Monggo dibaca lagi...
Jangan lupa tisunya qaqa
------------------
Aku sadar dari semua kejadian ini, pastinya membutuhkan waktu untuk pulih. Tapi ingatlah hatiku, jangan sampai engkau selamanya sedih.
Dibantu dengan dokter-dokter lain, Athar meminta tim dokternya untuk segera memisahkan potongan tubuh jenazah keluarga dari Wahid, istrinya dan juga anak laki-lakinya, Aiz. Seperti informasi yang dia dapatkan dari Syafiq Al Kahfi, Athar tidak banyak komentar dan langsung melakukan beberapa hal penting agar proses pemulangan jenazah esok pagi dapat segera di jalankan.
"Langsung dibawa pulang besok, Dok?" tanya seorang petugas dari kepolisian yang terus memerhatikan gerak gerik Athar dalam menginstruksikan perintah kepada timnya.
Meresponnya dengan senyum, kepala Athar mengangguk. Walau tidak ada air mata di wajahnya, tapi semua bisa melihat betapa dia juga kehilangan atas musibah ini.
"Iyalah. Langsung saja di makamkan. Walaupun tidak keseluruhan potongan tubuh ditemukan, sing penting hatinya keluarga wajib mengikhlaskan."
"Bapak benar. Kemungkinan seluruh tubuh jenazah ditemukan amat sangat kecil. Apalagi informasi dari tim, kondisi di tempat kejadian sudah tidak berbentuk. Puing pesawat hancur dan terbakar. Bagaimana bisa tubuh manusia yang lemah bertahan atas ledakan tersebut."
"Setuju, Pak. Toh, kita semua akan kembali kepadaNya. Hanya saja waktu dan tempat, serta bagaimana terjadinya saja yang berbeda."
Menepuk bahu petugas tersebut, Athar masih terus mencoba tersenyum. Matanya tidak sedikitpun berpindah dari kegiatan timnya dalam membungkus bagian tubuh jenazah dari keluarga Al Kahfi. Bahkan beberapa barang temuan, seperti tas, beberapa pakaian milik Wahid dan keluarga, juga Athar minta kepada timnya untuk dimasukkan ke dalam kantung jenazah.
"Keluarganya yang pak dokter pegang, pasti orang penting di Jakarta sana. Karena sampai datangi dokter tim khusus untuk bantu identifikasi. Untung saja. Merasa tertolong juga kami, petugas, ketika dokter dan tim datang."
"Bukan orang penting, Pak." Athar menjawabnya sambil menoleh ke arah petugas tersebut. "Tapi orang baik. Semua tim dokter yang berangkat bareng saya dari Jakarta, enggak ada yang saya pinta. Mereka semua menawarkan diri. Mereka semua ingin membantu. Padahal tadinya saya hanya ingin pergi berdua saja. Tapi nyatanya malah bersama-sama. Mereka benar-benar terpanggil ingin membantu karena memang background dari keluarga Al Kahfi begitu baik, Pak."
"Al Kahfi?"
Kepala Athar mengangguk, "Fatah Al Kahfi. Seorang dokter obgyn. Kalau yang kebetulan menjadi bagian korban dalam kecelakaan ini adalah keluarga dari keponakannya."
"Owh, keluarga dokter. Pantas yang datang tim dokter banyak banget."
Kini bibir Athar tersenyum lebar mendengar responnya. "Bukan, Pak. Dia pemilik rumah sakit."
"Ya Tuhan, berarti benar orang penting."
"Yah, anggap saja seperti itu. Yang jelas orang-orang yang menjadi korban dalam kecelakaan ini adalah orang penting bagi keluarga mereka."
"Sudah semua, Dok."
Kafi memberikan informasi setelah menyelesaikan semua hal yang diperintahkan oleh Athar. Sambil meliriknya, Athar mulai mengangguk. Sekalipun Kafi bukan siapa-siapa, atau tidak memiliki hubungan dekat dengan Wahid dan keluarga, tetapi dari wajahnya, Athar tahu dia pun kehilangan.
"Terima kasih, Kaf."
"Mau diangkut pakai pesawat apa besok?" tanya petugas kepolisian itu kembali.
"Saya kurang tahu, Pak. Namun dari yang saya dengar, pihak keluarga yang di Jakarta sudah menyiapkan semuanya. Mungkin bisa jadi dari maskapai tempat anak bungsunya bekerja."
KAMU SEDANG MEMBACA
Passegiatta
SpiritualBerawal dari kabar duka, kupikir inilah awal dari derita. Dimulai dari hilangnya kontak pesawat penerbangan rute Jakarta - Malang, di daerah pegunungan Kawi, mendadak membuat semuanya panik. Termasuk seorang gadis bernama Raesha Azzalfa. Pasalnya k...