Jace menilik sekitar, memang ada beberapa hantu yang mengikutinya. Mereka melihat dari jendela dan hantu, melongokkan kepala dengan cara berbeda-beda. Mereka saling berbisik dan menyenggol, tapi tak ada yang mendekat.
"Itu adalah kebangkitan kekuatanku," jujur Jace.
Irina berdecih, menekan dada Jace dengan jari telunjuknya. "Kau adalah cowok paling menyebalkan yang pernah kuketahui. Masih sempat menyangkal jika itu kebangkitan kekuatan, huh? Kausengaja melakukan itu 'kan? Kau tak bisa mengalahkan Altair dengan kekuatan, dan akhirnya memilih menyuruh arwah menganggunya?"
Dia dan Irina memiliki tinggi hampir sama. Irina memang tergolong tinggi dibanding gadis seusianya, itulah kenapa ia tak perlu mendongak untuk menatap Jace.
"Aku tak melihat adanya keberuntungan berbohong di sini. Itu benar-benar kebangkitan kekuatan. Jika kalian ingin memastikan, tanyakan saja pada Tuan Flavian. Eternallife tak punya kuasa menentukan kebangkitan kekuatan atau tidak, dan Tuan Flavian lebih memahaminya." Jace menjauhkan jari Irina dari dadanya. Dia merasakan pusaran air pada jari itu, berasal dari dalam sana seolah darah Irina penuh dengan air –– sejujurnya darah mengandung banyak air, tapi Irina jelas istimewa.
"Benar-benar –– kau sungguh memuakkan!" Wajah Irina merah karena marah.
Jace mengangkat alis. "Apa yang sudah kulakukan sampai kau semarah itu?" Dia mundur, memasang kuda-kuda dengan kokoh. Dia tak membawa pedang, tapi di sakunya ada pulpen. Apapun bisa menjadi senjata, begitulah kata Master Heinrich.
"Anak Paman Hades adalah sesuatu yang tidak kami bayangkan. Aku marah begitu kaumuncul, karena kau menyerap perhatian demikian banyak. Karena kau bersahabat dengan anak-anak Asgard. Karena kau tak pernah kuketahui sebelumnya. Bahkan datamu dalam Eternallife hanyalah catatan singkat.
"Aku tak bisa memperhitungkanmu. Sama sekali. Selain senyuman seperti seringai dan sifat cenderung pendiam, tak ada bakat apapun dalam dirimu. Di atas semua itu, kau menyuruh arwah-arwah mengganggu Alta." Pusaran air benar-benar muncul di tangan Irina, membentuk cambuk panjang yang membuat Jace merinding.
Irina melecutkan cambuk itu, membuat lantai langsung hancur. Yang lain tak melakukan apa-apa, menyaksikan semua itu dalam diam dan berharap Irina menghabisi Jace. Mereka tak berniat untuk keroyokan, setidaknya itu yang menguntungkan bagi si cowok berambut gelap.
"Kalian begini karena kesal aku merebut perhatian semua orang?" Jace pikir itu sangat tak masuk akal dan kekanak-kanakan.
"Bukan begitu. Kami memang kesal, tapi kami bukan pencari perhatian. Kami lebih kesal kau menjalin hubungan dengan anak-anak Asgard. Kami bermusuhan dengan mereka, sampai kapanpun," tutur Phoebe.
Jace mengigit pipi bagian dalamnya dan berpikir cepat. Eternallife jelas menyaksikan ini, tapi sampai sekarang pun ia tak bertindak. Namun dia tak bisa mengandalkan Eternallife. Ini adalah urusannya.
"Pertengkaran konyol macam apa ini?" Seseorang menginterupsi mereka. Mereka dengan terkejut berbalik, mendapati sesosok pria berbadan tegap dan seorang wanita berambut pendek di belakangnya. Mereka berdua jelas tak terpaut jauh dari usia Jace, barangkali memasuki dua puluhan. Namun mereka membawa wibwa besar yang membuat Jace tertegun.
"Kami mendengar ada keributan di lapangan. Jadi, kami memilih pergi ke sini untuk mengecek. Yang kami dapati adalah pertengkaran tak berfaedah khas anak kecil." Si wanita berujar. Tatapannya bagaikan petir, dan rambutnya tampak sekali ditata asal-asalan.
Phoebe dan Jeremy bergasak-gusuk di belakang sana. "Seragam kelas Alpha." Mereka berbisik. Seragam berwarna ungu cerah dengan lambang serigala perak di bagian dada. Itu menunjukkan mereka sebagai kelas Alpha. Lambang kelas Delta adalah serigala hitam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mythology Universe (1) : HIRAETH
Science FictionAll Genre's :Mythic Fantasy, Sciene Fiction, Futuristic Era, Adventure, School Life, Paranormal. Sejak kecil, Jace Damian Harrison tak memiliki teman. Orang-orang menganggapnya pembawa sial, karena siapapun yang berteman dengannya sebagian besar se...