Bab 29

128 25 4
                                    

Kalo kamu jadi Aesha, apa yang akan kamu lakukan untuk membuat pikiran tetap waras?

Selamat membaca. Di karyakarsa udah sampai bab 52 ...



---------------------------------------------



"Berhenti di depan rumah tanteku aja," ucap Aesha saat mobil Gen memasuki area perumahan mewah ini.

Sekilas melirik wajah Aesha yang duduk di sebelahnya, Gen mengangguk paham. Terus mencoba memahami maksud pikiran Aesha, Gen benar-benar mengkontrol emosinya. Dia bahkan tidak kecewa sedikitpun saat Aesha menolak ajakan makan yang sebelumnya ia tawarkan. Namun untuk mengantarkan Aesha pulang, Gen tidak ingin berdebat sedikitpun. Baginya membiarkan Aesha pulang sendiri dimalam hari seperti sekarang ini sama saja menunjukkan ketidak seriusan atas perasaan yang ada di hatinya. Maka dari itu, Aesha menurut saja saat Gen tidak menerima penolakan untuk mengantarkan dirinya pulang.

"Ini rumahnya?"

Gen memandang rumah di depannya dengan penuh kekaguman. Rumah Nada berdiri megah tanpa pagar, menyatu dengan taman yang luas dan terawat. Rumah itu memiliki arsitektur modern minimalis dengan dominasi warna putih dan abu-abu, memberikan kesan bersih dan elegan.

Dari luar, rumah itu terlihat memiliki dua lantai. Bagian depan rumah dihiasi dengan jendela-jendela besar yang memungkinkan cahaya alami masuk dengan bebas. Gen bisa melihat sebagian interior rumah melalui jendela-jendela tersebut. Tirai tipis berwarna putih memberikan kesan ringan dan nyaman. Pintu utama yang besar dan terbuat dari kayu jati dengan ukiran yang halus, menambah kesan mewah pada rumah itu.

Taman depan rumah dihiasi dengan berbagai macam tanaman hias yang tertata rapi. Ada jalan setapak yang terbuat dari batu alam yang mengarah ke pintu utama. Di sisi kanan taman, terdapat sebuah kolam kecil dengan air mancur, yang suara gemericiknya memberikan efek menenangkan. Lampu-lampu taman tersembunyi di balik semak-semak dan tanaman, memberikan pencahayaan yang lembut dan menciptakan suasana yang hangat di malam hari.

Gen bisa melihat teras depan yang cukup luas dengan beberapa kursi santai dan meja kecil, seolah mengundang siapa pun untuk duduk dan menikmati udara malam. Di sudut teras, terdapat pot besar dengan pohon bonsai yang tampak dirawat dengan sangat baik.

Gen membayangkan bagaimana nyaman dan tenangnya tinggal di rumah seperti ini. Rumah ini bukan hanya besar dan mewah, tetapi juga memberikan kesan hangat dan ramah. Dia bisa merasakan betapa rumah ini dirancang dengan penuh perhatian terhadap detail dan kenyamanan penghuni.

"Ya, ini rumahnya," jawab Aesha, suaranya lembut namun terdengar jelas. Gen menatapnya sejenak sebelum kembali melihat rumah itu. Dia merasa lega bisa mengantarkan Aesha sampai ke tempat yang aman dan nyaman.

"Hm. Kamu mau turun?"

"Boleh?" tanya Gen menunggu kepastian.

"Iya. Turun aja. Nanti kamu bisa ketemu sama ayah Agam. Atau mungkin bang Zhafir kalau dia lagi ada di rumah."

"Yaudah, boleh."

Turun lebih dulu, Aesha masuk ke dalam rumah, dan membiarkan Gen memarkirkan mobilnya persis di depan rumah itu.

"Assalamu'alaikum,"

"Wa'alaikumsalam,"

Zhafir dan Aneska yang sedang duduk di ruang keluarga, langsung menatap kedatangan Aesha dengan ekspresi kekhawatiran.

Pamit pagi dari rumah, dan tidak ada kabar hingga malam, kepulangan Aesha saat ini jelas menjadi tanda tanya untuk Aneska dan juga Zhafir. Bahkan Zhafir langsung bergerak, mencari tahu, dengan siapa Aesha pulang malam ini.

PassegiattaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang