Bab 15

521 116 9
                                    

SIAPIN TISUUUU!!!!!


-----------------------------------------


Mengingkari takdir bukanlah jalan ninja yang bisa kupilih. Akan tetapi berdamai dengan takdir, mungkin bisa membantuku menyembuhkan luka tanpa merasakan perih.

Mulai bergerak setelah kondisinya benar-benar drop, tatapan Aesha disambut manik mata milik Farah. Ibunda dari Shafa dan Adskhan ini terlihat begitu lelah. Lingkaran matanya menghitam dan cukup bengkak. Kemungkinan besar dia baru saja menangis tanpa henti, hingga Aesha bertanya-tanya dalam hatinya apakah ada kabar buruk lagi dari keluarganya?

"Tante Farah, yang lain ke mana?"

"Alhamdulillah kamu sudah sadar, Nak. Yang lain ada. Di kamar sebelah ada Nada dan mas Agam. Di luar kayaknya ada Barra tadi. Sepertinya dia baru menerima telepon dari Abi. Lalu Zhafir lagi beli makan keluar."

"Ah ... mas Abi masih di bandara, kah?"

"Masih, Sayang. Dia masih di bandara sama dokter Athar dan yang lainnya."

Menggigit bibir bawahnya perlahan, Aesha ragu-ragu ingin mempertanyakan kabar terupdate yang kemungkinan diberikan oleh petugas malam ini.

"Kamu kenapa, Nak?"

"Itu, Tan. Anu ... apa ada kabar baru lagi?"

Tidak ingin menutupi apapun, tangan Farah mengusap lembut rambut Aesha. Dia juga masih berusaha untuk tersenyum sebelum memulai memberitahu kabar duka ini.

"Begini, Sayang. Barusan ada informasi dari dokter Athar. Kali ini kabar mengenai Aiz."

"Aiz? Apa ditemukan?" tanya Aesha antusias. Karena sebelumnya hanya tas milik Aiz saja yang ditemukan. Sehingga entah mengapa Aesha menggantungkan tinggi-tinggi harapan terbaik untuk kakak laki-lakinya itu.

"Para petugas memang menemukan Aiz, Nak. Tapi ... kali ini, yang mereka temukan adalah pecahan kepala dari Aiz."

"Ah? Pecahan kepala?" ulang Aesha merasa ragu atas apa yang dia dengar.

Farah mengangguk. Tangannya masih berusaha untuk mengusap lembut kepala hingga kening Aesha, berharap atas sentuhannya ini, Aesha menjadi lebih tenang. Tapi kenyataannya tidak. Setelah gadis itu mencerna dengan baik informasi yang baru saja Farah katakan, seketika gerakan Aesha tidak terkontrol. Tubuhnya tiba-tiba bangun, bahkan dengan paksaan, Aesha mencabut infus yang terpasang di tangannya.

Dengan kondisi darah yang bercucuran, Aesha turun dari ranjang diiringi dengan jeritan dan isak tangis dari Farah. "Ya Allah, istighfar sayang. Istighfar. Jangan kayak gini."

Masih berusaha melangkah, untuk keluar dari kamar ini, tubuh Aesha terlihat sangat semboyongan. Dia sangat tertatih melangkah keluar dari kamar.

Sedangkan Farah, yang tidak bisa menahan gerakan Aesha, buru-buru ke kamar sebelah. Dia mencari sosok Agam yang kemungkinan besar bisa menghentikan Aesha saat ini.

"Mas Agam ... tolong. Aesha kabur dari kamar."

"Astaghfirullah al'adzim. Tolong temani Nada," pinta Agam. Dia langsung berlari, keluar dari kamar rawat Nada.

Nada yang masih terbaring lemah hanya bisa menangis histeris. "Pasti Aesha sudah dengar mengenai Aiz. Pasti."

"Maafin kak Farah, Nad. Kak Farah sama sekali enggak menyangka reaksi Aesha akan seperti ini. Kak Farah hanya tidak ingin membohongi anak itu lagi. Tapi kenyataannya mental Aesha sangat tidak siap."

"Tidak akan ada manusia yang siap kehilangan 3 anggota keluarganya sekaligus, Kak. Enggak akan ada."

***

PassegiattaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang