang kakak menggoda adiknya, namun dari tatapan mata keduanya yang saling berpandangan seakan bisa membaca bila penyebab semua ini adalah musibah kehilangan yang seluruh keluarga rasakan.

"Oke. Sudah cukup. Ini mbak kasih beberapa macam obat, ya. Untuk malam ini sudah disuntikkan ke dalam infus. Tapi besok pagi, selepas sarapan, kamu wajib minum obatnya. Biar ada tenaga lagi. Kamu ini kena darah rendah, Sha. Kurang istirahat juga. Enggak makan-makan. Gimana mau kuat. Yang ada kamu akan drop terus kalau kamunya ngeyel kalau dibilangin."

Menyelimuti Aesha dengan benar, Shafa menatap tantenya, Nada dan juga Agam, yang kini seolah sudah dipilih keluarga besar untuk menjadi wali Aesha, untuk mengajak mereka berbicara selayaknya seorang dokter dengan orangtua pasien.

"Aku tinggal dulu ya, Sha. Kalau ada apa-apa tekan tombol di atas sini."

"Makasih mbak Shafa."

"Sama-sama sayang. Istirahat, ya."

Setelah Nada, Agam dan Shafa keluar dari kamar ini, perlahan Barra mendekat. Dia tersenyum lebar sembari menarik sebuah kursi mendekat ke tempat tidur dimana Aesha berbaring.

"Sembuh dong. Katanya mau ke Jerman? Nanti om temenin deh. Kita ke Jerman bareng, gimana?"

"Apa Aesha masih boleh ke sana?"

"Boleh ke sana? Maksudnya ada yang ngelarang kamu ke Jerman? Siapa? Bilang sama om! Enak aja cewek cantik dilarang ke Jerman."

Membisu. Barra melirik istrinya disisi satunya, kemudian bergumam pelan kepada Aesha. "Nanti om tunjukin rumah tempat tinggal kami dulu. Tempat dimana om jatuh cinta pertama kali sama tantemu ini."

PassegiattaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang