"Dad akan mengirimku ke Olympus?"
Saat ini mereka berada di ruang yang berbeda. Itu adalah ruang simulasi, dan ada robot berbentuk harimau yang sedang disimulasikan di arena. Robot-robot lain berada di sekelilingnya dalam berbagai ukuran, mengepung si harimau yang menggeram yang mengaum.
Arena itu memiliki bilik di bagian atasnya, dipisahkan oleh kaca anti pecah. Bilik yang diisi dengan meja sistem bundar besar dan meja lain yang lebih kecil mengelilinginya. Pegawai berupa arwah-arwah pilihan, berlalu lalang dengan membawa gadget tipis yang bisa memproyeksikan sesuatu. Belasan proyeksi bertebaran di ruang itu, menunjukkan data dan statistik yang-entah-apa.
Jace tak paham, dan memilih tak berusaha memahaminya. Melihat kode-kodenya saja sudah buat mumet.
"Tidak, kemungkinan mereka tak menerimamu. Kau tahu 'kan aku memiliki hubungan tak baik dengan mereka?"
"I-iya, kau tak pernah ke Olympus. Dan kupikir Dad ... kau berhak mendapat satu singgasana di sana," cetus Jace. Hades tertawa rendah, suaranya membuat beberapa arwah menoleh. Namun mereka tak berani mendekat.
"Jangan mengada-ngada, mereka takkan menerima Raja Dunia Bawah. Lagipula aku juga tak berusaha menjalin hubungan baik dengan mereka. Rasanya seperti ada yang salah. Mereka itu ba**ngan tengik."
"Oh, tentu." Jace membalas singkat sembari memperhatikan simulasi yang sudah berjalan. Tampaknya Hades membenci Olympus, dan dia tak bisa berbuat apa-apa dengan itu. Dia juga ingat saat Momnya mengingatkan bahwa Olympus tak sebaik yang dia pikirkan, dan memberitahukan kebengisan mereka. "Lantas, aku dibawa ke mana?"
"Aku punya tempat yang lebih baik dibanding Olympus. Asgard, itulah tempatnya."
"Maksud Dad, Dewa Odin?" Jace pernah menonton film Thor, jadi dia tahu sedikit tentang mitologi Nordik. Meskipun pengetahuan itu sendiri tak sebanyak dirinya mengetahui Olympus dan beserta seisi mitologi Yunani.
"Betul, dia akan membantumu, pasti. Odin lebih baik dibanding Zeus, adikku sendiri. Poseidon juga tak bisa diandalkan, aku sudah lama sekali tak berhubungan dengannya. Kami tak saling dekat, Jace. Saat para saudaraku hidup nyaman di Olympus sana, mereka meletakkanku di Dunia Bawah. Memang nasib, aku mendapat bagian dunia ini saat pengundian."
"Yah, yang penting Dad tak menyesal tinggal di sini," tutur Jace.
Hades menyeringai simpul, kedua tangannya tersembunyi di balik badan. "Aku tak pernah menyesal, bahkan sekalipun," jawabnya. Jace tersenyum.
Hades beranjak ke meja bundar, ada secarik kertas di situ. Dewa itu mulai menulis dengan pena bulu emas, sesuatu yang sudah ketinggalan zaman, apalagi untuk era futuristik seperti ini. "Kok Dad punya benda seperti itu?"
"Banyak di lemari penyimpanan, lumayan untuk koleksi sejarah." Hades menjawab acuh tak acuh. Tulisannya yang tegak bersambung membuat Jace iri, tapi sebelum dia berhasil membacanya, Hades menutup surat dan meletakkannya di amplop. Ia menyerahkannya pada Jace.
"Aku bisa saja mengirim pesan lewat Eternallife, tapi anggap ini sebagai penghormatan. Lagipula, belum tentu Odin akan membaca pesan Eternallifeku, ia selalu sibuk. Kalau begini 'kan ia tak punya pilihan selain menerimamu."
"Itu namanya pemaksaan," sembur Jace, memasukkan surat ke saku celana yang memiliki fitur perluasan sampai tiga kali lipat.
"Ia akan menerimamu, pasti. Sekarang, ayo pergi. Aku akan mengirimmu lewat jalur tersembunyi. Tidak perlu menaiki Jmbatan Xavier, karena itu nanti bakal ruwet. Penjaga di stasiun belum tentu mengizinkanmu masuk karena kau tak membawa wali atau surat rekomendasi dari Olympus, tapi penjaga Asgard di gerbang tidak sesusah itu dilewati. Mereka takkan menggali identitasmu lebih jauh. Jika pergi lewat Jembatan Xavier sendirian, mereka akan mendepakmu karena kau masih di bawah umur."
KAMU SEDANG MEMBACA
Mythology Universe (1) : HIRAETH
Ciencia FicciónAll Genre's :Mythic Fantasy, Sciene Fiction, Futuristic Era, Adventure, School Life, Paranormal. Sejak kecil, Jace Damian Harrison tak memiliki teman. Orang-orang menganggapnya pembawa sial, karena siapapun yang berteman dengannya sebagian besar se...