"Dia tampaknya sangat memerasmu."
Jace berbalik, berjengit menemukan sesosok wanita berbaju besi dan memakai mahkota perak di kepalanya. Rambut bergelombang wanita itu dibiarkan tergerai mencapai pinggang, tampak indah dengan warna brunette. Wajahnya yang lonjong sewarna tembaga, menunjukkan betapa seringnya ia berada di bawah cahaya matahari. Matanya memberikan tekanan pada lawan bicara dan memperlihatkan kesan tegas. Padahal barangkali usianya baru dua puluhan, tapi ia terkesan berusia tiga puluh lebih.
Jace mengenalnya. Heinrich pernah menunjukkannya saat latihan berpedang.
Inilah pemimpin Valkyrie saat ini, yang merupakan putri Thor, Emmie Lorenz.
Emmie memperhatikan tangannya yang kini kapalan. Jace menunduk hormat. "Saya memberi salam kepada putri Thor yang hebat."
Heinrich memberitahunya banyak hal, dan Jace mempelajari banyak hal lain dalam semingguan ini. Baik itu lewat sang teman, maupun pribadi. Malam-malamnya, selepas latihan bak neraka dadakan, dia menjelajahi pencarian Eternallife. Berkat itu, dia mengenal lebih jauh tentang planet ini, maupun planetnya sendiri. Dan dia mengetahui demigod terkenal dan dihormati. Salah satunya adalah Emmie.
"Putra Raja Dunia Bawah tidak menundukkan kepalanya di hadapan orang yang lebih rendah darinya," ujar wanita yang telah menebas puluhan Jotun itu dan menjadikan dirinya sebagai pemimpin Valkyrie, alih-alih urutan pertama hak suksesi Thor.
"Anda adalah demigod terhormat, jadi terlepas saya putra Dewa Tertinggi atau bukan, saya harus menghormati Anda."
Emmie tertawa, mengacak-acak rambut Jace. Cowok itu langsung kaget, tak mengira mendap perlakuan seperti itu. Heinrich mengatakan jika wanita di depannya ini sangat tegas dan tak kenal ampun, apalagi di hadapan musuhnya. Paling mujur tangan lawannya dipotong. Kebengisan Emmie dalam menghajar Jotun lebih terkenal dibanding pekerjaan utamanya menjadi Valkyrie; mencari jiwa-jiwa yang mati dalam membela kebaikan atau melakukan penyelamatan heroik untuk dimasukkan ke Valhala.
"Aku suka jawabanmu, putra Yang Mulia Hades. Jangan berbicara formal padaku. Kita hanya terpaut delapan tahun." Emmie membimbingnya ke salah satu balkon di lantai lima, di mana rumah-rumah dan apartemen dapat dilihat jelas dari situ.
"Untuk apa kau ke mari?" tanya Jace, menutup wajah dengan tangan karena kencangnya angin.
"Ada urusan dengan Yang Mulia Odin. Huginn dan Muninn memberitahuku untuk menemui Yang Mulia. Padahal aku baru pulang dari menemukan einherjar baru." Emmie mengetuk tombol di baju besinya, seketika baju itu berubah menjadi baju kasual dilengkapi sarung tangan dan sabuk kulit ular.
"Kabarmu sudah banyak tersebar. Apa kau tahu itu?"
Jace menggaruk pipi. "Bagaimana mungkin aku tak tahu saat anak-anak Yang Mulia selalu memelotot begitu aku lewat? Dan tamu istana yang menatapku penuh rasa penasaran dan menuntut? Ke manapun aku pergi, banyak mata yang mengawasiku."
Jace, sejujurnya, sangat tak nyaman dengan semua ini. Dia sudah terbiasa diabaikan, dikucilkan. Semua orang menjauhinya. Namun kini, dia adalah magnet yang membuat orang lain sangat penasaran dan ingin mencercanya dengan berbagai pertanyaan. Jace selalu berhasil kabur dari semua itu.
"Lama-kelamaan, kauakan terbiasa dengan perlakuan itu. Aku yakin, putra dengan hak suksesi pertama Yang Mulia Zeus pun tak semenarik dirimu." Emmie menyeringai, dia pernah bertemu dengan putra Zeus yang satu itu. Anak itu sombong dengan tubuh kerempeng seperti habis diperas tenaganya. Bocah yang cukup mencurigakan bisa naik ke hak suksesi pertama, tapi Emmie tak mau mengurusnya.
"Itu tak mungkin. Demetrius juga hebat. Aku belum pernah bertemu dengannya."
"Kauakan bertemu sewaktu di Ashford nanti. Anak itu berada di kelas Beta sekarang, dan itu artinya saat kau masih di kelas Delta, dia sudah naik ke Alpha. Untungnya, kau bersamanya dengannya hanya satu tahun. Dan gedung Tahun Delta dan Alpha berbeda. Jadi, kesempatan kalian bertemu itu sedikit."
KAMU SEDANG MEMBACA
Mythology Universe (1) : HIRAETH
Science FictionAll Genre's :Mythic Fantasy, Sciene Fiction, Futuristic Era, Adventure, School Life, Paranormal. Sejak kecil, Jace Damian Harrison tak memiliki teman. Orang-orang menganggapnya pembawa sial, karena siapapun yang berteman dengannya sebagian besar se...