Bab 12

579 123 4
                                    

Masih nangis kah kalian????

--------------------------------------------------------------------

Jika suatu saat kamu ditinggalkan seorang diri, maka janganlah kamu bersedih. Karena semua yang pergi pernah tersimpan indah dalam memori.

"Jangan dimasukkan ke dalam hati, Mas. Kita sebagai orang-orang yang menyayanginya wajib memahami kondisi Aesha kini. Jadi Nada mohon sama kamu, tetaplah sabar. Tetap menjadi Agamku yang paling tenang dalam menghadapi setiap macam kondisi."

Nada mengusap lembut lengan suaminya, Agam, sebelum ia mengejar langkah Aesha yang telah meninggalkan mereka. Akibat percakapan cukup keras bersama Agam tadi, membuat Aesha hilang kendali. Hingga Nada mencoba untuk memahami keduanya agar tidak terjadi keributan disaat kondisi seperti sekarang ini.

Menjauh dari kerumunan, Nada mulai celingukan, mencari di mana keberadaan keponakannya itu. Sampai pada akhirnya Nada melihat Aesha terus melangkah keluar dari bandara ini dengan kepala tertunduk. Walau tidak ada jerit histeris yang keluar dari bibir Aesha, Nada paham gadis itu sedang dalam kondisi terpuruk akibat sampai kini belum ada kabar terupdate mengenai keluarga yang begitu ia cintai.

Sedikit berlari mengejar Aesha, Nada malah tidak sengaja menabrak seseorang yang membuat kedua manik matanya membesar.

Jari telunjuknya merespon terarah pada sosok itu. Walau dia tidak ingat siapa nama orang yang baru saja tidak sengaja ia tabrak, namun Nada benar-benar mengenali siapa dia. Sedangkan ekspresi kaget Nada dibalas dengan senyuman serta tawa jenaka dari sosok tersebut.

"Assalamu'alaikum, Nada."

"Wa ... wa'alaikumsalam."

"Pasti kamu lupa. Sudah lama sekali kita tidak bertemu. Mungkin jika tidak ada musibah ini, kita tidak akan pernah bertemu lagi. Namun nyatanya takdir berkata lain."

"Maaf ... kalau boleh tahu kamu siapa?"

"Benar kamu tidak ingat saya?"

Menggeleng. Nada memasang ekspresi tidak enak. Sejujurnya wajah laki-laki yang berada di hadapannya kini sangat familiar diingatannya.

"Saya Wahyu."

"Astaghfirullah al'adzim. Wahyu. Yang pernah melamarku," ucapnya sambil berusaha menahan tawa.

Pandangan Nada tidak henti memberikan penilaian terhadap Wahyu, yang dulu sekali menjadi mahasiswa koas ayahnya. Bahkan laki-laki itu pernah dengan berani melamar Nada sekalipun Nada tidak pernah memberikan respon baik kepadanya.

"Kenapa? Bukannya saya tidak berubah? Masih memakai jas putih."

"Sekarang bukan jas saja yang putih, tapi rambut juga, ya." Nada menyindir Wahyu tepat dan menusuk. Namun anehnya Wahyu malah memberikan senyum bahagia. Seolah dia sedang mengulang masa lalu.

"Sedang apa di sini?" tanya Nada bingung.

"Saya menjadi salah satu dokter yang membantu dalam musibah ini."

"Alhamdulillah. Ternyata ilmu yang kamu pelajari dengan ayahku masih berguna."

Kembali mengucapkan kalimat sarkas, Nada buru-buru meminta pamit dari percakapan tidak penting ini. Sejujurnya ia sedang dalam kondisi mengejar Aesha yang sepertinya tidak baik bila ditinggalkan sendiri.

"Saya pamit dulu ya, mas Wahyu. Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam."

Mempersilakan Nada menjauhinya, Wahyu masih tertegun melihat sosok perempuan itu yang hampir saja menjadi istrinya puluhan tahun lalu. Walau kini jalan mereka sudah sangat berbeda, namun ternyata takdir masih berbaik hati mempertemukan mereka untuk sekedar menyambung tali silaturahim antara sesama saudara muslim.

PassegiattaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang