Kejadian itu terpotong karena kedatangan wali kelas mereka, yang tergopoh-gopoh masuk ke kelas sampai lupa mengucap salam. Mendongak, semata-mata mendapatkan murid-muridnya memakukan pada satu pandangan. Yaitu kubu Jace dan Altair. Ia memisahkan mereka, terkejut mendapati rune Hagalaz pada tangan Heinrich. Ia tahu kekuatan rune, jadi ia takkan meremehkannya.
Namun, ia tak bertanya tentang kejadian itu, menampilkan proyeksi di depan papan dan mengabaikan kelas yang mendingin dan mencekam.
Selepas kelas, mereka semua kembali ke asrama masing-masing. Jace dengan hati-hati membuka percakapan, sejak pelajaran matematika bermula, dia tak berani mengajak Heinrich bicara. Tidak saat rune Hagalaz berkedip-kedip dan mengancam akan menghujaninya dengan es.
"Bukankah kau harus menghilangkan itu?"
"Aku belum meredakan amarahku." Heinrich berbicara seperti mendesis, yang membuat Jace semakin menciut. Saat marah, Heinrich benar-benar mengerikan.
"Rune yang muncul jika aku menginginkannya, sesuai dengan emosiku. Tapi rune tak hilang jika emosi itu belum mereda. Sangat menyebalkan."
Jangan berkata begitu dengan muka datar! jerit Jace dalam hati. Kayna di sampingnya pun tak bisa berbuat banyak. Hagalaz praktis membuat lorong menjadi dingin, tapi tak sampai memunculkan hujan es. Beruntungnya lantai tak membeku, karena untuk membuatnya perlu rune Isa. Anak-anak Delta dan Gamma menyadari jika pelakunya adalah Heinrich, alhasil memilih menyingkir ketimbang mendekat. Muka Heinrich menunjukkan tanda 'senggol bacok' seperti cewek menstruasi.
Namun, seseorang mendekat. Anak Gamma yang memiliki rambut pirang dan bahu lebar, dan di lehernya mendesis sebuah rune.
Mannaz atau kebutuhan.
"Kendalikan dirimu, Bung." Cowok itu memegang bahu Heinrich. Dua rune miliknya memudarkan Hagalaz, meninggalkan Heinrich yang linglung karena mendadak kehilangan kemarahannya.
"Bryan," ujar Heinrich.
Putra Freya di depannya tersenyum. "Putra Frigg memang tak ada duanya, ya?"
"Kau lebih hebat dariku," balas Heinrich. Freya adalah Dewi Tertinggi, penguasa Fólkvangr. Frigg tak ada apa-apanya jika bersandingan dengannya.
"Menunggu amarahmu mereda tampaknya akan memakan waktu lama. Kebetulan aku lewat, jadi aku membantumu. Rune dari dua orang yang berbeda akan saling memengaruhi, dan untungnya milikku menang. Kaubutuh Mannaz, rune yang membantumu meredakan amarah. Benar, begitu?"
Bryan memukul telak Heinrich. Cowok itu mengangguk, menatap iris kucing Bryan. "Menorehkan dua rune bersamaan berbahaya untukku. Terakhir kali, aku membuat diriku muntah darah."
"Dan menorehkan tiga rune akan membuat gila. Kau sudah benar, jangan memaksakan diri. Oh, apakah ini Jace?"
Jace berusaha tersenyum sebaik mungkin. Heinrich yang selalu membicarakan kebaikan Bryan, hubungan mereka sudah terjalin sejak Heinrich berusia sebelas tahun. Jadi, selaku teman Heinrich, dia berusaha membuat kesan baik di mata si putra Freya.
"Putra Yang Mulia Hades, akhirnya kita bertemu juga. Aku ingin sekali bertemu denganmu, tapi terlalu sibuk. Aku mencalonkan diri sebagai wakil kepala Highbane, pekerjaan yang teramat susah."
"Kau hebat! Biasanya calon pengurus utama Highbane adalah kelas Beta, tapi kau baru di kelas Gamma." Kayna memujinya. Bryan mengangguk singkat.
"Kendalikan emosimu dan jangan sembarangan mengeluarkan rune. Rune mewakili emosi negatif dan positif, tidak selamanya itu baik untukmu."
Bryan melenggang pergi.
*****
Malam itu, Jace menghabiskan waktu dengan belajar. Otaknya tak sepintar Heinrich dan Kayna, meskipun sudah belajar sampai punggungnya encok, tidak semua materi yang dipelajarinya masuk ke kepala.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mythology Universe (1) : HIRAETH
Fiksi IlmiahAll Genre's :Mythic Fantasy, Sciene Fiction, Futuristic Era, Adventure, School Life, Paranormal. Sejak kecil, Jace Damian Harrison tak memiliki teman. Orang-orang menganggapnya pembawa sial, karena siapapun yang berteman dengannya sebagian besar se...