HIRAETH 26 : Kau Tak Lelah?

22 6 0
                                    

Jace berhasil melakukan semedi dengan sempurna pada hari ketujuh. Itu tergolong sangat cepat, mengingat semedi yang sewajarnya berhasil dilakukan selama dua bulan lebih. Kayna pun mengaku dia butuh sebulan. Perez dan Heinrich berkata jika dirinya punya bakat alami, dan mereka menyebutnya genius.

Kecepatan itu didapat dengan kerja kerasnya yang bukan main. Dia tak pernah beristirahat. Dia selalu belajar, berlatih, dan bersemedi. Tak ada waktu untuk menonton film atau bermain game lagi. Semua waktu didedikasikannya untuk tiga hal itu, tanpa mengurangi porsi ketiganya sama sekali. Nilainya dalam evaluasi perlahan meningkat. Jace bahkan menantang dirinya mengerjakan tanpa membuka buku.

Di suatu hari, saat penilaian harian sosiologi, dia mendapat A. Itu membuatnya gembira bukan main, mengingat selama ini rasanya mustahil mendapatkan A. Nilainya selalu rata-rata.

Jace menyadari, jika dirinya tak pernah bekerja keras. Dia membiarkan nilainya selalu rata-rata, tanpa menurunkan atau meningkatkannya sama sekali. Dia merasa tak ada gunanya melakukan itu. Apapun yang dilakukannya, orang-orang selalu menganggapnya anak terkutuk. Jadi, dengan penyesalan besar, mengakui bahwa dirinya sengaja untuk tak berkembang.

"Jace, maukah ke ibukota akhir pekan nanti?" Flora, yang tak menyerah mendapat perhatiannya, mengajaknya untuk kesekian kali.

"Maaf, tapi aku harus belajar." Untuk kesekian kalinya, Jace menolak. Dia pernah menerima tawaran itu, hanya dua kali. Lagi-lagi, Flora pergi dengan mendumel.

"Bukankah kau terlalu bekerja keras?" Heinrich bertanya, mengamati kamarnya yang didesain seperti alam baka. Jace sebenarnya bisa memermak kamar ini, tapi kemalasannya langsung menyerang.

Jace menghempaskan badan ke meja belajar. Buku pinjamannya makin bertambah tiap hari, sampai dirinya kadang lupa jadwal pengembalian buku-buku itu kalau tak diingatkan sistem.

"Mau bagaimana lagi, aku tak mau anak-anak itu merundungku karena bodoh."

"Kau tak bodoh," ucap Heinrich.

"Yah, tapi musuh-musuhku berkata lain." Jace mengambil buku catatan, membuka halaman di tengah dan siap memutar video pelajaran. Dia berlangganan aplikasi pelajar. Tak perlu diskon-diskonan, uang sakunya takkan habis sampai tujuh turunan. Malah Hades menambahnya karena tahu Jace berlangganan aplikasi lewat sistem pelacak.

"Sebenarnya siapa gurumu ini?" Jace tak pernah memberitahu siapapun tentang gurunya. Dia hanya memberitahu jika guru itu mengharuskannya mencari inti kekuatan sebagai pelajaran pertama.

Jace mendapat pesan rahasia dari Liam jika tak boleh memberitahu itu. "Seseorang yang mengabdi pada Ayahku. Nah, dibanding itu, bukankah kau harus kembali sekarang? Sebentar lagi alarm waktu tidur akan berbunyi, dan kau akan terkena hukuman jika ketahuan berkeliaran saat itu."

"Benar juga, jangan sampai anggota kamera pengawas menangkapku." Heinrich menatap jam mewah berhiaskan kepala serigala dan pedang emas. Pukul 20.30. Setengah jam lagi alarm akan berbunyi. Dibanding kamera, biasanya jam seperti itu para Puca juga berkeliaran. Tambah ruwet jika tertangkap mereka.

"Jace, coba lihat dirimu di cermin." Namun Heinrich tak pergi.

Jace menghadap cermin, semata-mata mendapati dirinya menjadi lebih kurus dan bawah matanya berkantung. Dia tak ingat tidur berapa jam, tapi yang pasti itu lewat tengah malam. Malam yang sepi adalah waktu tepat untuk bersemedi, jadi dia menyingkirkan sebagian waktu tidurnya untuk itu.

Heinrich tepat berada di belakangnya, menumpukan tangan di bahunya. Kepala Heinrich ada di atas kepalanya.

"Kuharap kau tak lebih buruk dibanding ini. Kau boleh bekerja keras, tapi kesehatan adalah yang paling utama. Kau mungkin tak mau bercerita padaku, tapi ada Eternallife yang siap membantumu kapan saja. Eternallife dapat mengeluarkan obat dari pengharum ruangan untuk membuatmu tidur. Ia itu benar-benar seperti ibu yang perhatian."

Mythology Universe (1) : HIRAETHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang