Lucy terkejut dan mendekat ke arah pemuda yang dipanahnya. "A-aku minta maaf! Aku tidak melihatmu, jadi, aku tidak sengaja. Aku minta maaf! Aku tidak sengaja, sungguh. Kau terluka ..."
Asher menatap tajam ke arah Lucy. "Berhentilah bicara! Bodoh!"
"Aku akan membantumu, aku merasa sangat bersalah!" Lucy kemudian mencoba membantu Asher untuk berdiri, tapi Asher menangkis tangan Lucy.
Tatapan tajam Asher tetap tak berubah. "Singkirkan tanganmu dari tubuhku!"
Asher berusaha berdiri sendiri. Lucy tak sengaja melihat panah lain yang ada di belakang Asher.
"I-itu panahku?" Lucy terheran-heran.
"Oh, jadi panah bodoh ini adalah milikmu? Beberapa waktu lalu panah gila ini hampir mengenaiku! Ck! Dan sekarang panahmu yang lain mengenai tubuhku! Bodoh!" Kata terakhir Asher ucapkan dengan nada membentak.
"A-aku minta maaf ..." Lucy menunduk.
"Tadi aku tak melihatmu. Aku tak bermaksud mencelakakan kamu."Asher tak menjawab. Ia mencabut panah itu dari tubuhnya, lalu melangkah pergi.
"Argh! Aku bodoh sekali pergi ke tempat seburuk ini." Asher memegangi dadanya sambil menahan rasa sakit.
Lucy tak diam saja dan kemudian mencoba mengikuti Asher secara diam-diam. Tak lama melangkah, Asher mulai kewalahan. Darah terus mengalir dari tubuhnya. Dia akhirnya terjatuh dan tak sadarkan diri. Lucy yang dari tadi mengikuti segera berlari mendekat ketika melihat Asher pingsan.
"Dia, dia pingsan. Aku harus bagaimana?" Lucy panik sendiri saat menatap muka Asher yang pucat.
"Lucy!" Seseorang tiba-tiba mengejutkan Lucy.
"Ayah?"
"Ada apa ini? Siapa laki-laki itu?" tanya Kenneth.
***
Lucy dan ayahnya membawa Asher ke rumah. Mereka berusaha menghentikan pendarahan yang dialami tubuh Asher. Asher masih tak sadarkan diri, dan itu membuat Lucy sangat khawatir.
"Aku telah mencelakai orang." Lucy mengucapkan kalimat itu dengan suara kecil. Ia tertunduk dengan keringat dingin mulai membasahi wajahnya.
Kenneth yang mendengarnya menatap Lucy. "Tidak! Tadi kau bilang ini ketidaksengajaan. Kau tidak salah! Yang salah adalah laki-laki ini. Dia tak seharusnya ada di hutan ini."
Lucy masih ragu dengan perkataan ayahnya. Dia masih merasa sangat bersalah akan kejadian barusan. Lucy duduk lalu menatap wajah Asher. "Aku takut kalau dia kenapa-napa. Dia begini karena aku."
***
Robert menanyakan keberadaan Asher ke beberapa pengawal. Namun, tak ada satupun tahu keberadaan Asher. Tak ada satupun orang di istana yang melihat Asher pulang.
"Apa anak itu belum pulang?" Robert merasa cemas. Dia beberapa kali melihat pintu gerbang istana.
"Tak ada satupun yang melihatku, bahkan kudanya juga tak terlihat. Dia di mana sekarang?" Robert mengusap-usap keningnya.
Ryan yang mendengar tentang kakaknya. Ia segera mengecek kamar kakaknya itu. "Kak Asher kemana, ya? Dia tak ada di kamarnya, dan ... ya, panah yang tadi di meja tidak ada."
"Aku yakin, kakak ada di suatu tempat sekarang. Mungkin saja ia berada di tempat yang ada kaitannya dengan panah di atas meja tadi." Ryan berjalan keluar kamar untuk menemui ayahnya.
***
"Ayah!" Ryan berlari mendekati ayahnya itu.
"Aku mungkin tahu di mana kak Asher berada," lanjut Ryan.
Robert menoleh ke arah putra bungsunya tersebut. "Ryan?"
"Dengar, ayah. Kak Asher mungkin berada di tempat pembuatan senjata sekarang. Aku lihat tadi di kamarnya ada sebuah panah, dan sekarang panah itu ikutan hilang ketika kak Asher tidak ada di sini. Mungkin saja kak Asher ada di tempat pembuatan senjata untuk mencari tahu tentang panah itu. Soalnya, tadi di sore saat aku berkunjung ke kamarnya, jendela kamar kak Asher rusak, dan itu sepertinya bekas panah."
Robert menyimak penjelasan sang pangeran. Dia mengangguk sedikit, lalu bertanya. "Kira-kira jendela yang rusak itu menghadap arah mana?"
"Jendela yang rusak menghadap ke arah hutan lebat. Yang dulu kak Asher sering tanyakan pada ayah tentang hutan itu."
"Hutan? Apa, apa dia pergi ke hutan? Hutan itu?" Robert terkejut mendengar penjelasan Ryan.
"Aku tidak tahu dengan pasti, Ayah. Tapi, kemungkinan kak Asher ada di tempat pembuatan senjata." Ryan beropini.
"Atau mungkin, dia ada di hutan lebat itu sekarang dan dia tersesat, lalu tak bisa pulang. Tadi, sebelum Asher pergi, dia mengatakan dia ingin ke hutan. Mungkin saja, hutan yang ia maksud adalah ..." Robert menduga-duga.
"Perintahkan prajurit untuk mencari Asher. Cari di tempat pembuatan senjata, dan beberapa prajurit terpilih sekarang menuju hutan lebat tadi. Kita juga akan mencari Asher di sana." Perintah Robert pada Ryan. Ryan mengangguk paham, dan segera bergegas melaksanakan perintah raja.
Namun, saat akan memberangkatkan prajurit ke luar istana, badai salju tiba-tiba muncul. Badai itu sangat dahsyat, cuaca di sekitar sangatlah dingin.
Ryan tidak menduga badai akan terjadi. Tadi siang semuanya masih baik-baik saja, tetapi sekarang cuaca malah berubah.
"Badai ini berbeda. Badai kali ini sangat kuat dari badai biasanya. Ada apa ini?" Ryan kebingungan. Ia tak bisa memberangkatkan para prajurit dengan cuaca seperti ini.
"Badai ini ... seperti badai saat malam itu. Badai ketika Asher merasa kesakitan saat ia masih bayi. Badai yang sama. Apakah ini pertanda sesuatu yang buruk terjadi? Kenapa aku benar-benar mengkhawatirkan Asher? Dia bisa menjaga diri, tetapi kenapa aku sangat cemas?" Robert bergumam.
***
Di hutan pengasingan, Kenneth terkejut dengan perubahan cuaca. Badai salju muncul tiba-tiba yang membuat atap rumah kecil mereka ditutupi salju tebal. Kenneth melihat ke luar jendela.
"Setahuku, badai seperti ini hanya muncul satu kali. Badai yang sama dengan badai ketika Lucy lahir ke dunia," ucap Kenneth dengan suara pelan.
"Ayah! Ayah! Laki-laki ini, dia tidak bernapas! Jantungnya lemah!" Lucy berteriak, dia panik dan mengguncang tubuh Asher.
"Ayah, lakukan sesuatu. Dia sekarat! Aku mohon! Aku akan merasa sangat bersalah jika dia tiada!" Lucy menangis ketakutan.
Sementara itu, hal aneh terjadi. Jantung Asher yang tak sadarkan diri kini membeku perlahan menjadi es. Badai semakin besar, dan beberapa helai rambut putih Asher berubah menjadi es.
Kenneth mendekat ke arah tubuh Asher. Dia memegang pergelangan tangan Asher yang dingin. "Laki-laki ini, dia adalah pangeran negeri es? Anaknya Robert?"
Lucy yang mendengar itu hanya kebingungan. Ia masih gemetar memikirkan tentang kondisi laki-laki yang ia lukai. "Ayah, lakukan sesuatu untuk menolongnya!"
"Lucy, biarkan laki-laki ini mati." Kenneth kini menatap Asher dengan tatapan penuh dendam.
"Hah?!" Lucy terperanjat.
T. B. C.
KAMU SEDANG MEMBACA
Element [On Going]
FantasyAir, Api, dan Es. *** Start: 25 Oktober 2021 End: - Tidak ada izin copyright baik untuk kepentingan umum maupun pribadi!