7. Kill Me

195 49 6
                                    

"Kemampuan make up yang hebat." Jericho menunjukkan kedua jempol.

Aster tertawa dan sibuk merias wajahnya, ia akan berpura-pura telah dipukuli oleh si bos. Mereka akan berjalan ke rencana selanjutnya.

Untuk mencari tahu kemampuan lawan sebelum terjun ke lapangan, Aster harus terus mendatangi para preman. Jericho tidak bisa melakukannya karena itu hanya membuat keributan baru di markas mereka.

"Aku sudah memberimu alat yang akan berbunyi keras. Gunakan itu jika terjadi sesuatu karena pasti tidak akan sempat menelponku. Aku akan bersembunyi di depan markas mereka."

Aster mengangguk-angguk dengan ocehan Jericho, gadis itu menatap kaca dan mengevaluasi wajahnya sendiri. Dengan sedikit lebam, lalu bibir yang pecah-pecah seolah dehidrasi, Aster akan bersikap sebagai anak buah yang malang.

"Aku boleh berbicara, kan?"

"Boleh, lagipula kita memang berniat tidak menyembunyikan identitas lagi. Tetaoi untuk jaga-jaga, tetap pakai maskermu."

"Oke, mari membuat pertunjukan yang indah."

Semua persiapan telah selesai, Aster segera pergi ke gang tersebut bersama Jericho.

"Aku pergi dulu." Aster melambaikan tangannya.

Jericho mengangguk, "Semoga berhasil."

Aster memasuki rumah kecil yang sudah tampak familiar baginya. Seperti biasa, banyak noda darah, dan sepertinya itu adalah noda darah yang baru saja berbekas. Debu di sekitar juga semakin banyak, Aster tidak akan betah berlama-lama di tempat ini.

Aster memasang wajah kesakitan, ketika sampai pada ruang tengah, gadis itu melihat Flo yang memegang cambuk. Ada juga seorang lelaki lain di bawah kaki Flo, terlihat seperti remaja, wajahnya penuh luka.

Flo tersenyum, perban di kepalanya belum hilang, "Hai!" sapanya.

"Bantu aku!" Aster berteriak, "Bosku sudah gila!"

Karena teriakan Aster yang kencang, Ray dan Steve pun ikut datang ke ruang tengah. Hanya mereka berdua, sudah terduga, anggota preman itu-itu saja.

Ternyata hanya preman biasa, ya?

"Bos akan membunuhku, bantu aku, jadikan aku anggota kalian!" Aster berteriak lagi.

Ray mendesah lelah, "Drama apa lagi?"

"Ini bukan drama, aku mohon, jadikan aku anggota kalian. A-aku rela mendapat pelatihan apa saja, bosku sudah gila!"

"Usir dia." Flo menjadi kesal karena ocehan yang berisik. Ia memandang Aster rendah, seolah tengah menatap sampah.

"Tidak ... jangan, hanya kalian yang bisa membuat bosku tertusuk seperti kemarin! Bantu aku, bosku gila!"

"Jika terus mengoceh, bunuh saja."

Namanya preman, ya, preman. Tidak memiliki hati nurani, suka mengacau, tidak memperdulikan orang lain.

Sebenarnya kali ini Aster cukup lega karena lawan saingnya adalah preman asli, dia kira, lawannya itu orang munafik sehingga Aster sulit bersaing. Tetapi juga ... Orang bodoh mana yang berpikir jika pembunuh adalah seorang munafik.

Aster terdiam beberapa saat ketika Flo memberi perintah untuk membunuhnya, tangan gadis itu mengepal. "Oke, baiklah."

"Hm?"

"Bunuh saja aku, dipikir ulang juga—apa alasanku hidup? Semuanya tidak ada, bahkan identitas juga, rasanya menyedihkan." Aster menatap Flo dengan berani, "Lagipula aku juga berniat bunuh diri jika semuanya tidak sesuai rencana."

[END]Taking Money Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang