17. Notebook

124 36 1
                                        

Aster, Jericho, dan Kevin pergi ke Desa Kutorejo dengan mobil pribadi. Melalui pengalaman yang terjadi beberapa saat lalu, menaiki kereta tidaklah menyenangkan. Tanpa mampir ke sana ke mari, mereka segera masuk ke Gang Permai Indah II dan mengunjungi rumah pertama.

Ting-tong.

Bel ditekan beberapa kali dan akhirnya datang seorang wanita muda dari sana, wanita yang sama seperti kemarin.

"Boleh kami bertamu?" Aster bertanya sopan.

Penghuni wanita itu mengernyit, "Untuk apa?"

"Kami hanya ingin bertamu dengan semua warga desa. Saya pikir, setelah kami membunuh para preman, baik sekali untuk menyapa beberapa warga."

Si penghuni rumah tampak terkejut, "Kalian membunuh para anggota preman?"

"Ya, anda tidak tahu?"

"Ekhem, tidak." penghuni wanita tersebut menggeleng. "Maaf, saya tak menerima tamu." tolaknya.

Berbalik mengunci pagar, si penghuni meninggalkan tiga sejoli itu di depan Rumah.

"Dia tidak bisa diajak kerja sama." Aster menghela napas lelah.

Kevin menoleh sekeliling dan menemukan sebuah tempat duduk yang tak jauh dari posisinya, "Ayo duduk sana dulu." ajaknya menunjuk kursi panjang.

Jericho mengangguk setuju, mereka bertiga berjalan beriringan dan duduk di kursi itu.

"Apa kita harus menculiknya? Sepertinya si wanita tadi tahu sesuatu tentang para preman."

Mendengar usulan Jericho, Kevin menjentikkan jarinya. "Dia tampak terkejut saat mendengar kata preman, si penghuni itu benar-benar memiliki hubungan khusus."

"Jangan bodoh," Aster mendecakkan lidahnya, "Bagaimana jika dia tidak ada hubungan sama sekali dengan para preman? Penculikan itu kasus kriminal."

Jericho tersenyum mengejek, "Kau sudah pernah membunuh orang, dasar kriminal kecil."

"Apa? Aster, kau pernah membunuh orang?" Kevin melebarkan matanya tak percaya.

Aster tidak menggubris ucapan Kevin dan memasang wajah menantang, mendekati Jericho. "Kau yang mengajariku membunuh."

"Aku tidak memaksa, kan."

"Dasar kriminal licik." hina Aster dengan satu sisi bibir terangkat, menyeringai.

Kevin mencerna topik pembicaraan yang ia dengarkan saat ini, benar-benar shock rasanya. "Membunuh orang?"

Jericho dan Aster menoleh ke arah Kevin, "Kenapa? Ingin menyerah?" tanya mereka bersamaan.

"Tidak!" Kevin mengibaskan kedua tangannya, "Jangan membahas nyawa orang."

"Dia penakut," Aster menutup mulutnya dan bersikap seolah sangat terkejut.

Jericho ikut menutup mulutnya, "By the way, kau juga penakut. "

"Diam."

"Bukankah lebih baik kita mengambil rencana untuk mencari bos asli preman itu? Aku memang tahu wajahnya, tetapi tidak dengan posisinya." oceh Kevin.

Aster mengangguk, "Katanya dia tampan, benar?"

"Dia sangat tampan walau rambutnya gondrong berantakan."

"Seperti Halley." ujar Jericho.

Di tengah perbincangan mereka, tiba-tiba seorang wanita datang menghampiri, ia adalah penghuni rumah tadi.

"Namaku Regina, aku akan menjamu kalian."

Penghuni rumah itu ternyata bernama Regina. Sikapnya sungguh aneh dan mencurigakan, awalnya menolak lalu tiba-tiba datang menawarkan.

"... Baik."

Mereka bertiga dibawa masuk ke dalam rumah, di dalamnya tampak mewah dan besar. Tadi Aster berpikir jika penghuni rumah ini banyak, atau minimal ada beberapa pekerja. Namun kenyataannya, hanya wanita itu sendirian di rumah besar seperti ini.

"Duduk dulu, saya harus mengambil sesuatu." ujar Regina mempersilakan ruang tamunya.

Wanita itu berjalan masuk sebentar dan kembali dengan sebuah buku, lalu ada selembar foto di tangan satunya. Ia letakkan buku itu di meja, buku yang tampak kusam dan tua.

"Ini bos asli preman." tanpa bas-basi, Regina menyerahkan lembaran foto tersebut di hadapan Aster.

Seorang lelaki dengan senyum menawan, rambut gondrong, tubuh kekar, dan wajah tampan. Di dalam foto adalah seorang yang sangat familiar bagi Aster dan Jericho.

"Halley pemimpin asli para preman?" Jericho mengerutkan keningnya bingung.

"Benar."

Aster mengetuk-ketuk jemarinya, "Bagaimana kami bisa percaya?"

"Terserah bagi kalian untuk percaya atau tidak." Regina mengangkat kedua bahunya, "Aku adalah mantan tangan kanan Halley, bos asli preman."

"Lanjutkan," Jericho memasang telinganya lebar-lebar.

"Awalnya, Halley hanya lelaki baik dengan keluarga harmonis. Suatu hari mobil keluarganya mengalami kecelakaan dan hanya Halley yang selamat, lelaki itu sangat terguncang. Saat berada di rumah sakit, ia dihibur oleh wanita asing."

Jericho yakin, "Ibuku."

Aster dan Kevin melebarkan matanya tak percaya, "Kau punya ibu?"

Regina meneruskan ucapannya, "Wanita asing itu memberikan informasi tentang harta tanpa pemilik. Setelahnya, Halley merekrutku dan kami mencari banyak informasi atas harta itu. Tetapi, seiring waktu, dia berubah. Sikapnya menyeramkan dan seolah nyawa manusia adalah harga murah. Aku takut padanya. "

"Lalu saat malam hari aku kabur dari Halley dan mengganti identitas, melakukan operasi plastik wajah, dan bersembunyi di dalam rumah seharian. Berhubung kalian hendak melawan Halley, tolong, bunuh dia saja."

Aster berdehem panjang, memainkan rambutnya. "Kami bisa membunuh Halley yang merupakan pegawai toko kami, tetapi, apa yang akan kau bayar?"

Tersenyum, Regina menyodorkan buku lusuh di sampingnya. "Catatan Kakek Darto, semua pertanyaan kalian terjawab di sini."

"Buku catatan itu ... Kau akan memberikannya pada kami?"

"Ya."

[END]Taking Money Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang