Semua pengawal, dan juga beberapa orang di halaman tersebut terkejut melihat pria yang begitu mirip dengan Pangeran Asher. Beberapa dari mereka berlutut ke tanah, tetapi yang lain tidak ingin melakukannya. Sementara itu, orang-orang yang melihat Pangeran Asher itu berlari ke dalam istana untuk memberitahu Robert King.
"Jadi, kalian masih belum percaya?" Asher tiba-tiba bertanya ke pengawal yang masih berdiri.
Mendengar suara itu, para pengawal semakin yakin bahwa ia adalah Pangeran Asher. Yang lainnya ikut berlutut ke tanah, dan memohon ampun pada Asher. Lucy yang melihatnya hanya diam kebingungan dengan sikap para pengawal yang tiba-tiba berlutut di hadapan Asher.
"Pangeran, kau benar-benar Pangeran Asher! Tolong maafkan kelancangan kami! Ampuni nyawa kami semua!" pinta seorang pengawal yang berada di barisan paling depan.
Asher tidak memedulikan mereka. Ia melangkah menghindari pengawal-pengawal itu, dan menarik tangan Lucy agar tidak berpisah darinya. Ia segera menuju pintu masuk istana.
Asher terkejut dengan kemunculan ayahnya, Robert, secara tiba-tiba dari dalam pintu istana. Namun, lebih terkejutnya lagi Robert yang mendapati Asher masih hidup dengan utuh di hadapannya.
"Asher, anakku! Kau, kau kah itu?" Robert perlahan mendekati Asher.
Asher menatap ayahnya dan mengangguk pelan. Robert masih sangat terkejut melihat Asher. Ia meraba-raba badan anaknya itu untuk memastikan bahwa semua ini bukan mimpi. "Anakku, kau masih hidup!"
"Ayah, ini aku! Asher!" Asher berucap, dan suaranya langsung dikenali oleh Robert.
"Kau benar-benar Asher! Kau anakku. Kau masih hidup! Kau masih ada di sini!" Robert terlihat sangat bahagia. Ia tersenyum dan menepuk pundak putranya.
"Kau hidup!" Robert kembali berucap dengan haru.
"Aku tetap hidup! Aku masih hidup. Lihatlah aku, aku ada di sini sekarang," ujar Asher sambil menatap telapak tangan sang ayah di pundaknya.
"Aku pikir kau sudah mati, aku tak percaya itu! Ayah tak mempercayainya, karena ayah tahu kau tak mungkin mati seperti itu!"
"Aku mati?" Asher terheran. Ia menatap ayahnya dengan tatapan bingung.
"Anakku! Asher, anakku!" Arella tiba-tiba muncul dan langsung menuju ke arah Asher.
Asher menatap ibunya dan tak merespon apa-apa, tetapi saat ini Arella langsung memeluknya.
"Anakku, kau kembali. Kau kembali, dan masih hidup. Kau sungguh masih hidup!" Arella menangis bahagia.
Ia melepaskan pelukannya, dan mengelus pipi putranya itu. "Kau, kau masih hidup. Ibu sangat mengkhawatirkanmu selama ini. Namun, sekarang rasanya lega melihatmu telah kembali."
"Kakak! Kak Asher!" Ryan dan Aurora tiba-tiba muncul setelah mendengar kabar dari pelayan tentang pulangnya Asher.
"Senang melihatmu kembali, Pangeran Asher!" ucap Aurora dengan raut wajah yang sangat bahagia.
"Kakak kemana saja selama ini?" Ryan bertanya pada kakaknya. "Kakak telah membuat seluruh orang khawatir!"
Asher menggeleng. "Untuk apa kalian mengkhawatirkan aku? Kalian meragukan kemampuanku?"
Ryan segera menjawab. "Bukan begitu, Kak. Namun, kemarin sesuatu yang buruk terjadi. Itu semua tentangmu!"
"Apa itu?" Asher ingin tahu.
"Ah, itu ..."
"Kabar tentang kematianmu, yang dibuat oleh seseorang yang masih belum diketahui." Robert menyela Ryan.
"Pengawal telah mencurigai beberapa pemberontak. Mereka mengaku tidak bersalah, dan kini sedang di penjara," lanjutnya.
"Bebaskan saja mereka ayah!" Asher menatap ayahnya.
"Apa? Membebaskan orang seperti mereka?" Robert terkejut.
"Untuk apa memenjarakan mereka? Intinya, tidak ada yang melukaiku sama sekali, termasuk mereka," Asher membalas.
"Oh, baiklah. Kalau itu maumu, anakku." Robert mengiyakan permintaan anaknya itu.
***
"Ngomong-ngomong, siapa gadis itu?" Arella menanyakan tentang Lucy yang dari tadi berdiri di samping Asher.
"Iya, dia siapa? Hei, Nak, siapa namamu?" Robert bertanya pada Lucy.
"Dia temanku, Ayah. Namanya Lucy." Asher segera menjawab sebelum Lucy menjawab.
Robert sedikit tersenyum mendengar jawaban Asher itu. "Ini pertama kalinya kau memiliki seorang teman."
"Hal ini benar-benar mengejutkan dari Asher." Arella segera mendekat ke arah Lucy.
"Asalmu dari mana, Nak?" Arella bertanya pada Lucy.
"Ah, aku dari ..." Lucy ingin menjawab, tetapi Asher lagi-lagi menahannya untuk berbicara.
"Kalian tidak perlu tahu asalnya dari mana. Dia akan tinggal di sini bersamaku untuk sementara waktu."
"Baiklah." Arella mengangguk. "Ibu akan memerintahkan pelayan untuk menyiapkan kamar untuknya."
"Tidak perlu repot-repot. Aku akan tinggal di luar istana saja." Lucy segera menyahut. Namun, Asher memberinya isyarat untuk diam.
"Tenang, Nak. Karena kau adalah teman Asher, kau layak mendapatkan kamar atau apapun di sini. Jadi, jangan sungkan-sungkan." Robert memberitahu.
"Kau anak yang sangat manis." Arella tersenyum ke arah Lucy.
Asher berdehem. Ia menarik tangan Lucy dan pergi dari sana. "Aku rasa, Lucy sedang lelah karena perjalanan panjang. Lebih baik, dia istirahat sekarang."
Ryan menatap busur dan anak panah yang dibawa Lucy. Sekilas, ia merasa anak panah yang ada pada Lucy mirip dengan anak panah yang waktu itu berada di kamar Asher. Ia menatap keduanya yang mulai menjauh.
"Aku senang kakak kembali. Namun, aku sepertinya ingin tahu soal gadis yang bersamanya itu sekarang."
Aurora mendengar kata-kata sahabatnya itu dan mengangguk. "Aku juga ingin tahu. Sepertinya Asher sangat dekat dengannya. Eh, tapi penampilan wanita itu sangat kacau. Apa dia tak bisa berdandan?"
"Iya, dia agak berbeda dari wanita lain. Kenapa dia membawa busur dan panah itu? Apa dia seorang kesatria?" Ryan semakin penasaran.
"Hm, aneh, ya. Kalau begitu, sekarang waktunya untuk menulis surat untuk kakakku. Dia harus dengar kabar ini." Aurora segera pergi dari sana.
***
Clara agak sedikit gugup karena hari ini, Abner akan ke istana Negeri Air. Kael memperhatikan gerak-gerik Clara yang tidak bisa diam. Dia tersenyum dan menggelengkan kepalanya. "Tolong, tenanglah!"
Clara langsung menyahut. "Aku tak bisa tenang! Ini semua gara-gara kamu! Abner tidak akan kemari, kalau kau tak mengatakan apa-apa padanya!"
"Ini semua untuk kebahagiaanmu, Clara!" Kael segera membalas.
"Kebahagiaan apanya? Semuanya menjadi sangat kacau!" Clara juga langsung menjawab.
"Semuanya akan baik-baik saja. Tenanglah! Aku sangat menginginkan kau bahagia, kau tahu itu?"
Keduanya lalu terdiam sesaat. Beberapa waktu lalu, Kael mengutarakan isi hatinya, atau perasaan cintanya pada Clara, temannya. Ia tak memaksa agar Clara menerima perasaan besarnya itu. Saat itu, di tengah kebingungan, Clara menjawab dengan yakin bahwa ia tak bisa membalas perasaan Kael.
Kael mengerti akan perasaan yang tak bisa dipaksakan. Ia paham bahwa Clara hanya mencintai seseorang, yakni pangeran Negeri Api yang sering diceritakan Clara padanya. Ia tahu bahwa Clara akan sangat bahagia bersama cinta pertamanya itu. Untuk itu, Kael mengambil keputusan untuk membahagiakan Clara, temannya, dengan cara apapun.
"Perhatian! Pangeran Negeri Api, Yang Mulia Abner, telah tiba di halaman istana!" Tiba-tiba pengumuman dari luar istana terdengar pada mereka berdua.
Mendengar itu, Clara semakin gugup, sedangkan Kael terlihat sangat bersemangat. Ia menarik tangan Clara untuk pergi menyambut kedatangan pangeran Abner.
T. B. C.
KAMU SEDANG MEMBACA
Element [On Going]
FantasyAir, Api, dan Es. *** Start: 25 Oktober 2021 End: - Tidak ada izin copyright baik untuk kepentingan umum maupun pribadi!