Bab 18

515 125 13
                                    

Yang masih mau baca, silakan... 

Kalau mau baca duluan, mampir karyakarsa. Udah sampai bab 41

 Udah sampai bab 41

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


---------------------------------------


Tetesan air mata tidak kunjung bisa dihentikan, seolah kedua mata ini tahu seberapa dalam luka hati setelah kepergianmu.

Suara takbir dan jerit tangis terdengar saling bersahutan disaat jenazah Wahid dan keluarga tiba di bandara Soekarno Hatta. Ketika pihak bandara sedang mempersiapkan pengeluaran jenazah dari pesawat ke bagian cargo jenazah, ada seorang perempuan yang diduga merupakan salah satu pihak dari keluarga besar korban menjadi hilang kendali. Berhasil tidak tertahan, perempuan itu menerobos masuk ke dalam bagasi pesawat.

Beberapa petugas serta keluarga turut mengejar langkah perempuan itu. Mereka tidak ingin ada hal-hal buruk yang terjadi atas keteledoran ini. Apalagi dari beberapa kejadian sebelumnya, jika ada kondisi tidak terduga seperti pihak keluarga yang tidak bisa diatur, ataupun para wartawan yang memaksa untuk menerobos, maka yang dirugikan adalah mereka-mereka sendiri. Entah itu mengalami luka, ataupun harus mengganti rugi beberapa barang karena menjatuhkan atau menghancurkan barang orang lain.

"ANESKA!!!"

Berhasil mengejarnya dengan susah payah, Zhafir menggendong istrinya itu menjauhi bagasi pesawat dimana peti jenazah berada.

Dalam jerit tangis Aneska, Zhafir hanya bisa beristighfar. Dia tahu seberapa kehilangannya Aneska pada sosok Aiz, yang merupakan sepupunya sendiri. Akan tetapi Zhafir tidak berekspektasi Aneska akan hilang kendali seperti sekarang. Padahal kondisi Aneska sedang mengandung anak mereka.

"Tolong lepasin aku. Aku mau bicara sebentar sama Aiz. Aku mau Aiz tahu, kalau aku datang. Aku mau Aiz tahu, kalau aku enggak pernah meninggalkan dia."

"Kamu bisa bicara dengannya di rumah nanti, Nes."

"Aku mau sekarang! AKU MAU SEKARANG!"

Terus menggendongnya melewati kerumuman keluarga dan wartawan, Zhafir sengaja membawa jauh istrinya yang tidak sedikitpun bisa diperingatkan.

"Aneska ... Aneska. Dia benar-benar hilang kendali," gumam Syahla yang berdiri cukup jauh dari kerumuman keluarga. Di sebelah Syahla, ada Abi. Terlihat sangat protektif mendampingi Syahla, tangan kanan Abi sengaja melingkari bagian pinggang istrinya itu. Sesekali tangan Abi akan berusaha mengusap lembut bagian perut serta pinggang Syahla yang sedang melebar karena tengah mengandung anak mereka.

"Aesha di mana?"

"Tadi sama Adskhan kayaknya," ucap Abi sembari celingukan melihat keberadaan Adskhan.

Sejak turun dari pesawat, Abi memang segera bergegas mencari keberadaan istrinya. Karena sejujurnya dia takut, bila Syahla akan hilang kendali ketika menerima kedatangan jenazah. Apalagi sewaktu Abi di Jepang dulu, Aiz lah yang selalu menemani Syahla kapan pun dan ke mana pun. Maka dari itu, Abi pikir Syahla akan merasa sakit dan sedih yang berlebihan dari kehilangan ini.

PassegiattaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang