14. Just Friend

107 36 0
                                    

Kamar Jericho yang berada di dalam toko tidaklah besar. Tampak sederhana dengan satu kasur kecil, lalu meja dan beberapa perlengkapan lainnya.

Aster diletakkan di atas kasur, "Aku harus membeli obat apa?" tanya Jericho.

Menggeleng, Aster bersandar di kasur dan menghela napas. "Kau pergi saja, Richo. Aku mau istirahat."

"... Pergi begitu saja?"

"Iya."

Jericho memasang wajah resah lalu duduk di kursi terdekat, "Aku mau minta maaf."

"Tentang apa?"

"Tadi, kau marah karena perkataanku. Aku kira kau tidak akan marah, biasanya juga saling bercanda, sepertinya sekarang keterlaluan."

"Oh," Aster mengangguk, "Aku tidak marah padamu. Hanya saja suasana hatiku sedikit buruk tadi, jadi tanpa sadar kau yang kena."

Jericho membuang napas lega, "Jadi tidak marah?"

"Tidak, lagipula ..." Aster dengan ragu membuka mulutnya, "Memangnya aku siapa, sehingga kau sangat cemas jika aku marah."

"Tentu saja kau Aster."

"Maksudku, aku siapa bagimu sehingga kau sangat cemas. Sebenarnya kita ini apa?"

Jericho menatap mata Aster dengan bulu mata lentik, warna pupil berwarna cokelat tampak menyatu dengan wajah Aster yang memiliki garis kuat. Rambut digerai biasa, tanpa bedak dan berbagai make up, sangat cantik.

"Bukankah kita ... teman?" Jericho mengucapnya dengan lirih, hampir tak bisa didengar walau berdekatan.

Sayangnya, Aster benar-benar menunggu jawaban dari Jericho. Jawaban yang sangat jelas, berbekas, membuat Aster sendiri tertawa tanpa sadar.

"Haha, benar juga, kenapa aku bertanya. Kita resmi menjadi teman, ya?"

Jericho mengangguk dan hendak berpamit pergi dari kamar. Dia tidak melakukan kesalahan, namun kenapa rasanya aneh? Seperti ada yang mengganjal, itu tidak enak.

"A-aku akan pergi membantu Halley."

Aster tersenyum, "Setelah toko tutup, apa kita akan pergi ke Desa Kutorejo?"

"Dengan keadaanmu yang seperti ini, tidak bisa." balas Jericho.

"Nanti adalah hari terakhir Kevin berada di kamar kos, kan? Ayo kita jenguk dia." Aster sedikit membenarkan posisi duduknya yang tidak nyaman.

Melihat itu, Jericho bergegas mendekat dan membantu Aster. Menarik bantal dan mengangkat sedikit badan Aster, itu adalah hal yang mudah. Tetapi rasanya sedikit canggung, tidak seperti biasanya.

"Terima kasih,"

Jericho lagi-lagi mengangguk canggung sebagai balasan, "Ah, itu, nanti ayo ke kamar kos Kevin."

"Oke."

Setelah percakapan tidak memiliki harapan untuk berlanjut, Jericho berbalik pergi, menutup pintu kamar tanpa ragu lagi.

Aster melamun di dalam sunyi kamar, aroma tubuh Jericho berada di mana-mana. Baju lelaki itu terlihat rapi di dalam lemari, dan pada atas mejanya terdapat kabel pengisi daya.

Tadi, Aster dengan nekat memberi pertanyaan gila. Tentang hubungan mereka, tentu saja Jericho menganggapnya sepele. Rasanya memalukan karena ada sedikit harapan yang ada, harapan tentang jawaban yang akan diberikan Jericho.

"Dasar bodoh," umpat Aster pada dirinya sendiri.

Sikap Jericho padanya selama ini sungguh aneh, terkadang seram, atau baik, dan bahkan membuatnya meleleh malu. Karena hal itulah yang membuat Aster tanpa sadar menanam secercah harapan kecil.

[END]Taking Money Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang